Mr. Adox, Islam itu Perbuatan, Bukan Sekedar Omongan & Penampilan

Ahmadi Sofyan (Penulis) & Mr. Adox

Oleh: AHMADI SOFYAN

“PERBUATAN dalam kehidupan sehari-hari, memberi dan pelayanan kepada manusia dan makhluk lainnya, menyenangkan dan menenangkan, itulah Islam. Tak perlu banyak bicara, cukup berbuat dan Allah SWT yang menilai”

(Mr. Adox/Kim Sen)

SOSOK pengusaha kuliner di Kepulauan Bangka Belitung ini sudah cukup lama Penulis kenal dan sangat akrab, bahkan sejak ia mengawali bergerak usaha kuliner yang diberi nama Resto Mr. Adox di Jalan Alexander, Air Itam Kota Pangkalpinang. Beberapa hari lalu, ia dan karyawannya datang ke Pondok Kebun saya (Penulis) di Desa Kemuja untuk berbuka puasa dengan menu dari Resto Mr. Adox. Saya yakin semua orang Babel, baik yang ada di Bangka Belitung maupun di Jakarta dan sekitarnya, pasti mengenal restoran seafood yang satu ini. Tak jarang saya bertemu kawan datang dari Jakarta, hanya untuk menikmati kuliner Mr. Adox dan selanjutnya balik kembali ke Jakarta. Bahkan artis dan tokoh publik kerapkali menikmati menu Resto Mr. Adox, termasuk Wakil Presiden Republik Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin dan Capres Pemilu 2024, Anies Baswedan dan Cawapres Mahfud MD.

Adox yang memiliki nama lengkap Kim Sen, kelahiran Pangkalpinang, 19 Januari 1970, adalah anak ke-5 dari 7 bersaudara dari pasangan Cong Acai (ayah) dan Chang Cit Nyong (Ibu). Ayah dengan 3 orang anak ini memulai usaha kuliner Mr. Adox sejak tahun 2011 dengan bangunan kayu dan kawat. Jatuh bangun dalam kehidupan, sudah dijalani Adox, baik di tanah kelahiran, terlebih di perantauan (Ibukota).

Mekanik, Terminal & Pergaulan Kelam

SETAMAT dari SMP Negeri 1 Kampung Dul, Adox mulai bekerja di Bengkel “Bersaudara” (depan RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang). Ia menangis didepan orangtua untuk memohon bisa melanjutkan sekolah sesuai keinginannya, yakni di STM. Tapi apa daya, orangtua tidak mampu sebab tak punya biaya. Akhirnya jadilah Adox kecil bekerja di bengkel. Kehidupan orangtua ynag miskin, membuat Adox tak mampu melanjutkan sekolahnya. “Saya sampai menangis karena ingin melanjutkan sekolah, tapi apa daya, orangtua miskin. Jadi akhirnya setamat SMP saya bekerja di bengkel. Saya sudah terbiasa hidup susah bahkan menggelandang” kenangnya dengan mata berbinar.

Setelah hampir 5 tahun bekerja di bengkel “Bersaudara”, Adox memberanikan diri merantau ke Ibukota Jakarta. Tepatnya tahun 1988, Adox memutuskan mencari pengalaman kerja di Jakarta. Karena pengalamannya hanyalah di bengkel, akhirnya Adox pun bekerja di Dwi Motor di Jalan Panjang Jakarta Barat. Di Dwi Motor ini Adox bekerja sekitar 4 tahun. Selanjutnya ia dipercaya mengurus mekanik angkutan umum (mikrolet) jurusan Grogol – Kota. “Saya mekanik mikrolet M41, M24, dan M48 sebanyak 49 unit. Hidup saya di Jakarta jungkir balik dan banyak kenangan yang bikin kita tersenyum, suka duka dan nakalnya kehidupan saya dulu di Jakarta” kenang Adox.  Sebagai mekanik disini, Adox bekerja sekitar 4 tahun. Selanjutnya ia juga pernah mencari pengalaman dengan bekerja sebagai mekanik di Taksi Sepakat dan juga pernah menjadi mekanik alat berat.

Selain bekerja kepada orang, Adox pernah mencoba berbisnis, yakni membeli kelapa di Bangka sebanyak 1 truk dan dibawa ke Jakarta untuk dijual. Tapi apa daya, sesampai di Jakarta, kelapa 1 truk itu tidak laku karena dianggap sudah terlalu tua dan santannya tidak bagus alias berbau tengik. Akhirnya ia mengalami rugi total dan langsung gulung tikar awal mencoba bisnis kelapa.

Menjalani kehidupan jauh dari orangtua, membuat pergaulan Adox tanpa batas dan arahan orangtua. Pergaulan ala orang terminal alias anak kolong, bersikap brutal dalam pergaulan adalah hal yang sangat biasa pada masa lalu Adox. Minuman keras dan berantem di terminal di Jakarta adalah kehidupan masa lalunya. “Yang Namanya minuman keras dan berantem di terminal itu adalah menu sehari-hari saya” kenang Adox. “Pokoknya kehidupan saya dulu cukup kelam dan suram” tambahnya sambil tertawa dan menggelengkan kepala mengenang masa-masa merantau di Ibukota.

Memilih Usaha Kuliner

PASCA Reformasi, kerusuhan 1998 di Jakarta, tepatnya tahun 1999, Adox memutuskan balik ke kampung halaman, tepatnya Girimaya Kota Pangkalpinang. Lagi-lagi, pulang kampung Adox memutuskan bekerja sebagai mekanik mesin-mesin TI (Tambang Inkonvensional). Selanjutnya seiring perjalanan waktu, ia pun turut menjadi penambang. Namun sejak belasan tahun silam, ia memutuskan membuka usaha kuliner.

Restoran Mr. Adox

Bagaimana awal memilih usaha kuliner? Adox yang notabene hobi memasak, seringkali saat berkumpul dengan kawan-kawan dan minum-minum, menjadi koki dadakan untuk menu makan sambil berkumpul. Kawan-kawan pun senang menikmati hasil racikan makanan yang dimasak oleh Adox. Dari sinilah terpikirkan olehnya untuk membuka usaha kuliner. Bakat memasak menurut Adox menurun dari sosok Ayahnya, Bong Acai. Menurut Adox, ayahnya pandai dan hobi memasak, sebagaimana dirinya juga.

Adox pun memulai usaha kuliner dengan membuka restoran sederhana yang terbuat dari papan dan kawat, pada tahun 2011. Restoran seafood ini ia beri nama sesuai dengan nama panggilannya, Mr. Adox. Diawali dengan memiliki 10 orang karyawan, sejak dibukanya restoran Mr. Adox ini nyaris tak pernah sepi pengunjung dan kini memiliki 3 ruang VIP dan panggung kegiatan seperti live music dan perayaan ulang tahun. Luas restoran ini sekitar setengah hektar dan berada di Jalan Alexander Raya Air Itam Kota Pangkalpinang. Seluruh konsep, baik menu, lighting lampu, taman, dan bangunan semuanya adalah konsep atau aristek sendiri oleh Adox.

Kesuksesan Adox membuka usaha kuliner, ternyata banyak orang yang ingin bekerjasama (franchise) diluar Bangka Belitung, namun semua itu saat ini ditolak oleh Adox, sebab ia takut tidak fokus sebab masih banyak kesibukan lainnya. Saat ini, menu di Resto Mr. Adox tidak hanya seafood, tapi juga Chinese food (halal). Menurut Adox, menu di restoran miliknya ini adalah menu-menu tradisional yang dimodifikasi kekinian sesuai zaman. Ada puluhan bahkan ratusan menu makanan dan minuman di Restoran Mr. Adox, seperti: Kepiting Asap, Kepiting Saos Padang, Kepiting Petai, Kepala Ikan Masak Belimbing Buluh, Baby Bawal Goreng Kering, Berujung Goreng Kering, Hoi Sim Mun (Teripang), Ayam Goreng Mentega dan lain sebagainya. Seluruh menu makanan ini semuanya memiliki standar khusus dari Adox. Maka tak heran, sebagai Owner, Adox banyak menghabiskan waktunya di dapur restoran.

Dari mekanik kendaraan beralih ke “mekanik” bumbu dapur?” Begitulah sosok unik perjalanan hidup Adox. Mengawali membuka usaha kuliner, Adox sering bolak-balik Bangka – Jakarta. “Saya mencari ilmu baru di Jakarta, yakni ilmu kuliner, istilahnya studi banding. Di Jakarta saya ke restoran-restoran mewah, menikmati makanan dan pelayanan mereka” cerita Adox kepada Penulis. Dari belajar dan mencari ilmu itu, Adox pun memiliki motto untuk restorannya, yakni: “Pelayanan, Bersih, Cepat Saji dan Rasa”. Bertahan dan terus berkembang, restoran Mr. Adox menjadi pilihan konsumen berkelas. Pada bulan Ramadhan seperti sekarang ini, konsumen harus memesan tempat terlebih dahulu, sebab menjelang berbuka puasa, seluruh kursi meja selalu penuh.

Membuka usaha apapun pasti memiliki lika liku, tantangan dan cobaan. Pun demikian yang dirasakan oleh Adox. Penggelapan uang oleh orang kepercayaan dengan jumlah yang sangat besar, hingga mendapatkan fitnah pun sudah ia rasakan. Misalnya, suatu waktu, pernah diisukan restoran Mr. Adox memasak makanan non halal, isu itu sempat diramaikan oleh oknum yang mungkin iri terhadap perkembangan restoran Mr. Adox. Penulis sebagai sahabat dekat dan mengenal betul restoran seafood ini sempat kesal, sebab Penulis sangat mengenal siapa Adox dan restonya hingga ke dapur dan peralatan-peralatan dapurnya. Tak jarang Penulis berada di dapur resto melihat langsung bagaimana karyawan resto dan Adox memasak beserta bahan bakunya. Resto Mr. Adox memiliki 55-an karyawan, semua adalah muslim dan muslimah (berjilbab), namun masih tetap diisukan hal yang bukan-bukan. Sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun sejak beberapa tahun silam akhirnya ditempel di dinding Resto Mr. Adox. Tapi begitulah sebuah usaha, selalu ada tantangan dan cobaan yang akan dihadapi, pun demikian kehidupan, selalu ada persoalan yang harus kita dapatkan agar menjadi semakin dewasa dan bijaksana.

Siapa sosok yang menginspirasi dan memotivasi perubahan dalam diri Adox? Ketika Penulis menanyakan ini, spontan ia menyebut nama yang sangat Penulis kenal, sebab Penulis dan Adox bersahabat dekat dengan sosok ini, yaitu Djohan Riduan Hasan (Aping). “Ko Aping (Djohan Riduan Hasan) itulah orang yang menginspirasi hidup saya, mendukung usaha yang saya lakukan, termasuk keberadaan restoran ini” ungkap Adox.

Berkebun dan Melukis

“TIDAK ada kata tidak bisa, kecuali malas” menjadi motto bagi Adox. Kalimat itu kerapkali ia ucapkan dihadapan para karyawan. Menurut Adox, dari pengalaman hidup yang ia jalani, ia merasa bahwa Tuhan memberikan banyak celah dan kemampuan bagi manusia, tinggal mau atau tidak. Tapi kalau malas, memang tidak ada obatnya.

Selain bergelut dalam mengurus Restoran, Adox menikmati kehidupannya dengan berkebun. Beberapa kawasan kebun yang ia miliki menjadi hiburan tersendiri bagi dirinya dan keluarga. Kebun buah-buahan seperti Lengkeng, Durian, Alpokat, Kelapa dan Perkebunan Sawit menjadi tempat ia menyepi dan menikmati alam ditengah kebosanan hiruk pikuk kota.

Salah satu karya lukisan Mr. Adox

Tak hanya kebun, Adox yang dulunya memiliki ketergantungan terhadap alkohol merasa sangat berat untuk meninggalkan kebiasaan tersebut. Setiap Tengah malam pulang dari restoran, ia tidak bisa tidur, sebab kebiasaannya Tengah malam hingga pagi seperti itu ia ngumpul dengan kawan-kawan dan minum-minuman keras. Akhirnya, kebiasaan itu harus ia tinggalkan, sebagai pelampiasannya ia menghabiskan waktu dengan melukis. Ternyata, tak disangka Adox memiliki bakat terpendam, yakni mengolah kuas dan cat diatas kanvas. Dari mekanik mesin, ke mekanik bumbu dapur, kini ke mekanik kuas dan cat diatas kanvas. Lukisan-lukisan tengah malam itu tak pernah ia publikasi alias untuk sendiri. Ternyata ada yang tidak percaya kalau yang melukis lukisan terpajang di rumahnya adalah lukisan sendiri. Akhirnya ada yang memesan lukisan kepada Adox. Jadilah kemampuan melukisnya membuahkan hasil.

Menghilangkan ketergantungan terhadap alkohol itu berat. Makanya tengah malam saya melukis sampai pagi, sebab saya susah tidur. Pelampiasan saya ya pada lukisan, ternyata ada juga yang mesan” ceritanya sambil tertawa sambil menunjukkan beberapa lukisan yang ia gores diatas kanvas dari layer Handphone-nya kepada Penulis.

Raih Ketenangan & Kenyamanan dalam Islam

SEBAGAI orang yang lahir dan hidup di rumpun Melayu, Bangka Belitung, Adox sudah lama mengenal Islam. Harmonisasi kehidupan masyarakat Melayu-Tionghua di Bangka Belitung membuat Adox cukup mengenal kehidupan masyarakat muslim. Jadi Islam bukanlah hal baru atau sesuatu yang asing bagi diri seorang Adox.

Bahkan sejak SD (Sekolah Dasar) Adox sudah sudah mengenal Islam, sudah tahu tata cara sholat, tata cara wudhu’, menggunakan salam dengan “Assalamualaikum” dan “Wa’alaikumsalam” dan menulis kalimat “Allahu Akbar” dan mengenal ber-qurban di hari raya Idul Adha. Menurut Adox semua ini ia dapatkan dari sekolah (SD & SMP) serta pergaulan dengan anak-anak Melayu (Islam). “Bahkan sejak SD saya sudah hafal Al-Fatihah” ceritanya sambil tertawa. “Di Jakarta, kawan-kawan saya orang Melayu (Islam), seringkali ketika kawan-kawan ikut pengajian, saya ikut bersama mereka. Jadi Islam dan kehidupannya itu memang bukan hal yang asing bagi saya” ungkap Adox mengenang masa lalunya.

Pada tahun 2008, Adox mempelajari Islam dan bersyahadat. Namun ia masih belum totalitas atau serius menjalani kehidupan Islam. “Saat itu baru Islam KTP bae jok, tapi agik minum-minuman keras, agik makan makanan non halal” cerita Adox. Namun sejak tahun 2018, Adox hijrah totalitas dalam kehidupan agama yang ia anut, yakni Islam. Mengaji, sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya dilakukan. Meninggalkan totalitas minuman keras dan makanan-makanan non halal. “Alhamdulillah, setelah memutuskan hijrah, sejak tahun 2018, tidak setetes lagi minuman keras saya minum dan makan-makanan non halal” cerita Adox penuh kebahagiaan.

Namun demikian, Adox tidak meninggalkan kawan-kawan sepergaulan walau berbeda keyakinan. Sebab bagi Adox, Islam itu perbuatan bukan penampilan apalagi sekedar omongan. “Namun yang membedakan dalam pergaulan saya tidak lagi minum-minuman keras dan makan makanan non halal, dan pastinya ada waktu untuk beribadah, tidak seperti dulu lagi sejak hijrah ke Islam” ungkap Adox.

Apakah ada ledekan kawan-kawan sepergaulan sejak hijrah? Adox tidak memungkiri hal tersebut, karena tidak lagi minum-minuman keras dan makan-makanan non halal, pastinya ia pernah mendapat ledekan kawan-kawan. “Dulu saya diledekin sempat “merteng” (marah), sekarang pastinya seiring usia, semunya sedikit-sedikit berubah. Maklumlah, Jok, kite ne memang asal e merteng (garang)” ungkapnya sambil tertawa.

Menurut Adox, hidup adalah pilihan dan dirinya sudah memilih Islam sebagai jalan hidup. Ketika Penulis bertanya, apa yang ia rasakan setelah masuk Islam dan menjalani kehidupan dalam Islam? “Ketenangan dan kenyamanan, ada tempat saya mengadu dan berkeluh kesah, yakni Allah SWT. saya terbebas dari ketergantungan terhadap alcohol dan saya jauh lebih sabar, “dak merteng agik” ungkapnya kepada Penulis. “Duluk e Jok, jangan aben urang ngusik dirik, keluar merteng e. mun sekarang ne banyak istighfar-lah dan nahan emosi dengan cara bersabar dan mendekatkan diri ke Tuhan. Sejak hijrah ne, setetes pun minuman ber-alkohol ko dak minum agik. semoga istiqomah lah” harap Adox dengan raut kebahagiaan.

Apa pandangan seorang Adox terhadap Islam?

Islam itu perbuatan dan pelayanan bagi manusia dan makhluk lainnya. Islam bukan sekedar omongan, symbol dan penampilan, tapi lebih pada perbuatan” ujar Adox serius. Sebagai sahabat, Penulis menyaksikan sendiri kehidupan Adox dalam kesehariannya yang mungkin tak banyak orang lain ketahui. Misalnya, sejak belasan tahun silam, ia rutin melaksanakan “Sedekah Jum’at Berkah” dari restoran yang ia miliki. Tak ada publikasi sama sekali, namun ia jalani dengan diam-diam. Begitupula ia menyisihkan rezeki yang ia miliki ke Pesantren, Pembangunan Masjid, Musholla, anak yatim dan orang-orang tidak mampu. Bahkan beberapa tahun silam, Penulis pernah diamanahkan sejumlah dana yang cukup besar dari Adox untuk memperbaiki dan membangun ulang jembatan di sebuah dusun di wilayah Bangka Selatan. “Bilang bae dari ka, dak usah bilang dari ko dak. Ka perbaiki jembatan itu sampai selesai. Semua kebutuhan e ka mintak kek ko aok” begitulah pesannya kala itu kepada Penulis.

Kek ape nya ka nulis cem ne, Jok. Malu ko kek urang, gawi ka ne” ujar Adox sesaat setelah penulis memberikan tulisan ini untuk ia baca sebelum Penulis kirim ke media. “Biasalah Bro, kalau yang lain menjelang berbuka puasa mendengar ceramah atau ngaji, saya nulis. Sore ini gak ada bahan buat ditulis, jadi ka lah yang ko tulis” sanggah Penulis sambil menikmati sajian menu buka puasa di Restoran Mr. Adox sambil ngobrol dan akhirnya menjadi bahan tulisan ini.

AHMADI SOFYAN, dikenal namanya Atok Kulop. Aktif menulis opini diberbagai media cetak dan online serta buku dan novel. Setidaknya 1.000-an opininya sudah dipublish dan 80-an bukunya sudah diterbitkan. Kesehariannya banyak dihabiskan di kebun tepi sungai di Desa Kemuja.