Dalam Perut Ibu Tidak Ada Anak Durhaka

Puisi Syarifuddin Abe

ibu, apa yang ibu nyanyikan ketika ibu mengandungku
ibu, apa yang ibu pikirkan ketika ibu melahirkanku
ibu, apa yang ibu doakan ketika ibu membesarkanku
ibu, tulang-tulang ibu patahkah, pundak ibu memarkah,
leher ibu pegalkah, kedua tangan ibu apakah juga terasa kaku,
tanpa henti ibu menggendongku, ibu gendong aku
ke sana ke mari, tanpa merasa capek, tanpa merasa sakit,
tanpa merasa pegal, tanpa mengeluh,
ibu, seluruh cairan putih di dada ibu kuhisap,
ibu suguh dengan ikhlas dengan harapan anakmu ini
tidak kekurangan gizi, dengan harapan susu nomor wahid,
ibu, untuk memenuhi pertumbuhanku yang baik,
untuk meningkatkan ketahanan tubuhku,
untuk mencegah serangan penyakit dan membentuk
kekebalan tubuhku, untuk meningkatkan daya pikirku kelak,
ibu dengan sabar mengkonsumsi makanan dan sayur
yang dapat memperlancar keperluan tubuhku
agar kelak ketika aku besar menjadi anak yang sehat,
dua tahun lamanya ibu susui aku,
tidakkah cukup bagiku ibu menjadi lebih dekat, tidakkah
bagiku ibu sebagai bagian dari keseluruhan kehidupanku,
aku sedot semua energi yang ibu miliki, semestinya ini menjadi
bagian yang tak terpisahkan antara cinta dan kasih sayang
yang kumiliki untukmu, ibu.

ibu, tanpa sadar aku melewati hari, minggu, bulan,
bahkan tahun, dari aku tak dapat berjalan, ibu bimbing
hingga aku dapat berjalan, dari aku tak dapat cebok, ibu bimbing
hingga aku mampu cebok sendiri, dari aku tak pandai
menggunakan tangan untuk makan, ibu bimbing hingga aku
mandiri dan mampu mempergunakan tangan kiri dan kanan
hingga ibu ajarkan kegunaannya; mana yang baik dan
mana yang tidak baik, mana yang dilarang dan mana yang tidak
dilarang, dari aku tak dapat mengayuh sepeda, dengan sabar ibu tuntun
hingga aku dapat mengayuhnya dengan kencang,
bahkan ketika aku terjatuh, dan aku menangis, ibulah yang
mengoles obat sambil menenangkan agar aku tidak lagi menangis,
bahkan ibu sambil berdiri bersorak, melompat-lompat
dan pura-pura melempar yang seolah-olah
aku terjatuh disebabkan oleh seekor kodok; dengan penuh garang
ibu berseru, “hus, hus, hus, tuh lihat sudah lari ke sana…”

ibu, kau tak capek-capeknya, dari ibu mengantar aku mengaji
hingga aku ibu antar ke sekolah.
sungguh, kau tak ada capek-capeknya ibu
dalam hujan dan terik matahari pun
ibu selalu menunggu, dalam sabar, dalam rindu
ibu, apa yang selalu ibu ucap ketika ibu
menunggu aku di pintu pagar tempat aku sekolah
ibu, apa yang selalu ibu lafazkan kepadaku
ketika aku jauh dari ibu, ketika aku mengembara
mencari kesejatianku, ketika aku penuh keputusasaan
dalam proses mencari makna hidup ini
ibu, bagaimana hatimu ketika aku jauh darimu
dan aku juga merindukan ibu
ibu, berapa tetes airmata yang ibu beri
ibu, berapa desah yang ibu hembus
ibu, apa doa ibu untukku
ketika aku berkata ah, pada ibu

ibu, apa kata-kata yang terbesit dari hati ibu
ketika ibu berdiri di depan pintu atau dibalik jendela
ketika ibu menunggu dan berharap aku pulang
ibu, apa kata-kata pertama yang ibu ucap ketika
ibu terbangun dari tidur ibu yang dalam tidur ibu itu
aku datang mengganggu dengan menghadirkan
mimpi-mimpi yang membuat ibu khawatir
atau termenung hanya karena memikirkan
sifat dan perlakuanku dalam mimpi ibu itu
ibu, apakah ibu terbangun
ibu, apakah ibu terganggu
ibu, apakah ibu tersenyum
ibu, apakah ibu bahagia
ibu, apakah ibu menangis
kata orang mimpi adalah bunga tidur
tapi bagi ibu mimpi itu mungkin saja rindu
atau berupa kenyataan
atau justru bagi ibu adalah khawatir

ibu, apa doa yang ibu ucapkan selalu
ketika ibu memikirkan aku
ibu, apa doa yang ibu ucapkan selalu
ketika ibu bersin yang tiba-tiba ibu anggap
aku menyebut rindu untuk ibu
ibu, apa doa yang ibu ucapkan selalu
ketika ibu tiba-tiba teringat dan merindukanku

ibu, aku teringat kasih sayang ibu
ibu, aku teringat ketika ibu mengantarkan aku
ke sekolah, ibu berdiri di depan pintu pagar sekolah
ibu baru pergi ketika aku masuk ke dalam kelas
ibu, aku selalu teringat ketika aku keluar dari pintu
sekolah, ibu sudah ada di pagar sekolah dan ibu
melambai-lambaikan tangan dengan senyum
menunggu aku hampiri, sebuah ciuman di pipi
kiri dan kananku seraya memeluk aku penuh kasih sayang
ibu, aku teringat ketika ibu memandikanku
lalu memilih pakaian untukku yang kadangkala aku tidak mau
lalu aku ambil dan aku buang, tapi ibu masih sabar
dan berkata, “adik mau pakai baju yang mana?”
sambil ibu merapikan rambut
serta menyapu keringat di keningnya

ibu, aku masih ingat nasi goreng yang ibu masak tiap pagi
yang aku makan dengan telur dadar atau mata sapi, lalu
ibu siapkan juga susu atau minuman kesukaanku, yang
kadangkala tak habis kuminum dan diam-diam ibu
yang menghabiskannya
ibu, aku selalu ingat setiap pagi dan sore
ibu selalu memandikanku
ibu, ibu selalu khawatir setiap aku bermain di halaman rumah
atau ketika kawan-kawanku ingin mengajak aku bermain bersama
ibu, aku selalu teringat kasih sayang ibu yang tak pernah putus-putusnya

ibu, masih ibu simpankah nyanyian yang ibu nyanyikan
ketika ibu meninabobokan aku waktu masih kecil
ibu, masih ibu tuliskah kata-kata yang setiap pagi, siang
dan malam ketika ibu menasehati aku agar aku tidak
pernah salah jalan dan mengambil keputusan
ibu, masihkah ibu hafal doa-doa yang selalu ibu lafazkan
ketika ibu teringat padaku, ketika ibu menjadi khawatir
karena aku jauh dari ibu, ketika ibu mengirimkan doa
agar aku selamat dan dapat menyelesaikan pendidikanku
dengan sempurna, dengan nilai-nilai ujian
yang memuaskan bahkan ibu selalu mengharapkan agar
aku dapat mencapai cita-cita sebagaimana aku inginkan
ibu, masihkah ibu ingat cerita-cerita yang ibu sampaikan
padaku dulu, sambil ibu berharap semoga cerita-cerita ibu itu
dapat menjadi jalan kebijaksanaan hidup untukku
agar aku dapat dengan mudah dan penuh hikmah
dalam memilih jalan terbaik dan penuh keselamatan
ibu, aku selaku teringat kasih sayang ibu

ibu, masihkah ibu ingat, ketika aku masih kecil aku pernah
meludah wajah ibu, ibu tak marah, aku masih ingat bagaimana
ibu membersihkan wajah dengan kain gendonganku
ibu, masihkah ibu ingat, ketika aku masih kecil aku pernah
menendang ibu, ibu tidak marah, ibu hanya memukul kakiku
dan itupun tidak sakit, masihkah ibu ingat, ketika aku masih
kecil aku pernah tak mau makan dan ibu selalu merayu
agar aku makan, bahkan pada hari-hari yang lain ibu selalu
mempersiapkan makanan lauk atau pun nasi kesukaanku
agar aku mau makan, ibu masihkah kau ingat, ibu selalu
menyisakan kue untukku pada setiap kesempatan ibu
membeli kue di pasar atau ketika ibu ada kesempatan
membuat kue dan ibu selalu menyisakannya untukku,
ibu simpan sehingga tidak ada yang tahu,
ibu maafkan aku ibu, bila pada kesempatan-kesempatan
tertentu aku menyakiti hati ibu

ibu, aku selalu mengharapkan doa dari ibu, doa yang selalu
menuntunku kepada keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
ibu, aku selalu mengharapkan kasih dan sayang dari ibu
kasih sayang itu tidak pernah kurang atau lupa dari ibu
ibu, aku selalu mengharapkan agar jalan yang kutempuh
adalah jalan yang arah ibu inginkan dan aku selalu mengharapkan
agar semua jalan yang kutempuh tidak pernah salah dan itu semua
ada doa-doa dari ibu

ibu, aku selalu berpikir, bahwa kasih dan sayang ibu luas,
terhampar seluas langit dan bumi, mengalir sejauh air mengalir,
selembut buliran hujan membasahi
tangan-tangan ibu ketika berdoa, selembut tetes hujan
melubangi batu dari harapan dan keinginannya
dan aku selalu sadar bahwa; dalam perut ibu tidak ada anak durhaka
dalam perut ibu, yang ada hanyalah butiran-butiran doa
untuk anak yang ibu kasihi

Syarifuddin Abé
Banda Aceh-Singkil-Yogyakarta-Jakarta, 2020-2021

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi