Ada Apa dengan Humor?

Oleh: Syarifuddin Abe

Menariknya; ketika orang mendengar kata ‘humor’ orang langsung dapat menebak dan menerka dengan sesuatu yang membuat orang tertawa. Ketika orang menjadi tertawa, orang tidak lagi memikirkan kepada sesuatu yang telah membuatnya susah atau sedih. Ada juga orang yang lagi marah, marahnya sudah di ubun-ubun kepala, tapi karena berjumpa dengan sesuatu yang bersifat humor, marahnya berhenti. Wajahnya yang awalnya lonjong tiba-tiba berubah bulat. Mulutnya yang mula-mula mengomel tidak jelas arah barat dan timur, tiba-tiba diam sambil mengkatup bibirnya rapat-rapat. Dasar yang namanya humor harus tertawa, ya akhirnya tertawa juga. Lupa dia lagi marah.

Ada orang yang selera humornya tinggi, orang pasti tahu, bahwa si fulan orangnya lucu, enak berteman dengannya, bikin tertawa melulu. Jangankan harus membuat lucu, melihatnya lewat di depan rumah saja orang langsung tertawa. Orang yang memiliki rasa humor sebernanya tidak perlu membuat sesuatu yang menjadikan orang tertawa, berdiri-duduk-jongkok bahkan tidur dan tengkurap, itu pun sudah dianggap lucu. Rupanya orang seperti ini seluruh anggota tubuhnya, apakah bergerak atau tidak, sudah dianggap lucu. Dan orang tertawa. Orang juga tidak hanya tertawa ketika humor hadir di depannya, kadang ketika sedang mengerjakan sesuatu, tawa itu hadir tanpa sengaja. Ia akan tertawa dan orang bertanya, kenapa tertawa?

Orang yang selera humornya tinggi, menjadi lintas batas. Tidak ada sekat baginya. Dunia tidak ada batas baginya. Ke mana pun ia pergi, ditunggu. Lewat saja, pasti dipanggil. Yang menyenanginya juga tidak tanggung-tanggung. Kalau dia hadir dalam situasi apa pun orang menjadi lupa; siapa dirinya? Yang terlintas di kepala orang-orang tersebut adalah telah hadir seseorang yang menyenangkan. Membawa kegembiraan dan kebahagiaan. Mereka menjadi lupa pada dirinya, seolah-olah yang ada di situ hanya orang yang membuat hatinya senang. Seolah-olah mereka tidak ada, seperti fana, yang ada di situ hanya orang yang sedang membuat diri mereka menjadi gembira. Terkadang dunia demikianlah adanya; kita ada, tapi seperti tidak ada. Kita tidak ada, tapi seperti ada. Seperti kata orang sufi; aku ada, tapi tiada. Aku tiada, yang ada hanya Dia.

Orang yang tidak memiliki rasa humor, bukan hanya terlihat dari wajahnya, kehidupannya pun tampak murung. Tegang tanpa amarah. Dunia seperti sebuah pesakitan dalam hidupnya. Yang dikejar selama hidup di dunia kebahagiaan, akan tetapi kebahagiaan juga tidak dikenalnya, bahkan kebahagiaan juga segan menghampirinya. Jangankan menghampirinya, wujud kebahagiaan juga sulit dikenalinya. Jangankan mengenalnya, definisi kebahagiaan juga masih simpang-siur bagi dirinya. Bukan tidak pernah bahagia dalam hidupnya, tapi memang bahagia tidak dikenalnya. Dalam hidupnya, hanya mengintip kebahagiaan orang saja. Orang boleh mengaku, “aku bahagia hari ini”, tapi dibalik itu, siapa yang tahu?

Makanya, menjadi orang yang memiliki rasa humor itu enak. Hakikatnya kita tidak punya musuh, malah disenangi oleh musuh. Yang menarik adalah tidak ada apa pun yang dapat membuat seseorang itu sedih. Rasa sedih hanya menyibukkan diri seseorang. Menurut Osho Rajneesh, sebagaimana dikutip oleh Fahruddin Faiz, yang sering dipanggil dengan Osho, merupakan seorang guru spiritualis, penentang norma-norma tradisional di India, ia telah memicu banyak kekaguman dan penuh kontroversial secara bersamaan. Menurut Osho, ketika kita tiba-tiba bertemu dengan seorang rohaniawan agama yang sama sekali tidak memiliki rasa humor, penuh kekakuan, penuh ego dan emosian. Orang seperti ini menurut Osho, tidak pernah lulus menjadi rohaniawan. Dia bukanlah rohaniawan sejati. Sesungguhnya, sangat banyak rahasia hidup yang sangat dalam dan itu hanya ada pada aspek humor.

Humor seperti sebuah rahasia, yang kerahasiaannya belum mampu untuk dipecahkan. Humor mampu merobohkan berbagai teori, sehingga humor telah mampu memberikan nuansa tersendiri kepada orang yang menyukai humor juga kepada orang yang memiliki rasa humor. Humor telah mampu melewati berbagai halangan dan rintangan dalam berbagai macam kehidupan, makanya orang yang menyukai dan orang yang memiliki rasa humor seperti tidak pernah mengalami apa pun dalam kehidupan mereka. Malah mereka seperti tidak mengalami peristiwa apa pun, tetap semangat dan optimis dalam mengahadapi segala persoalan. Bagi mereka, ‘masalah’ merupakan hal kecil, yang tidak perlu digubris dan tidak perlu terlalu serius ditanggapi, hidup tidak pernah luput dati masalah, cara yang terbaik menghadapi masalah adalah dengan kegembiraan, dan kegembiraan itu hanya ada dalam humor.

Seorang aktivis dari Australia yang juga dikenal sebagai penulis, Simon Wiesenthal (1908-2005) berkata, humor is the weapon of unarmed people. Humor menjadi senjata bagi masyarakat yang tidak memiliki senjata. Humor memang dapat membantu masyarakat yang tertindas untuk dapat tersenyum dalam suatu situasi yang menyakitkan bahkan dapat mengungkapkan ketidakadilan yang terjadi. Dengan humorlah, segala beban yang dialami oleh masyarakat dapat dilewatinya dengan perasaan yang ringan bahkan seperti tidak mengalami apa pun. Demikian juga yang disampaikan Phyllis Diller, senyum adalah lengkungan yang dapat meluruskan segalanya. Berapalah harga sebuah senyuman, kalau dengan tersenyum justru mampu menyelesaikan segala sesuatunya walau dalam keadaan serius yang penuh tekanan.

Humor bukanlah barang langka yang semakin lama semakin memudar. Tapi humor tetap sebagai barang langka yang tak mampu dihilangkan oleh orang-orang yang membencinya. Humor bukanlah lilin yang bias habis dan diredupkan, melainkan humor adalah matahari yang terus menyala. Tak pernah ada sekawanan teroris atau kartel mana pun yang mampu menawan atau menyelundupkan humor untuk hilang di muka bumi ini. Demikian juga tidak mungkin ekstremis atau para separatis bahkan para anarkis mana pun untuk melenyapkan humor, agar apa yang mereka lakukan tidak ada yang menertawakan. Tapi justru mereka terkadang tertawan dalam lingkaran humornya sendiri. Orang tidak mencibir perbuatan mereka, tapi mereka justru tertawa sendiri akibat kebodohannya yang kadangkala tergelicir oleh kesalahan yang tak diduganya. Humor adalah sebuah nasehat kepada siapa pun, ketika kebijaksanaan lahir dari sebuah penyesalan dari apa yang dilakukannya.

Bagi orang yang mampu menghayati tentang hidupnya, mereka akan berkesimpulan bahwa hidup ini sangat singkat, menjadi rugi kalau sepanjang hidupnya dijalani dengan serius. Itulah Rasulullah, sangat melarang umatnya tidak berputus asa. Hidup tidak hanya untuk hari ini, hidup hari ini adalah gambaran untuk yang akan datang, masa lalu adalah cerminan terkecil untuk kita tinggalkan dengan sekali-kali mengintipnya agar kita mampu merubah ke arah yang lebih baik. Ibarat kita mengendarai mobil, kaca mobil adalah masa depan dan spion adalah masa lalu. Kita terus memandang kaca mobil sambil mengendarainya, hanya sekali-kali memandang spion, agar tidak bersenggolan dengan orang lain, atau untuk memastikan bahwa kita benar-benar melewati jalan yang benar. Di sinilah gambarannya, masa depan adalah sesuatu yang besar, masa lalu adalah sesuatu yang kecil, ibarat kaca mobil dan spion itu.

Humor, sebagaimana dijelaskan oleh Yulius Eko Priyambodo (2014), boleh menjadi sebagai santapan rohani bagi jiwa, serta menjadi inspirasi terhadap sesama yang haus akan cinta dari Yang Ilahi (hiden sacra homini). Humor menjadi kekuatan kata-kata sebagai sebuah ekspresi terhadap kedamaian jiwa yang dapat memberikan penghibur bagi diri sendiri serta orang lain. Manusia sebagai sebuah persona, terkadang memiliki kerinduan untuk kembali kepada esensi terdasar dirinya, di sini manusia ingin menjadi pribadi bahagia. Sebagai makhluk yang berakal budi, memiliki perasaan, kehendak bebas bahkan memiliki hati nurani.

Manusia adalah makhluk berbicara serta sebagai makhluk yang tertawa, hal ini dikarenakan tertawa merupakan kodrat, benih serta ranah kehidupan manusia. Bagi manusia yang paham akan esensi hidup, maka tertawa dianggap sebagai rahmat Tuhan, kenikmatan yang tiada tara, sebuah permainan yang memiliki ekspresi diri, sebagai sindiran yang menyayat hati, hiburan yang tak pernah jemu, obat yang memiliki nilai penyembuhan, memiliki relasi harmonis sesama manusia serta merupakan sebuah kebijaksanaan batiniah. Tertawa adalah ciri manusia dan memiliki unsur ‘anugerah’ di dalamnya. Banyak orang menghabiskan harta dan hidupnya, hanya ingin tertawa. Tertawa bagi mereka dapat menyembuhkan sakitnya, menepis racun dalam darah, penawar penyembuhan, bagian dari olah raga, menghilangkan rasa sedih serta mengobati penyakit. Tertawa adalah unsur penyempurna dari sebuah peristiwa, dalam menjani hidup baru serta penuh warna dan aroma bersama orang-orang yang saling mengasihi.

Humor adalah sebuah kecerdasan. Kecerdasan humor adalah dalam memainkan kata dan kalimat atau dalam memilih kata dan kalimat. Kata dan kalimat itu diolah dengan baik sehingga menjadi susunan kata dan kalimat yang menghasilkan gelak tawa. Gelak tawa tidaklah menjadi tujuan akhir dari sebuah humor, namun gelak tawa adalah berhasil dan tidak berhasilnya sebuah humor ketika dilontarkan. Walaupun gelak tawa juga bukan tujuan akhir dari humor, namun setidaknya kerangka dari sebuah humor telah berhasil dilakukan. Tujuan akhir dari humor adalah makna yang disampaikan melalui kata dan kalimat serta kemampuan berpikir sehingga melahirkan gelak tawa, apakah itu oleh yang menikmati humor atau pada subjek yang menciptakan sebuah humor. Seandainya humor jauh dari sebuah kecerdasan, betapa horornya sebuah humor itu.

Humor merupakan sebuah kekuatan. Kekuatan dalam mengahadapi stress serta kekuatan dalam hal mempertahankan kesehatan. Stress dan gangguan kesehatan adalah sebuah masalah bagi manusia. Stress dapat mengganggu jiwa manusia, sedangkan gangguan kesehatan dapat menurunkan imun dalam tubuh manusia. Dengan senyum dan tertawa, selain dapat mengurangi stres, juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Dalam sebuah studi, senyum dan tertawa dapat meningkatkan produksi antibodi serta sel-sel kekebalan tubuh yang memiliki fungsi untuk melawan infeksi. Keberadaan humor, tidak hanya menjadika seseorang merasa lebih baik secara emosional, namun telah memberikan manfaat pada fisik secara nyata. Saat orang tertawa, tubuh mampu melepaskan endorfin, yang dikenal sebagai “hormon kebahagiaan”. Endorfin telah mampu membantu untuk mengurangi perasaan stress, meningkatkan mood secara keseluruhan. Demikian juga, dengan tertawa ternyata dapat menurunkan kadar kortisol, berupa hormon stres dalam tubuh. Kekuatan yang dimiliki humor ternyata dapat menjadi alat yang efektif dalam mengatasi tekanan sehari-hari.

Wal hasil, humor adalah sebuah permata, anugerah Tuhan yang tiada tara, yang hanya ditemukan oleh orang-orang cerdas dalam mengisi hidupnya dalam mencapai kegembiraan dan kebahagiaan. Sebaliknya, humor dianggap sesuatu yang mendatangkan dosa, wabah serta malapetaka oleh orang-orang yang melihat kehidupan seperti sebuah sakaratul maut. Orang cerdas adalah orang yang mampu memahami dan merasakan makna kebahagiaan syurga sejak di dunia, bukan ingin mendapatkannya ketika setelah kematian tiba. Wallahu’aklam bishawab

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi