Oleh T. Auliya Rahman, Ketua Pemuda Tani HKTI Abdya
Kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) yang dikenal dengan julukan Tanoh Breuh Sigeupai kini genap menginjak usia 22 Tahun. Kabupaten hasil pemekaran dari Aceh Selatan ini, walau masih bisa dibilang muda namun telah berhasil mengelola sektor pertanian dengan baik. Mulai dari pengembangan Varietas padi lokal “Breuh sigeupai”, serta keberhasilan menyumbangkan surplus beras 42 Ton pada panen raya 2022, hingga Jengkol Abdya yang menerima sertifikat Varietas Unggul Nasional.
Sejarah kegemilangan hasil pertanian di Abdya sendiri bukanlah hal yang baru, bahkan telah berlangsung sangat lama. Pada sekitar tahun 1830-an, Kerajaan Kuala Batee yang kini berada dalam wilayah Kabupaten ABDYA telah dikenal sebagai daerah penghasil komoditas rempah Lada unggulan. Tidak hanya di kawasan Nusantara kuno, namun juga mengundang para pedagang rempah dari Amerika Serikat untuk melakukan transaksi perdagangan ke Kuala Batee.
Bahkan transaksi perdagangan ini sempat memunculkan konflik internasional dan menjadi penyebab perang antara Militer Amerika Serikat dengan Kerajaan Kuala Batee. Sejarah ini telah dibukukan oleh ilmuwan sejarah Amerika Dr Ronald Knap dalam karyanya yang berjudul “Qualla Battoo”.
Kabupaten Abdya yang memiliki bentang alam perkebunan dan persawahan yang luas, serta didukung oleh posisi Teluk Surin yang lokasinya startegis di kawasan Barat Selatan Aceh (BARSELA), sangat berpotensi untuk menjadi pusat pertanian terintegrasi di kawasan Barsela. Dihapit oleh Kabupaten lain yang juga menjadi penghasil komoditas pertanian unggulan, seperti Sawit dari Nagan Raya, Pala dan Cengkeh dari Aceh Selatan, serta Nilam dari Aceh Jaya dan Singkil turut menjadi faktor pendukung kemajuan bidang Pertanian dan Agri Bisnis di Abdya khususnya dan Barsela serta Aceh umumnya.
Kini, setelah 22 Tahun berdiri, dan hampir 2 abad semenjak perang Lada antara Militer Amerika dengan Kerajaan Kuala Batee berlangsung, kita berharap Pemerintah Abdya serta Pemangku Kebijakan dapat lebih dan semakin serius memperhatikan sektor pertanian, agar kegemilangan masa lalu tidak hanya menjadi cerita yang dibukukan, dan impian untuk memajukan sektor Pertanian di Abdya tidak sekedar menjadi angan angan.
Politik menjadi panglima dalam pemerintahan. Sehingga menyebabkan kebijakan teknis dan strategis menjadi terabaikan. Apalagi bila pemimpin nya tidak punya komitmen yang kuat untuk memajukan program dan keunggulan daerah. Sektor riil dan strategis menjadi mati suri dan ditinggalkan masyarakat