Tantangan Hukum Ketenagakerjaan dalam Mengakomodasi BPJS untuk Pekerja Non-Formal

Oleh: Rahma Nabila Putri
Mahasiswa Hukum Universitas Bangka Belitung

Dalam era globalisasi dan perkembangan ekonomi yang pesat, sektor informal atau pekerja non-formal menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Namun, keberadaan pekerja non-formal sering kali diabaikan dalam konteks perlindungan hukum dan jaminan sosial, termasuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan diharapkan dapat menjamin kesejahteraan pekerja, termasuk mereka yang bekerja di sektor non-formal. Akan tetapi, berbagai tantangan hukum dan kebijakan masih menghalangi akses mereka terhadap jaminan sosial ini. Oleh karena itu, tantangan hukum ketenagakerjaan dalam mengakomodasi BPJS untuk pekerja non-formal menjadi isu yang sangat relevan untuk dibahas.

Salah satu tantangan terbesar bagi pekerja non-formal adalah keterbatasan akses dan informasi mengenai BPJS. Banyak pekerja di sektor ini tidak tahu tentang pentingnya mendaftar BPJS, baik Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 50% pekerja non-formal belum terdaftar sebagai peserta BPJS. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan kesulitan dalam proses pendaftaran. Proses pendaftaran BPJS bagi pekerja non-formal sering dianggap rumit dan tidak praktis. Banyak pekerja non-formal yang tidak memiliki dokumen identitas resmi atau bukti penghasilan yang diperlukan untuk mendaftar. Meskipun ada regulasi yang mengatur jaminan sosial, namun tidak ada ketentuan khusus yang secara eksplisit mengatur bagaimana pekerja non-formal dapat terdaftar dan mendapatkan manfaat dari BPJS. Banyak pekerja non-formal yang belum memahami pentingnya jaminan sosial, termasuk BPJS. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan informasi yang memadai dari pemerintah.

Jika dilihat dari stigma sosial pekerja non-formal sering kali dianggap sebagai kelompok masyarakat yang tidak memiliki hak-hak pekerja. Stigma ini menghalangi mereka untuk mengakses layanan jaminan sosial yang seharusnya menjadi hak mereka. Dimana dalam sistem hukum ketenagakerjaan di Indonesia lebih banyak mengatur pekerja formal. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur perlindungan bagi pekerja yang memiliki hubungan kerja formal, sementara pekerja non-formal sering kali tidak dilindungi oleh regulasi ini. Akibatnya, pekerja non-formal tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, termasuk jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. Ketidakpastian status pekerjaan menjadi hambatan lain dalam mengakses BPJS. Banyak pekerja non-formal tidak memiliki kontrak kerja yang jelas, yang menyulitkan mereka untuk mendaftar sebagai peserta BPJS. Dilihat pada Pasal 1 angka 3 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan itu mendefinisikan hubungan kerja formal, tetapi pekerja non-formal sering kali tidak dapat memenuhi kriteria ini, sehingga terabaikan dalam sistem jaminan sosial.

Untuk mengatasi tantangan hukum ketenagakerjaan dalam mengakomodasi BPJS untuk pekerja non-formal, beberapa langkah yang dapat diambil adalah seperti meningkatkan pentingnya edukasi dan kesadaran hukum bagi masyarakat, dimana pendidikan dan kesadaran akan jaminan sosial merupakan langkah penting untuk mengatasi tantangan ini. Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi tentang BPJS, termasuk manfaat dan proses pendaftarannya. Masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran pekerja non-formal tentang hak-hak mereka. Diperlukan juga regulasi yang lebih inklusif dan jelas mengenai perlindungan jaminan sosial bagi pekerja non-formal. Hal ini termasuk menyediakan mekanisme pendaftaran yang lebih sederhana dan aksesibilitas yang lebih baik. Untuk mengatasi tantangan tersebut bisa juga dengan melakukan kerja sama yang melibatkan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil untuk memberikan pelatihan dan informasi kepada pekerja non-formal mengenai hak-hak mereka dan cara mengakses jaminan sosial.

Mengakomodasi BPJS untuk pekerja non-formal merupakan tantangan besar dan memerlukan perhatian serius dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat untuk menciptakan sistem yang inklusif dan memastikan perlindungan bagi semua pekerja. Dengan adanya regulasi yang tepat dan upaya sosialisasi yang efektif, diharapkan pekerja non-formal dapat menikmati perlindungan jaminan sosial yang layak, sehingga kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional dapat lebih optimal. Sehingga dengan adanya regulasi yang lebih baik dan kesadaran yang tinggi, BPJS dapat menjadi jembatan menuju kesejahteraan bagi seluruh pekerja di Indonesia, tanpa terkecuali.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi