Sejarah Humor

Oleh: Syarifuddin Abe

Sejak kapan datangnya cinta?
Sejak mata mengirimnya ke hati.
Sejak kapan datangnya humor?
Sejak manusia diciptakan Ilahi.

Sulit sekali melacak, sejak kapan harusnya humor itu ada. Kalaupun ada (entah kapan?), apakah waktu itu orang sudah tahu, bahwa itu adalah humor? Kalau itu memang humor, apakah waktu itu ada yang tertawa? Terus, apakah humor itu mesti ada yang tertawa? Jawabannya adalah tidak atau terserah. Dikatakan ‘tidak’, karena humor memang tidak mesti ada yang tertawa. Dikatakan ‘terserah’, ya terserah menurut kepercayaannya masing-masing. Mau tertawa atau tidak, tidak akan terpengaruh apa-apa. Humor, walau tidak ada yang tertawa, tetap akan dianggap humor.

Ada juga yang menganggap, humor mulai ada sejak manusia mengenal bahasa atau bahkan lebih tua dari itu. Antara humor dan kegembiraan sangat berkaitan, karena humor memang melahirkan suatu suasana yang gembira. Makanya karena humor sebagai yang melahirkan rasa gembira, humor dianggap sebagai sesuatu yang menyatu dengan kelahiran manusia. Jadi, humor adalah sesuatu yang berhubungan dengan proses kelahiran manusia. Ketika Tuhan menciptakan Adam, sejak itu pula humor sudah ada. Apalagi ketika Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi teman, pendamping Adam. Maka mulailah humor itu ada.

Apa mungkin komunikasi dua sejoli itu (laki-laki + wanita) tegang atau tenang atau diam saja? Atau hanya mengintip-intip saja. Atau hanya memandang-pandang saja? Ah, tidak mungkin. Tuhan menciptakan Hawa tentu untuk melengkapi kehidupan Adam sebagai manusia, tentunya diciptakan disertai hasrat dan keinginan. Tidak ada yang salah. Semua sesuai konsep awal ketika Tuhan ingin menciptakan Adam dan Hawa. Dunia adalah sebuah tragedi. Dunia adalah panggung sandiwara. Dunia adalah awal manusia mengukir kisah dan cerita. Dunia adalah air yang mengalir tawa dan gembira. Apapun kejadian dan episodenya, pasti ada scenarionya. Demikian juga awal kehiran humor, pasti mengikuti scenario itu. Jelas ya?

Di Yunani, kelahiran humor bersamaan dengan ditemukannya kata ‘humor’ itu sendiri. Hal ini juga sesuai sejak dilacaknya asal-susul kata humor. Yang dalam bahasa Latin disebut “umor” yang berarti cairan. Oleh masyarakat Yunani, sejak 400 SM, menganggap suasana hati manusia sangat ditentukan oleh empat macam cairan itu, yaitu darah (sanguis), lendir (phlegm), empedu kuning (choler) dan empedu hitam (melancholy). Sehingga untuk menentukan suasana hati seseorang sangat ditentukan oleh cairan itu, yang apabila kelebihan salah satunya dari cairan itu akan berdampak pada suasana hati seseorang. Darah sangat menentukan kegembiraan seseorang, lendir menjadikan tenang atau dingin, empedu kuning sangat mementukan marah seseorang dan empedu hitam untuk suasana sedih. Cairan itu juga menentukan karakteristik seseorang, termasuk bila kekurangan darah menyebabkan orang tidak marah. Kelebihan empedu kuning membuat orang angkuh, pendendam, licik dan picir serta penuh ambisius (Manser, 1989).

Masih di Yunani, khususnya di Athena, pada masa Socrates (meninggal 399 SM), seorang murid dari Socrates, Aristhopanes (446-386 SM), seorang penyair, dramawan dan dikenal juga sebagai penulis drama komedi yang sangat masyhur dan ternama di Athena. Aristhophanes juga dikenal sebagai Bapak Komedi serta Pangeran Komedi Kuno. Kekuatan kemedinya pada humor-humor yang sangat lucu. Bahkan kekuatan ejekannya ditakuti dan diakui oleh orang-orang berpengaruh pada masa itu. Bahkan tak jarang, drama-dramanya dituduh memiliki unsur fitnah, hal ini dikaitkan dengan Socrates yang dituduh telah meracuni pikiran-pikiran pemuda Athena waktu itu. Dalam komedinya, Aristhopanes menghadirkan peran-peran komedi yang penuh humor serta tokoh-tokoh dan pikiran yang lazim ditonton di Athena dalam karyanya yang selalu menyebut sosok Socrates. Dalam komedi yang dipentaskan pada tahun 423 SM, dengan judul Burung-Burung dan Katak-Katak, sosok Socrates ditampilkan sebagai pelaku utama dalam naskah komedinya itu (Nurmaningsih, 2017).

Di Inggris, perkembangan humor terlembaga dengan baik sejak abad ke 16. Yang ditandai dengan munculnya penulis dan pemain teater humor, yang dalam perkembangannya kemudian dikenal dengan pemain komedi. Sebut saja komedian yang terkenal yaitu Ben Johnson, satu karyanya yang fenomenal “Man Out of His Humor”. Dalam karyanya tersebut memperlihatkan adanya dua bentuk humor yang berbeda dalarn kehidupan manusia, yaitu humor dalam bentuk kata-kata dan humor dalam bentuk tingkah laku. Abad ke 17, adalah zaman yang sangat pesat terhadap perkembangan humor di Inggris, secara khusus dalam dunia teater komedi dan naskah humor. Hal ini juga menjadi sangat berpengaruh secara khusus di Inggris dan perkembangannya di Eropa. Yang harus menjadi catatan secara lebih khusus lagi adalah perkembangan teater komedi menjadi tradisi pada masa-masa selanjutnya.

Secara khusus juga, pada pertengahan abad ke 18, teater humor sangat digemari sehingga bermetamorfosa menjadi satire. Hingga pada akhir abad ke 18, bentuk teater ini menjadi mode yang kemudian sangat berpengaruh dan tentunya menjadi referensi bentuk teater di seluruh daratan Eropa. Abad ke 19, humor di Eropa menentukan bentuk baru dalam wujud komik yang melahirkan berbagai bentuk karya komik hingga mendunia. Abad itu ditandai dengan munculnya berbagai macam komik humor dari Jeman, yang kemudian menjadi kegemaran seluruh daratan Eropa bahkan sampai ke daratan Amerika dan Asia.

Sejak awal abad ke 20, humor menjadi salah satu objek penelitian yang menarik dan melahirkan banyak tulisan mengenai humor. Tulisan mengenai humor diterbitkan oleh para ilmuan dari berbagai cabang ilmu sosial, yang secara lebih khusus adalah perspektif tentang dari sudut pandang psikologi. Di Eropa dan Amerika, humor menjadi bagian dari kehidupan mereka. Humor juga dianggap sebagai suatu seni yang setara dengan ilmu seni lainnya. Awal abad ke 20, perkembangan humor memasuki era baru. Humor kemudian mendominasi dalam pementasan teater dan film komedi. Humor ditampilkan dengan penuh semangat dalam media massa dan perfilman. Di Inggris lahir comedian terkenal Charles Chaplin (1889-1977) yang tampil sebagai Tramp, ia menjadi komedian terkenal di dunia humor modern (Hrndarto, 1990).

Apa yang dilakukan oleh Chaplin kemudian juga diikuti oleh Rowan Adkinson atau yang lebih dikenal dengan Mr. Bean. Sejak abad itu pula, mulai bermunculan tokoh-tokoh komedi ternama bahkan ada yang menjadi ikon dunia. Di Amerika Serikat ada Jim Norton, George Carlin, Woody Allen, Bill Cosby, Jim Carrey dan yang lainnya. Di Perancil ada; Gad Elmale, Florence Foresti, Baptiste Lecaplain, Dany Boon, Malik Bentalha, Kolom, Muriel Robin, Farid Chopel dan sebagainya serta masih banyak lagi yang lahir dan besar di negaranya masing-masing.

Dalam dunia Islam sejak abad ke 9, telah ada humor, atau lebih dikenal dengan humor sufi. Humor sufi adalah humor yang mengandung tasawuf, yang telah ada sejak awal Islam hadir. Tasawuf adalah intisari dari keseluruhan ajaran para Nabi dan Rasul dan mencapai kesempurnaannya pada zaman Rasulullah Sayyidina Muhammad Saw., yang selanjutnya diwarisi kepada para sahabat, para Tabi’in, hingga tersebar keseluruh dunia hingga saat ini. Humor-humor sufi penuh nasehat dan sindiran. Sebut saja Abu Nawas yang nama aslinya Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami, atau Abū-Nuwās, merupakan seorang pujangga Arab. Dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya. Bagi bangsa Indonesia, Abu Nawas dikenal karena kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik yang dibungkus dengan humor. Ia seorang sufi, intelektual sekaligus seorang penyair yang hidup di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M).

Tokoh humor-sufi di dunia Islam lainnya adalah Nasruddin Hoja, merupakan tokoh yang unik abad ke 13, yang membuat orang-orang tertawa. Kehidupannya penuh hikmah serta banyak guyonan yang sarat dengan renungan. Kisah hidup dan humornya ditulis dan dibaca berabad-abad dalam tradisi Muslim yang belum pudar hingga saat ini. Nasruddin Hoja diyakini wafat sekitar umur 80 tahun. Nasruddin Hoja lahir di Kota Hoy, Azerbajan. Ia merupakan murid seorang mufassir Quran yang terkenal Fachruddin Ar- Razi di Herat. Sebuah sumber mengatakan Nasruddin lahir di Desa Hortu di Sivrihisar Turki. Makamnya di Turki, ada pintu masuk ke dalam kubah makam dengan pilar penyangga yang tinggi dan tidak terpagar. Di tempat ini juga sering digelar banyak festival, mulai dari musik hingga pembacaan cerita-cerita Nasrudin. Nasruddin diperkirakan meninggal pada tahun 683 Hijriyah (sekitar 1284-1285 M).

Sastra sufi yang dilingkupi humor, menjadi bagian terpenting dari keseluruhan khazanah intelektual Islam, apakah itu di dunia Arab, Persia, Eropa bahkan di dunia Melayu Nusantara. Humor sufi juga merupakan salah satu dari warisan peradaban Islam yang relevan bahkan sangat diminati, humor sufi diminati karena penuh pesan dan nasehat yang rasional dan tercerahkan. Tokoh sufi yang penuh humor dan banyolan, dikenal juga dengan kecerdasannya, aneh, jenaka, kadang-kadang tampil dengan ketololannya. Kehadiran humor sufi di samping menambah khazanah humor di dunia Islam bahkan dunia, juga dianggap membawa pesan-pesan moral dan kesadaran bagi siapa saja yang merenungkannya. Humor sufi tidak hanya kuat pada lucunya, namun sangat mencerahkan pada nilai-nilai yang dikandunginya (Iwan Marwan, 2015).

Di Indonesia humor menjadi bagian dari kesenian rakyat. Masyarakat Indonesia kemudian menjadikan humor atau komedi sebagai daya tarik dalam sebuah penampilan dalam bentuk teater, drama, sandiwara dan sebagainya. Di Jawa humor ditampilkan dalam kesenian ludruk, lenong, reog, ketoprak, calung, maknyong, wayang kulit, wayang golek dan dalam bentuk kesenian lainnya. Humor menjadi bagian penunjang dalam setiap pementasan bahkan humor menjadi daya tarik sendiri bagi penonton yang hadir. Akibat dari itu semua, humor kemudian lahir dalam bentuk lawak, dagelan, banyolan, dan sebagainya. Pada awal perkembangannya, di Indonesia kemudian muncul berbagai group lawak, seperti Atmonadi Cs, Kwartet Jaya, Loka Ria, Srimulat, Surya Group, Jayakarta Group, Ateng Cs, Pelita Group, Ria Jenaka (Yusrin Ahmad Tosepu, 2020). Akibat dari itu semua, humor juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi, hal ini terjadi setelah lahir dan munculnya tokoh kuat dalam bidang lawak dan komedi dan juga menjadikan humor memiliki pengaruh tersendiri di hati masyarakat, seperti kehadiran Benyamin S, Bing Slamet, S Bagio, Gepeng, Kabayan, Mat Solar, DKI Group (Dono, Kasino dan Indro), Bagito Group, Kadir, Doyok, Mandra, Olga Saputra, Sule, dan sebagainya.

Menurut Bambang Suryadi (2019), perkembangan humor di Indonesia pada era 90-an terbentuk dalam tiga katagori, yaitu dalam bentuk buku-buku, humor dalam media elektronik dan humor yang lahir dalam klub-klub tawa. Pertama, dalam bentuk buku humor, oleh Suryadi dalam kurun waktu tahun 2002-2013 mencatat terdapat sedikitnya 13 buku humor, di antaranya; 365 Hari Hua Ha Ha Ha dan buku Politik dan Seks Hua Ha Ha Ha, karya Tim Hua Ha Ha (2002), Humor Populer karya Alimin (2005), Humor Gaul, karya Kandy Irawan (2005), Nabi Aja Bercanda, Humor Rasulullah dan Orang-Orang Saleh karya Dwi Bagus (2006), 100 Kisah Jenaka untuk Anak Muslim, karya Gamal Kamandoko (2009), Nguping Jakarta, karya Kuping Kiri & Kuping Kanan (2011), 99 Canda Penyegar Jiwa, karya Abu Tamnais (2012). Sebagai perbandingannya, di Malaysia ada buku humor best seller, karya David Tong (2010) yang berjudul Laughter, The Best Medicine Malaysia.

Kedua, humor di media elektronik, seperti radio dan televisi. banyak acara televisi yang menjadikan humor, komedi, lawak sebagai bumbu untuk menggait penonton. Terdapat beberapa acara televisi yang telah menaikkan ratingnya. Seperti Warkop DKI, Group Lawak Srimulat, Group Patrio, Ekastravaganza, Bajaj Bajuri, Republik BBM (Benar-Benar Mabuk), Opera Van Java, Stand Up Komedi, API (Akademi Pelawak Indonesia), Sketsa, Sentilan Sentilun, Bukan Empat Mata. Ketiga, selain buku-buku dan program humor di televisi, juga ada klub KTCS atau lebih dikenal dengan Klub Tawa Ceria Sehat. Klub ini pertama sekali melaksanakan kegiatannya pada tahun Februari 2011 dan setiap dua minggu sekali melakukan kegiatan di Monas. Klub KTCS untuk menjadi anggota tidak memungut biaya serta memiliki motto 5S, yaitu Sehat, Sukses, Senang, Sadar Selalu. Kegiatan tertawa bersama KTCS dikemas dalam topic yang disepakati.

Di Aceh, humor juga menjadi daya terik sendiri, tidak hanya dalam bentuk group-group sandiwara, humor juga menjadi daya tarik sendiri bagi penceramah-penceramah agama. Walaupun di Aceh humor sempat dianggap sesuatu yang tabu, namun bagi masyarakat memiliki daya tarik tersendiri. Humor telah menjadi pelipurlara bagi masyarakat Aceh, yang sepanjang hidupnya diliputi berbagai gejolak yang berbau politik secara berkepanjangan hubungan antara Aceh dan Jakarta. Di Aceh oleh Sulaiman Djuned mencatat humor awalnya hadir dalam bentuk sandiwara keliling yang dikenal dengan Gelanggang Labu yaitu merupakan sandiwara keliling tradisional Aceh. Sandiwara keliling yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Sandiwara ini mulai tumbuh dari sebuah desa di Aceh Utara, tepatnya di Panton labu. Ketika sandiwara ini mulai merakyat, dan diterima di tengah-tengah masyarakat lalu dijulukilah dengan istilah Gelanggang Labu. Awal tahun 70-an mulai menjamur grup-grup sandiwara di seluruh Aceh, diantaranya yang terkenal, seperti; Benteng Harapan, Jeumpa Aceh, Sinar Jeumpa, Sinar Desa, Sinar Harapan, Mutiara Jeumpa, Seulanga Dara, Cakradonya, dan Geunta Aceh.

Perkembangan humor di Aceh era 80-an, tidak dapat dilupakan dengan hadirnya Udin Pelor. Tokoh yang fenomenal, pemain sandiwara, penjual obat dan membintangi film. Kehadiran Udin Pelor di tengah-tengah masyarakat juga sangat menggugah dan menghibur masyarakat Aceh. Sehingga keberadaan Udin Pelor menjadi kesan tersendiri dalam hidup masyarakat Aceh. Perkembangan humor di Aceh, era 90-an diawali munculnya Apa Gense dengan Apa Lambak yang kemudian memancing tokoh-tokoh sandiwara Geulanggang Labu ikut turun gunung. Tokoh-tokoh humor di Aceh kemudian hadir dalam bentuk film dan sandiwara yang dicopy dalam bentuk CD. Mereka semua hadir dan meramaikan dunia humor dalam masyarakat Aceh. Lahirnya Apa Kapluk, Apa Lahu, Mando Gapi, Bergek, Da Maneh, Pak Salam Pasar Pagi dan lain sebagainya.

Walaupun humor terdapat dalam semua masyarakat di dunia, penerimaan dan perkembangannya berbeda oleh masyarakat di hampir seluruh dunia. Penerimaan masyarakat ada yang terbuka, ada yang selektif bahkan ada yang membatasi dalam penerimaannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Goldstein dan McGhee (1972), dalam sebuah masyarakat yang fanatik beragama, humor diterima sangat terbatas dan kurang berkembang bahkan ada yang beranggapan humor bertentangan dengan ajaran agama. Aspek sosiologis humor akan selalu terjadi, humor hanya akan terjadi di antara orang-orang tertentu saja, seorang mertua dan menantu tidak mungkin dapat melahirkan peristiwa humor dalam waktu bersamaan. Demikian juga humor pada masyarakat yang suka hura-hura, sebagaimana pada masyarakat Amerika Latin, peristiwa humor dapat terjadi di antara siapa saja, hubungan kekerabatan bukan penghalang terjadinya peristiwa humor.

Wallahu’aklam bis shawab.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi