Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Jual Beli Online Dalam Hukum Perdata

Oleh : Inez Faiza Syafiyah
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (UBB)

Dalam konteks perdagangan elektronik yang semakin meluas, penyelesaian sengketa wanprestasi dalam transaksi jual beli online menjadi fokus penting dalam hukum perdata. Wanprestasi, yang merujuk pada ketidakpenuhan prestasi atau kewajiban oleh salah satu pihak dalam suatu perjanjian.

Dalam konteks ini terjadi jika penjual tidak mengirimkan barang sesuai kesepakatan, jika barang yang diterima tidak sesuai deskripsi atau kualitas yang dijanjikan, atau jika pembayaran tidak sesuai kesepakatan.

Meskipun tidak ada kontrak fisik yang ditandatangani secara langsung, tetapi melalui tindakan seperti menekan tombol “Checkout” pada platform e-commerce, pengguna secara efektif menyetujui syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh penjual, yang merupakan inti dari sebuah perjanjian. Oleh karena itu, meskipun berlangsung secara online, transaksi jual beli ini masih dianggap sebagai perjanjian yang diatur oleh hukum perdata seperti yang di atur dalam Pasal 1458 BW.

Perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimana diatur dalam pasal 1320 tentang perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, suatu sebab yang halal dan suatu hal tertentu.

Juga di atur dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE. Penyelesaian sengketa wanprestasi dalam jual beli online melibatkan pasal-pasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya Pasal 1234-1261 yang mengatur tentang kontrak jual beli termasuk ketentuan-ketentuan mengenai wanprestasi dan konsekuensi hukumnya.

Selain itu, Pasal 1266-1290 KUHPerdata juga dapat diterapkan dalam konteks penyelesaian sengketa wanprestasi tersebut. Seperti Pasal 1243 KUHPer yang mana pembeli harus membayar ganti rugi kepada penjual. Kemudian Pasal 1267 KUHPer, yaitu harus menerima pemutusan perjanjian dan disertai dengan pembayaran ganti rugi. Juga pasal 1237 ayat (2) KUHPer mengenai harus menerima peralihan resiko sejak saat terjadinya wansprestasi.

Lalu bagaimana wanprestasi perjanjian jual beli online itu dikatakan sah dalam hukum perdata? Perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimana diatur dalam pasal 1320 yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian dianggap sah jika terdapat kesepakatan, pihak yang berwenang, suatu sebab yang halal, dan objek yang pasti.

Hal lain seperti jika tindakan yang menyebabkan wanprestasi melanggar hukum atau kode etik yang berlaku (Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016) ataupun perjanjian yang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Masalah ini juga dapat digolongkan kedalam bedrog atau penipuan, Pasal 1321 jo Pasal 1328 KUH Perdata mengatur mengenai pembatalan transaksi.

Dengan begitu, sangat penting untuk memastikan transparansi dan kejujuran dalam transaksi online guna menghindari wanprestasi. Mengetahui hak dan kewajiban konsumen dapat membantu mengurangi potensi sengketa. Platform e-commerce perlu meningkatkan mekanisme penyelesaian sengketa dan perlindungan konsumen demi pengalaman berbelanja yang aman dan terpercaya. Dengan demikian, keadilan dapat diwujudkan dalam setiap transaksi online.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi