Oleh Syarifuddin Abe
Siapa yang tidak kenal Socrates? Filsuf Yunani asal Athena yang lahir pada 470 SM dan meninggal 299 SM. Ayahnya dikenal sebagai seorang pembuat patung dari batu dan ibunya seorang bidan. Keinginan sejak kecilnya adalah meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai pemahat batu, namun dalam perjalanan hidupnya ia mengubah haluannya yaitu menjadi pemikir. Socrates adalah orang yang asyik, memahami kisah dan perjalanan hidupnya pun asyik bahkan mendalami pemikirannya juga asyik. Dari apa yang ditampilkan oleh Socrates sekaligus pemikirannya adalah tamparan terbaik bagi yang memahami dan mendalaminya. Tidak hanya dibikin bingung, kaget, meledak-ledak, tapi juga bisa tersenyum dan tertawa. Socrates adalah kompleksitas dari sebuah ironi.
Ketika kita ingin memahami dan mendalami masalah humor, Socrates juga memiliki pandangan tersendiri terhadap humor. Socrates adalah orang yang meragukan nilai humor yang mengarah kepada merendahkan dan mentertawakan orang lain. Baginya humor harus berdasarkan kebijaksanaan dan pengetahuan yang dimiliki manusia agar dapat menjauhkan manusia dari hal-hal yang tidak stabil dan kacau dalam masyarakat. Humor harus ada dasarnya, harus kuat faktanya, maka kebijaksanaan dan pengetahuan yang tidak kuat dasarnya akan merugikan. Selaras dengan apa yang ingin ditunjukkan oleh Socrates dalam kesehariannya di Athena, semasa hidupnya. Semua tingkah laku dan kepribadian Socrates, pada prinsipnya adalah humor yang berjalan yang memancarkan nilai-nilai kebijaksanaan dan pengetahuan yang mengiringi makna dari kebenaran yang dicarinya. Socrates adalah humor yang langsung dibaca semasa hidupnya walau tidak tertulis.
Terlepas dari pandangan Socrates terhadap humor itu. Walaupun Socrates sebagai sosok yang serius, namun dia tidak dapat dilihat sebagai orang yang serius, karena Socrates merupakan sosok lucu dan aneh, dikatakan lucu dan aneh karena terlalu serius pembawaannya. Di sinilah kita dapat berperan secara bersamaan, seseorang boleh hadir sebagai sosok yang lucu sekaligus serius, begitulah sosok Socrates di tengah kota Athena, Yunani. Banyak sekali sisi-sisi kehidupan Socrates yang menarik diulas secara pendekatan humor, walaupun tidak cukup kata dan halaman untuk kita tulis. Dari sisi humor, kehidupan Socrates telah banyak memberikan kotribusi sebagai alat untuk mengembangkan humor. Sisi-sisi kehidupan Socrates di samping membingungkan, aneh, meledak-ledak bahkan bikin kita tertawa, lalu bingung, lalu berpikir. Namun apapun maksudnya, semuanya rasional dan dapat diterima akal sehat. Bagi Socrates tidak ada orang yang bijaksana di atas dunia ini kecuali orang yang memiliki banyak pengetahuannya, walau seseorang banyak pengetahuannya namun ia mesti seperti orang yang tidak tahu apa-apa.
Dalam hidupnya, Socrates selalu menghindar untuk tidak menggurui orang lain. Ia selalu ingin belajar kepada siapa saja, siapa saja ia jumpai ia akan bertanya dan bertanya. Sebagaimana dituturkan Fahruddin Faiz dalam bukunya Filosof Juga Manusia (2020), Socrates yang merupakan sesepuh dan tetua para filsuf memiliki kisah unik yang menyindir manusia tanpa kenal usia zaman. Socrates orang yang gemar ke pasar, selalu bolak-balik ke pasar. Ke pasar bukan untuk membeli sesuatu, hanya suka berjalan-jalan sembari melihat-lihat saja. Suatu ketika, ada temannya dan merasa heran melihat Socrates, hingga suatu ketika teman Socrates ini bertanya, kenapa ia sering ke pasar tapi tidak membeli sesuatu pun? Socrates menjawab, “Aku selalu senang melihat berapa banyak barang yang tidak aku butuhkan.”.
Sosok Socrates seperti menyinggung kita, ia hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang dungu dan tidak tahu apa-apa, padahal ia merupakan seorang guru, ulama filsafat, yang mengajar kebijaksanaan. Orang yang tak pernah berhenti mengejar kebenaran. Sosok yang menyadarkan manusia taat kepada hukum. Yang paling tinggi dari pelajaran yang dihadirkan oleh sosok Socrates adalah, hadirnya kita di dunia bagaikan gelas kosong. Ke mana kaki melangkah, Socrates seperti gelas kosong yang selalu ingin di isi. Akibatnya, di Athena apabila orang bertemu dengan Socrates pasti menghindar dan bersembunyi, mereka takut menjadi bulan-bulanan Socrates dengan berbagai pertanyaan dan pertanyaan itu tidak pernah selesai dijawab sampai orang yang menjawab keluar matanya dan berkeringat di kepalanya, sampai orang yang menjawab buntu jawabannya.
Apapun yang dilakukan oleh Socrates bukan sekadar ingin tahu, melainkan bertanya demi pengetahuannya sendiri. Socrates menemui siapa saja yang ia suka, ia menemui seorang tukang untuk bertanya cara bertukang. Ia bertemu seorang pelukis untuk bertanya tentang keindahan. Ia menemui seorang prajurit untuk bertanya cara belajar berperang. Ia bertemu seorang politikus untuk bertanya cara berpolitik yang baik dan santun serta menyenangkan. Bahkan, Socrates menemui siapa saja yang memiliki keahlian dibidangnya, berbagai macam pertanyaan itu demi memantik ilmu pengetahuan dan dibalik itu semua Socrates mengajar kita mencari kebenaran tanpa harus putus asa.
Rif’an Anwar dalam anekdotnya (2011), pernah menulis begini, suatu ketika seorang peramal menyebutkan bahwa orang yang paling bijaksana di kota Athena adalah Socrates. Waktu Socrates mendengar pernyataan tersebut, Socrates malah bengong, diam seribu bahasa, dalam hatinya ia bertanya, “baru sekarang nih, fitnah ada di depan hidung?”. Malah hampir semua orang kebingungan, orang bertanya dan bertanya, “apa benar Socrates seorang yang bijaksana?”, termasuk Soren Kierkegaard, filsuf eksistensialisme dari Denmark mendengarnya. Apakah mungkin seorang Socrates disebut sebagai orang bijaksana? Padahal ia selalu mengakui dirinya tidak tahu apa-apa? Kierkegaard saking bingungnya, melalui disertasinya menyelidiki kasus tersebut. Hingga menyimpulkan adanya ‘kebenaran eksistensialis’, yang kebenaran ini tidak dapat dikomunikasikan secara langsung, namun inilah pengetahuan yang terpenting.
Kebenaran eksistensialis itu sifatnya sangat subyektif. Kebenaran ini menyangkut hakikat kedalaman eksistensi manusia, sangat khas bagi setiap individu. Kebenaran seperti ini hanya dapat disampaikan dengan komunikasi tidak langsung, maksudnya kita memerlukan ironi demi untuk mengungkapkannya. Ironi itu mengungkapkan lebih banyak dari yang sebenarnya atau mengatakan kebalikan dari yang sebenarnya. Pada sisi ini, Socrates menggunakan ironi dalam berfilsafat dan bentuk ironi Socrates adalah kata-kata itu sendiri, yaitu ketidaktahuannya itu. Pada saat Socrates mengakui, aku tahu bahwa aku tidak tahu apa-apa, menurut Kierkegaard pada hakikatnya dalam hati terdalam Socrates mengejek kita semua, termasuk orang mengikuti dan mendalami pemikiran Socrates sendiri; sebenarnya itu semua masih jauh lebih banyak dari yang kita ketahui. Ironis bukan?
Socrates juga dikenal sebagai filsuf yang tidak menarik, wajahnya jelek, pakaiannya sederhana malah sering terlihat kumal, ke manapun pergi tak pernah memakai alas kaki, apakah sandal atau sepatu. Malah Socrates dikenal sebagai sosok yang kuat, ia sosok yang tidak peduli pada panas dan dingin, lapar dan haus, hal inilah yang mengherakan orang kepadanya. Bahkan ketika menjalani tugas militer, berperang antara Athena melawan Sparta, Socrates adalah sosok yang tangguh dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Ketika keadaan sulit karena terputus perbekalan, ia sanggup bertahan walau tanpa makanan untuk berangkat berperang, malah Socrates tetap terlihat perkasa dibandingkan prajurit yang lain. Dalam suasana cuaca beku, ia tak menghiraukan rasa dingin, ia mampu melangkah di atas beku es dengan berpakaian sebagaimana biasanya, kumal bahkan selalu terlihat bertelanjang dada. Socrates juga dikenal sebagai pribadi yang jarang minum anggur, tapi ketika ia doyan, ia mampu minum melebihi dari orang lain minum.
Seperti diceritakan Gunawan Mohammad (2012), apapun kesimpulan terhadap Socrates, namun ia adalah orang arif serta baik budinya bahkan ia adalah sosok yang telah menjadikan hidup anak-anak muda di Athena bermakna, bahkan Socrates berkata, “kehidupan yang tak pernah dihayati dan direnungkan adalah kehidupan yang tidak berharga”. Bagi Socrates bertanya adalah sebuah dialektika mencari kebenaran. Socrates ingin berdiskusi dengan siapa saja yang ia jumpai, tapi tidak terbetik sedikitpun dihatinya untuk mengajari orang lain. Ia terus bertanya, apa yang alim, apa yang tak alim, apa yang adil apa yang tak adil, apa yang sehat apa yang gila. Tak pernah berhenti bertanya, apakah ia pergi ke pekan, ke Palaestra, ke Gimnasium, entah ke mana lagi, ia terus saja bertanya. “Bukankah jalan yang dibuat menuju ke Athena sebagai tempat untuk bercakap-cakap?”, Tanya Socrates.
Dialektika yang dikembangkan oleh Socrates disebut juga sebagai metode kebidanan (maieutikos). Metode ini ia dapatkan dari ibunya yang kebetulan adalah seorang bidan. Socrates mengamati bagaimana ibunya membantu persalinan, akibatnya ia menerapkan proses persalinan itu dalam mengembangkan pengetahuannya itu. Metode kebidanan merupakan metode yang dipakai Socrates untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran universal terhadap individu yang dilakukan dengan berdialog. Tujuannya adalah untuk mengetahui isi dari pikiran atau jiwa manusia. Dengan metode kebidanan, Sokrates mencoba memberi pemahaman filsafat dan kesadaran kepada anak-anak muda Athena mengenai sesuatu yang telah dipahaminya. Asumsi yang dibangun Socrates dalam metode ini ingin menyadari manusia bahwa dalam hidupnya memiliki pengetahuan bawaan.
Dalam salah satu bab Dialog Plato, Socrates menerapkan maieutikos pada metodenya dalam memunculkan ide-ide baru melalui penalaran dan dialog. Menurutnya teknik ini analog dengan yang digunakan bidan ketika melahirkan bayi. Seorang guru yang menggunakan metode maieutic, dapat juga dianggap sebagai bidan intelektual yang membantu siswa dalam memunculkan ide-ide dan konsepsi yang sebelumnya terpendam di kedalaman pikirannya. Pemikiran filsafat Sokrates bertujuan untuk mengenal manusia dengan memahami alam semesta melalui teori. Perhatian utama dalam pemikiran filsafat Socrates adalah mengenai persoalan hakikat dari kehidupan manusia. Socrates telah mengubah perhatian filsafat yang ia pahami pada masanya, yaitu dari filsafat menyelidiki tentang alam menjadi filsafat yang berfokus pada diri manusia.
Socrates dasarnya memang lucu dan aneh. Kalau kata orang, kalau orang dasarnya lucu, apapun yang dilakukannya juga mengarah kepada sesuatu yang lucu. Demikian juga dengan Socrates, hampir semua yang membahas tentang profil dan perjalanan hidup Socrates, akan menyimpulkan Socrates adalah sosok yang aneh dan lucu. Tidak hanya sampai di situ, Socrates juga digambarkan memiliki potongan tubuhnya pendek, gemuk, memiliki mulut yang lebar, hidungnya besar dan pesek bahkan memiliki mata yang menjorok ke luar.
Tubuh Socates tersebut tidak sebagaimana kebanyakan orang Yunani yang terkenal tegap dan menawan, melainkan tubuhnya sebagaimana yang saya gambarkan seperti di atas. Namun demikian, kekurangannya itu dapat tertutup dengan kelebihan kepribadian yang Socrates miliki, di samping juga Socrates dikenal memiliki budi pekerti yang luhur. Walau tubuhnya gemuk dan pendek, Socrates memiliki tubuh yang sangat kuat jasmaninya bahkan tahan mengahadapi berbagai cobaan dan rintangan dalam hidup. Socrates juga memiliki jiwa nasionalisme terhadap negaranya yang ia buktikan dengan membaktikan dirinya untuk Athena dalam peperangan. Dalam hidupnya Socrates juga pernah terjun ke dunia politik di masa hidupnya namun gagal.
Socrates juga dikenal sebagai orang yang tidak dapat menulis dan membaca. Anehnya, ia merupakan sosok yang tampak bodoh tapi pandai bahkan bijaksana. Pergaulannya juga tidak pernah memandang status, ia tidak pernah berbuat jahat kepada siapapun, ia bergaul dengan siapa saja dari semua lapisan sosial dan umur. Ia bergaul dengan orang kaya dan miskin, demikian juga dengan yang tua dan muda. Karena tidak bisa membaca dan menulis, maka ajaran filsafatnya tentu tidak pernah ia tulis, Socrates melakukannya dengan perbuatan serta dengan cara hidupnya. Makanya, oleh orang-orang di Athena termasuk oleh murid-muridnya, ia adalah sosok yang adil, penuh sopan dan santun, tidak pernah mengganggu orang lain, walaupun ada juga orang-orang yang merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang mentok jawaban di akhirnya. Ia juga dikenal dengan sosok sederhana, perilakunya murni, selalu berkata terus terang, selalu terlihat riang dan gembira, cekatan, tenang bahkan suka bergurau yang membikin orang tertawa (Annisa Khansa Labibah, 2023).
Jaya Suprana dalam Humorologi-nya, (2013) menjelaskan bahwa, gaya dialog bidanisme Socrates yang kebenaran atau kekhayalannya menjadi kurang jelas akibat sekadar dikononkan oleh muridnya Plato. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk humor dalam arti permainan logika bukan kelas main-main. Banyak sekali anekdot perihal permainan logika Socrates tanpa adanya kejelasan siapa yang menggagasnya. Sebagai sebuah contoh, ada seorang serdadu yang sedang mengejar seseorang yang secara kebetulan lewat dihadapan Socrates. Serdadu itu berkata kepada Socrates, “tangkap dia”, tapi Socrates diam saja, tidak melakukan apa-apa, sehingga orang yang dikejar tidak terlihat lagi. Akibatnya, serdadu itu mengomeli Socrates, “kenapa kamu tidak mau menangkap orang itu, dia pembunuh!”, lalu Socrates bertanya, “pembunuh? Apa yang ia lakukan?”, Tanya Socrates. Serdadu jengkel menjadi-jadi dan berteriak kepada Socrates, “Pembunuh adalah seseorang yang melakukan pembunuhan, tahu!”.
Diakhir tulisan ini saya menyampaikan bahwa, semua orang tahu bahwa istri Socrates jelek, kulitnya hitam, bodoh dan kejam. Setiap hari kerjanya merepet terus, siapa saja yang mendengar, saking tidak sanggup mendengar, sampai menutup telinga segala. Tapi bagi Socrates itu biasa saja. Hingga suatu ketika, salah satu muridnya bertanya, “Tuan Guru, apakah Tuan Guru tidak menyesal mendapatkan isteri seperti itu, apa tidak ada rencana mencari yang lain saja, kami sendiri sudah capek melihat Tuan Guru dibuat seperti itu”. Mendengar muridnya berkata demikian, Socrates malah berkata, “Ya, saya senang isteri saya seperti itu, dengan begitu, setiap hari saya dapat melatih kesabaran saya”. Mendengar jawaban Socrates demikian, sang murid terdiam bengong. Sungguh ironi!
Leave a Review