Oleh AHMADI SOFYAN
KEYAKINAN itu bukan penampilan, tapi iya ada di dalam qolbu terdalam. Jadi walau sudah berpindah agama, penampilan saya tidak berubah, tak harus pakai kopiah, sebab kopiah bukan tanda orang Islam. Islam itu agama modern dan termodernkan, agama yang up to date, relevan dengan segala zaman….
(Hongky Listiyadhi)
PULUHAN tahun silam saya mengenal sosok ini, yang mengenalkan adalah Zulkarnain Karim (Pak Zul), Walikota Pangkalpinang 2003 – 2008 & 2008 – 2013. Penampilannya sedikit mirip Bob Sadino, sepatu, celana pendek dan kaos. Badannya tegap, mata sipit, selenge’an dan rambut dikuncir. Penampilan rambut dikuncir inilah seringkali saya gojlokin: “Cen bekuncit sikok abang lah agik di Bangka Belitung ne” (China bekuncir hanya tinggal abang di Bangka Belitung ini). Owner Swiss Belhotel Pangkalpinang dan La Terrase Café ini dikenal sangat bersahaja dan berpenampilan sangat santai. Dialah Hongky Listiyadhi, yang dikenal sebagai sejarawan & budayawan Tionghua dan Arsitek. Keturunan Kapiten Lay ke-5 ini adalah seorang muslim dan arsitek Masjid Raya Tua Tunu Kota Pangkalpinang.
Dipercaya menjadi arsitek Masjid Raya Tuatunu bukanlah ditunjuk oleh pejabat atau ditawarin apalagi menawarkan diri, tapi justru “dibai’at” ditengah ratusan masyarakat Tuatunu. “Kami memohon kepada Bapak Hongky Listiyadhi untuk menjadi arsitek pembangunan Masjid Raya Tuatunu. Apakah bapak bersedia?” pertanyaan itu masih terngiang-ngiang di telinga Hongky yang kala itu merasa “dibai’at” dihadapan ratusan masyarakat Tuatunu agar berkenan menjadi aristek Masjid kebanggaan mereka.
Kediaman Hongky Listiyadhi dan keluarga di Jalan Sudirman (bekas Kantor Cabang Kimia Farma dan Apotik Wijaya, sekarang La Terasse Café dan Swiss Belhotel). Kediamannya setiap hari didatangi para pedagang dari Tuatunu. “Setiap hari datang 3 – 5 orang ke rumah, salah satunya adalah Haji Husein, Bendahara Pembangunan Masjid Raya Tuatunu” cerita Hongky kepada Penulis. Melihat isteri Hongky, Endang Sri Hastuti, SH memakai hijab, warga Tuatunu ini heran dan bertanya: “Pak Hongky muslim aok?” pertanyaan ini pun diiyakan oleh sang isteri. Memang, Hongky bukanlah sosok yang suka menceritakan tentang dirinya, apalagi soal agama pilihannya kepada orang lain. Beliau sosok yang lebih senang bercerita tentang karya dan konsep masa depan.
Selanjutnya, kediaman Hongky Listiyadhi didatangi serombongan tokoh masyarakat Tuatunu. Ada belasan orang kala itu yang datang dengan menggunakan kendaraan roda 4. Kepada ayah 2 orang anak ini, mereka meminta kesediaannya untuk berkenan ikut rapat Panitia Pembangunan Masjid Raya Tuatunu bersama masyarakat. Kepada Hongky juga mereka meminta untuk dapat menghadirkan Walikota Pangkalpinang, Zulkarnain Karim. Malam yang ditentukan, Hongky pun datang ke Rumah Dinas Walikota guna menjemput Walikota, Zulkarnain Karim. Akhirnya mereka berdua datang ke Tuatunu. Hongky yang menyetir dan Walikota duduk di samping “Pak Sopir” (Hongky). Memang Zulkarnain Karim ini dikenal sangat bersahaja, sering pergi keluar tanpa mobil dinas dan 10 tahun jadi Walikota tidak punya ajudan. Begitulah Hongky akhirnya benar-benar membawa Walikota ke hadapan masyarakat Tuatunu yang sudah menunggu di sebuah rumah yang telah dibebaskan untuk pembangunan Masjid. Menurut Hongky, penggagas Masjid Raya Tuatunu, Haji Ahmad Saat (tokoh masyarakat Tuatunu) adalah orang yang sangat berjasa dalam berdirinya Masjid kebanggaan masyarakat ini.
Ternyata, rapat malam itu, Panitia Pembangunan Masjid Raya Tuatunu bersama warga ingin meminta kesediaan Hongky Listiyadhi menjadi arsitek Masjid yang akan dibangun. “Malam itu saya benar-benar dibai’at, langsung ditanya apakah bersedia atau tidak dan ditanya berapa mereka harus membayar saya sebagai aristek?”. Akhirnya Hongky Listiyadhi pun menyatakan kesediaannya. Lantas soal bayaran beliau menyatakan tidak ada biaya sama sekali. Tapi juga Hongky tidak mau mengeluarkan biaya pribadi. “1 lembar kertas fhotocopy, tetap harus tanggungjawab Panitia, tapi untuk dirinya sebagai arisitek dan kawan-kawan perencanaan, tidak ada bayaran sama sekali alias gratis”. Mendengar kesediaan dan pernyataan Hongky Listiyadhi ini, Masyarakat pun terharu bahkan ada yang meneteskan air mata kebahagiaan, karena harapan besar masyarakat untuk membangun Masjid Raya kebanggaan di daerah ini akan segera terwujudkan.
Sebagai Arsitek, Hongky pun membentuk Tim Perencanaan dengan melibatkan 2 orang putra Bangka Belitung yang kala itu masih berstatus mahasiswa sedang kuliah di Palembang, yaitu David Thendourie dan Ika Dinro Paisa. Selain itu, Hongky juga meminta kepada Panitia untuk membentuk Tim 7, yang berisikan 7 warga Tuatunu. Tim 7 inilah yang nantinya menjadi komunikator bagi Hongky dan kawan-kawan dalam segala perencanaan pembangunan Masjid.
Masjid & Umat Bagaikan Ikan dan Air
MENDAPAT amanah langsung sebagai arsitek pembangunan Masjid Raya Tuatunu, membuat Hongky harus benar-benar menyelami kehidupan masyarakat Tuatunu. Hampir setiap hari ia berada di Tuatunu, duduk di depan area rencana pembangunan Masjid, diskusi dengan warga, bergaul dengan masyarakat dan melihat bangunan-bangunan rumah masyarakat di Tuatunu. Sampai-sampai sosok Hongky yang unik dengan rambut kuncir “Cen Bekuncit” (China rambut di kuncir) tidak hanya dikenal oleh tokoh Masyarakat Tuatunu, tapi juga oleh anak-anak kecil. “Saya sering disapa anak-anak kecil di Tuatunu, Om Hongky…. rasanya senang banget”, kenang Hongky mengingat kenangan indah membangun Masjid Raya Tuatunu Pangkalpinang.
Makanya hingga hari ini, tak heran jika kegiatan-kegiatan besar di Tuatunu, terutama di Masjid Raya, Hongky Listiyadhi selalu diundang dan sampai hari ini beliau sering didatangi masyarakat tuatunu untuk sekedar diskusi. Sebab, dirinya sudah dianggap bagian dari masyarakat Tuatunu. Seperti kemaren, (Minggu 24 Maret 2024), dilaksanakan Buka Puasa Bersama sekaligus liputan “Jejak Petualang” Stasiun Televisi Trans 7 yang mengambil moment “budaya nganggung”. Hongky Listiyadhi bersama Pj. Gubernur, Safrizal ZA, hadir di Masjid Raya Tuatunu. Kegiatan yang dihadiri ratusan masyarakat dan tokoh ini, ternyata sempat ada orag yang rese’ dengan menyebutkan Pj. Gubernur Safrizal membawa Hongky Listiyadhi ke Masjid. Sebab Hongky Listiyadhi disangka bukan muslim, sehingga dianggap merusak marwah negeri Melayu. Hal rese’ yang didasari ketidaktahuan namun selalu pengen punya suara agar dianggap ada (“mina minta tegur”: istilah orangtua tempo doeloe), beginilah jadinya, “tukang karoh yang selalu bikin keroh”. Padahal untuk dianggap ada dan punya nilai, tak harus melulu bersuara, tapi berkarya dan memiliki prestasi dan karakter diri yang menguatkan bahwa kita punya nilai kehidupan ditengah Masyarakat. Berapa banyak orang-orang berjasa dan berprestasi serta penuh karya di negeri ini adalah orang-orang yang tak bersuara.
Kembali ke soal Masjid Raya Tuatunu, jika kita melihat fisiknya (arsitektur), nampak sekali keunikan dan kemegahannya. Menurut Hongky, bentuk dan arsitektur Masjid ini terinspirasi dari bentuk rumah-rumah tua warga Tuatunu. Konsepnya bagaimana Masjid kebanggaan ini tidak terpisahkan dari kehidupan Masyarakat Tuatunu. Masjid dan umat bagaikan air dan ikan. Selain itu, terinspirasi dari buah (biji) karet yang konsepnya ditutup oleh tudung saji. Filosofi dari sini menurut Hongky, biji karet adalah rezeki dan tudung saji itu adalah penutup. Rezeki agar ia bersih dari debu dan kuman, ditutupi biar higienis untuk dinikmati bersama sebagaimana filosofi Dulang dan Tudung Saji sebagai budaya masyarakat Bangka Belitung.
Menurut Hongky, Panitia Pembangunan Masjid Raya Tuatunu sangat menginginkan memiliki Masjid yang besar, yakni dengan lebar 50 meter. Keinginan ini saya penuhi, dari ujung teras ke ujung teras ukurannya 50 meter. Ruang dalam 29 meter dan selasar 10 meter kanan dan kiri. Juga Masjid ini dilengkapi fasilitas untuk disabilitas termasuk tempat wudhu disabilitas. Menara Masjid ini pun memiliki ketinggian 49 meter, Menara Masjid tertinggi di Bangka Belitung. Soundsystem memakai merek Bose yang konon setara dengan soundsystem yang ada di Masjidil Haram serta beduk digital.
Pembangunan Masjid Raya Tuatunu ini memakan waktu selama 2 tahun. Tepat tanggal 20 Maret 2008 M/12 Robiul Awal 1429 H, Masjid ini diresmikan oleh Meteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI, Taufik Effendi dengan didampingi Walikota Pangkalpinang, Zulkarnain Karim. Sosok Pak Zul selaku Walikota Pangkalpinang menyerahkan sepenuhnya Pembangunan Masjid Raya Tuatunu ini kepada masyarakat Tuatunu dan Hongky Listiyadhi. Karena menurut Pak Zul pembangunan Masjid jangan jadi alat politik dan legacy pemimpin untuk pencitraan. Pembangunan Masjid Raya Tuatunu 100 persen keinginan dan kepentingan umat. Sehingga jangan sampai menjadi “masjid politik kepentingan elite”.
Dalam peresmian Masjid Raya Tuatunu, oleh masyarakat dan Panitia Pembangunan Masjid, Hongky Listiyadhi diminta memberikan sambutan. “Saya menahan tangis, haru sekali, sampai sekarang masyarakat Tuatunu adalah bagian dari diri saya, makanya sampai sekarang warga Tuatunu selalu rajin komunikasi dengan saya” ujar Hongky Listiyadhi.
Kamis, 31 Juli 2008, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) & Ani Yudhoyuno beserta Menteri Kabinet RI memperingatai Isra’ Mi’raj Nasional di Masjid Raya Tuatunu. Dengan didampingi Gubernur Eko Maulana Ali dan Walikota Zulkarnain Karim, kehadiran orang nomor 1 di Republik ini membuat keberadaan Masjid Raya Tua Tunu menjadi semakin membanggakan, terlebih bagi masyarakat Tuatunu. Apalagi, Masjid Raya Tuatunu masuk dalam 100 Masjid terindah di Indonesia.
Sosok Hongky memang tak ingin disebut-sebut memiliki jasa, namun Ketika ada suara sumbang yang menyebut kehadirannya di Masjid Raya Tuatunu saat berbuka puasa Bersama Pj. Gubernur Safrizal ZA kemaren dianggap merusak marwah Melayu sebab dikira dirinya non muslim, membuat masyarakat Tuatunu dan beberapa sahabat dekat Hongky Listiyadhi serta keluarganya menjadi sedikit murka. Padahal, bukan hanya Masjid Raya Tuatunu, tapi banyak bangunan lain yang diarsiteki oleh Hongky Listiyadhi, termasuk Masjid At-Taqwa Semabung Pangkalpinang.
Memilih Islam di Usia Muda
TAHUN 1987, kala sedang menempuh kuliah S-1 di Universitas Tarumanegara Jakarta, tepatnya di semester 3, Hongky Listiyadhi menyatakan diri masuk Islam dengan bersyahadat di Musholla kediaman Ustadz Mulia Tarmizi (Mubaligh yang kerap tampil di stasiun tivi, TPI), di Kompleks Angkatan Laut (AL) Cinere Jakarta Selatan. Sebagai salah satu saksi keislaman Hongky Listiyadhi adalah Jenderal Bintang 1 AL, Laksamana Pertama, Joko Supriadi. Keduanya (Ustadz Mulia Tarmizi & Joko Supriadi) turut hadir dalam peresmian Masjid Raya Tuatunu.
Hongky Listiyadhi menikahi gadis Kebumen, Endang Sri Hastuti pada tahun 1996 dan memperoleh 2 orang putri, Auriska Martha (Co Produser Film “Budi Pekerti”) dan Aulia Oktadiputri (eks Editor Majalah News Week Tokyo). Hongky Listiyadhi mengawali pendidikannya di SD Budi Mulia Pangkalpinang, SMP PAX Jakarta dan SMA Regina Facis Jakarta. Sedangkan S1 dan S2 jurusan Aristektur di Universitas Tarumanegara. Hongky Listiyadhi adalah pemerkarsa berdirinya jurusan Arsitektur Universitas Bangka Belitung (UBB).
Mengapa memilih Islam? Kepada Penulis, Hongky Listiyadhi kerapkali menyatakan bahwa Agama Islam adalah agama yang sangat modern dan termodernkan, maju termajukan, sesuai dengan perkembangan zaman, up to date dan relevan dengan perkembangan zaman. Hanya saja banyak orang Islam yang kerdil dan mengerdilkan syiar agamanya sendiri. Budaya dan agama itu berbeda, agama pun masuk ke dalam budaya dan berada bersama kehidupan masyarakat. Islam itu bukan penampilan, berjubah, bergamis dan berkopiah. Jangan dikira yang tidak berkopiah bukan Islam dan jangan pula yang bergamis dan berjubah serta berkopiah dianggap Islam. Agama Islam itu sangat terbuka dan menyenangkan, cuma seglintir umat yang seringkali berperilaku meresahkan. Dalam hal ini, Penulis teringat kalimat satir yang mengkategorikan umat Islam itu ada 3 jenis: (1) Muslim Beriman (2) Muslim Musiman (3) Muslim Musingin. Yang kategori “Muslim Musingin” ini yang paling sering menampilkan diri dan berkoar-koar, sehingga meresahkan ketenangan dan kenyamanan umat lainnya.
Hongky Listiyadhi seorang muslim, namun ia tidak lupa akan akar darimana ia berasal, budaya Tionghua (leluhur) selalu melekat dalam kehidupannya. Sebab budaya dan agama jelas berbeda. Keimanan dan keislaman seseorang tidak melulu diukur dari penampilan atau busana. Hongky Listiyadhi seorang pengusaha, tapi ia punya karakter pribadi tak harus menunjukkan bahwa dirinya adalah pengusaha biar dianggap berkelas, penampilannya tetap seniman yang slenge’an. Bahkan beberapa waktu lalu, Pj. Gubernur Safrizal ZA pernah bercerita kepada Penulis: “Selama beberapa bulan di Bangka Belitung ini, saya baru mau bertemu pengusaha 1 orang, yaitu Hongky Listiyadhi, yang lain belum berani saya bertemu, sebab belum tahu siapa dan bagaimana orangnya”. Mendengar itu, saya langsung membantah: “Siapa bilang Hongky Listiyadhi pengusaha? Dia itu seniman yang kebetulan punya Hotel dan Restoran” protes saya ini disambut tawa Pj. Gubernur.
Tak hanya soal jasa dan apa yang sudah dilakukan sebagai seorang muslim, dirinya seorang pengusaha besar saja, Hongky tak menunjukkan itu. Saking santainya, jangan heran kalau dia sering kemana-mana numpang mobil penulis, sebab mobil Taft Feroza tahun 1986 yang dia beli seharga 23 juta itu sering mogok. Begitulah Hongky Listiyadhi, selalu unik dan santai menikmati kehidupannya, yakni keislamannya, ke-bangka-belitung-annya dan ke-tionghua-an dan ke-melayu-annya.
AHMADI SOFYAN, dikenal panggilan Atok Kulop. Alumni Pondok Pesantren Al-Islam Kemuja dan KMI Pondok Modern Al-Barokah Kertosono Nganjuk Jawa Timur. Menempuh Pendidikan tinggi di Kota Malang Jawa Timur. Telah menulis 1.000-an opini di media cetak dan online, serta 80-an buku dan novel. Kesehariannya banyak dihabiskan di Kebun tepi Sungai di Desa Kemuja.
Leave a Review