Oleh Zulfata. Chief Executive Officer (CEO) Media Katacyber.com
Program pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran terkait makan siang gratis terus menjadi sorotan. Uci coba program tersebut semakin gencar dilakukan di berbagai wilayah Indonesia, beberapa di antaranya adalah wilayah Banten, Aceh dan Nusa Tenggara Timur. Sebagai program perdana yang dilakukan secara skala nasional di Indonesia mungkin masih dianggap wajar jika masih ditemukan kekurangan pada beberapa sisi. Namun demikian, upaya penguatan dan penyempurnaan program makan siang mesti dilakukan secara berkelanjutan.
Derasnya kritik yang bersarang pada program tersebut sejatinya juga bagian dari upaya memperkuat, selain dapat menjadi perspektif pembanding, juga dapat meningkatkan daya ketelitian dan efisiensi dalam pelaksanaan program makan siang gratis tersebut. Dalam konteks ini, melihat program makan siang tidak bisa semata-mata dari sektor sumber anggaran atau besarnya anggaran yang dikucurkan pemerintah. Sisi dampaknya juga mesti dilirik, di antaranya adalah munculnya daya dorong dalam penguatan ekonomi lokal.
Melalui kebijakan/peraturan yang pro-rakyat, program makan siang gratis tidak hanya berdampak pada biologis-inteligensia siswa, tetapi juga mengerek sektor ekonomi lainnya, seperti meningkatkan perdagangan lokal, ketahanan pangan lokal, pelestarian makanan tradisional, hingga mendorong peningkatan tenaga kerja sektor jasa dan pertanian di tingkat lokal. Artinya, program makan siang gratis dapat disebut sebagai pemicu peningkatan ekonomi level kabupaten/kota.
Pada posisi ini, cara main dan aturan main pelaksanaan program makan siang gratis mesti membuka peluang bagi warga daerah setempat di mana sekolah yang mendapat program makan siang gratis berada. Dapat dibayangkan betapa bergeliatnya ekonomi lokal saat setiap sekolah di kabupaten/kota meningkatkan permintaan komoditas warga lokal, apakah itu di sektor pertanian seperti sayur-sayuran, buah-buahan, perikanan, beras lokal hingga jasa lainnya.
Dalam pelaksanaan ini pula, setiap daerah mesti mampu mengawal agar pelaksana atau badan pelaksana program makan siang gratis tidak menjadi ladang baru korupsi di tingkat lokal. Hadirnya program makan siang gratis harus dipandang sebagai peluang peningkatan ekonomi kerakyatan oleh pemerintah daerah. Sehingga pemerintah daerah jangan sempat menjadi “penghalang” penguatan ekonomi lokal berbasis multi efek program makan siang gartis.
Demikian halnya dengan kepala dinas pendidikan, kepala sekolah hingga guru, jangan sempat gagal fokus dari tugas pokok dan fungsinya saat program makan siang gratis berjalan secara massif. Upaya tenaga pendidik yang ingin mencari pekerjaan sampingan melalui program makan siang gratis mesti dihindari dan ditutup rapat-rapat. Garis pembatas dan fungsi antara penyuplai bahan baku, pelaksana hingga penerima manfaat harus diatur secara jelas dan tegas.
Semangat penguatan ekonomi lokal mesti dijadikan motivasi bersama dalam merumuskan program makan siang gratis di seluruh wilayah Indonesia. Siapa yang mengawasi dan siapa yang melaksanakan mesti dijamin untuk bebas dari praktik gratifikasi atau kompromi politik-koruptif. Hasil panen petani lokal atau produk lokal mesti menjadi prioritas dalam mengisi kebutuhan makan siang gratis.
Keberadaan program makan siang gratis telah membuka ruang bagi terjalinnya kolaborasi efektif antara rakyat sebagai petani, pedagang, penyedia jasa dengan birokrat pemerintah daerah. Partisipasi publik, terutama di kalangan masyarakat desa serta insan pers tidak boleh lengah. Tanpa partisipasi publik yang terdampak seperti petani lokal, pedagang lokal atau pedagang tradisional, maka praktik oligarki level daerah akan menelan program makan siang gratis melalui berbagai jejaring tim sukses politiknya.
Yang mesti digarisbawahi adalah program makan siang gratis memang produk politik, namu saat sampai ke bawah, tiba ke masyarakat, harus jauh dari praktik politik politisasi setingkat kabupaten/kota. Sebab program makan siang gratis akan menjadi progam andalan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia pelajar dan menciptakan daya dorong pertumbukan ekonomi kelas bawah. Masyarakat dalam kontek petani lokal, pedagang lokal serta pelaku usaha kelas menengah ke bawah mesti terus dilindungi dari tangan-tangan jahil yang sejak hari ini telah mengintip peluang untuk dapat bermain serong di balik program makan siang gratis.
Tentu, dalam upaya menyukseskan program makan siang gratis secara tepat sasaran membutuhkan perjuangan politik kerakyatan yang tidak semudah membalik telapak tangan. Terlebih praktik kompromi politik antara birokrat dan pemodal semakin menguat seiring meningkatnya praktik politik padat modal. Atas tantangan yang besar itulah program makan siang gratis harus terus dikawal dan diberikan masukan, baik dalam tahapan pembentukan kebijakan, pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi atasnama kepentingan rakyat. Rasionalnya, mengapa di negara lain program makan siang gratis dapat berjalan dengan lancar dan sukses? Lantas bagaimana di Indonesia?
Leave a Review