Katacyber.com | Aceh Tengah – Kader HMI Cabang Takengon Fauzan Akbar mempertanyakan upaya Pemkab Aceh Tengah terkait Danau Laut Tawar/ Lut Tawar yang tercemar sampah dan perlunya mewujudkan IPAL.
Saat mendengar kata “Aceh Tengah” hal yang pertama terbesik di hati-pikiran kita adalah Danau Laut Tawar/Lut Tawar. Danau ini merupakan yang sangat indah. Keindahan danau ini bisa kita nikmati dari berbagai sudut dan jarak. Kalau dari jauh, kita bisa menikmati keelokannya dari lokasi diantaranya puncak Pantan Terong dan Puncak Origon Tingkem. Dari dekat, kita bisa melihat riak gelombang air danau dari tepian kampung Mendale, dekat dengan kota Takengon atau di Pantai Menye di kampung Kala Bintang di sudut timur danau. Ungkap Fauzan Akbar, kepada media ini saat dihubungi. Rabu (17/04/2024).
Danau yang ada di dataran tinggi Aceh ini, berada 1.500 meter di atas permukaan laut dan terletak di bibir Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Luasnya mencapai 5.472 hektar dengan panjang 17 kilometer dan lebar 3,219 kilometer.
Namun ada yang membuat kita sedikit kurang nyaman tatkala menikmati danau ini dari jarak dekat. Ya, dari dalam air danau, terlihat sejumlah sampah. Sampah ini bukan sampah seperti daun kayu atau ranting tanaman saja, tapi sampah plastik dan sejenisnya. Pertanyaan, sebenarnya sampah ini dari mana? Apakah sampah dari rumah tangga, sampah yang dibuang wisatawan atau sengaja danau indah ini dijadikan tempat sampah? Kalau dilihat dari bentuknya sampah yang ada di dalam air danau Laut Tawar, sebagian besar adalah plastik kresek/asoy, sedotan, botol air mineral dan beberapa styrofoam tempat makanan serta beberapa sampah anorganik lainnya. Sebut Fauzan.
Nah kita bisa berasumsi, ini pasti berasal dari wisatawan dan limbah rumah tangga. Namun, apakah tidak ada larangan dari pengelola wisata atau pemerintah kepada pengunjung, untuk tidak buang sampah sembarang? Sebenarnya pemerintah dan pengelola wisata sudah membuat sejumlah himbauan dan larangan agar pengunjung dan masyarakat di sekitar danau untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan beberapa tempat wisata utama telah tersedia tempat sampah. Namun, perilaku dan kesadaran pengunjung lokasi wisata dan masyarakat sepertinya masih jauh dari harapan pemerintah dan penggiat lingkungan hidup. Sampah, terutama yang berasal dari plastik bukan hanya menganggu keindahan danau Laut Tawar. Papar Fauzan.
Sampah yang menumpuk dan mengendapkan dalam danau bisa berakibat fatal bagi manusia, terutama dari ikan yang dikonsumsi. Danau laut tawar terkenal dengan sumber perikanan air tawar yaitu ikan Depik (Rasbora tawarensis) dan beberapa jenis ikan lainnya yang dipelihara mengunakan keramba apung atau “ikan liar” yang langsung dijaring atau ditangkap nelayan tradisional. Di danau ini juga ada 37 jenis ikan. Ikan di sini ada yang dijual kepasar dan dikonsumsi oleh masyarakat. Jelas Fauzan.
Namun ada satu hal yang tidak kita sadari saat mengkonsumsi ikan, yaitu kita telah ikut memakan mikroplastik yang juga dimakan oleh ikan tersebut. Nah, kembali kepersoalan sampah di Danau Laut Tawar. Apakah pemerintah Aceh Tengah sadar akan terancamnya Danau Laut Tawar oleh sampah? Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang saat ini di pimpin PJ bupati Ir. T. Mirzuan, M.T sebenarnya sudah menyadari akan situasi- kondisi ini.
Hal itu dibuktikan ketika eks bupati Aceh Tengah periode 2017-2022 Drs. Shabela Abubakar, M.I.Kom. mengadakan pertemuan dengan LSM, Camat dan Reje di oproom kantor Bupati beberapa tahun silam. Beliau mengibaratkan Danau Laut Tawar sudah seperti “Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terbesar” di Aceh Tengah.
Risau memang. Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai kecil yang mengarah danau merupakan faktor utama menumpuknya sampah di Danau Laut Tawar. Perilaku masyarakat ini tentu saja sangat berkontribusi terhadap menumpuknya sampah ke dalam danau terbesar.
Disamping itu mengutip dari beberapa sumber, saat ini Aceh Tengah juga sedang menghadapi masalah rumit tentang pengelolaan sampah. Kabupaten Aceh Tengah memang punya TPA Uwer Tetemi, yang di Kecamatan Silih Nara. Namun TPA ini sudah tidak mampu lagi menampung jumlah sampah masyarakat Aceh Tengah yang sangat banyak, teruntuk kota Takengon. Apalagi TPA Uwer Tetemi, luasnya hanya 2 hektar, padahal setiap harinya puluhan ton sampah dibuang ketempat tersebut. Untuk itu Pemkab Aceh Tengah berencana membangun TPA baru di kawasan Kampung Blang Kekumur, Kecamatan Celala semoga cepat terealisasi. Ungkap Fauzan.
Tapi apakah harus menunggu TPA baru untuk menyadarkan masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan? Kita semua tentu saja berharap danau laut tawar akan tetap indah dipandang mata, tertata dengan baik dan tidak menjadi tempat pembuangan akhir sampah dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Terkait IPAL (Izin Pembuangan Air Limbah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tengah melihat data terakhir hasil konsolidasi bersih semester kedua tahun 2022 lalu jumlah penduduk Aceh Tengah sudah mencapai 222.558 jiwa. Seyogyanya sistema itu cepat diluncurkan.
Cara kerja IPAL yaitu melibatkan serangkaian proses untuk menghilangkan kontaminan dan menciptakan air yang aman untuk dibuang kembali ke lingkungan atau untuk penggunaan kembali.
Lantas mengapa IPAL Penting? IPAL penting karena dapat membantu mengurangi dampak negatif limbah terhadap lingkungan dan kesehatan. Salah satu alasan utama untuk melakukan penerbitan-pemeliharaan IPAL adalah untuk mengurangi pencemaran lingkungan. IPAL berperan dalam mengolah air limbah domestik/pribumi sebelum dilepaskan kembali ke lingkungan. Perlu diperhatikan juga tanpa pemeliharaan yang baik, IPAL dapat menjadi sumber pencemaran yang serius. Jelas Fauzan.
Harapan kita semua tentu saja mengelukan danau laut tawar akan tetap indah dipandang mata, tertata dengan baik nan tidak menjadi tempat pembuangan akhir sampah dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Mari kita jadikan Danau Laut Tawar contoh destinasi wisata yang indah dan bebas sampah. Tutup Fauzan Akbar.
Leave a Review