Tanggapi Kontroversi Buku Bubarkan HMI, Begini Penjelasan Mantum PB HMI 1976-1978

Buku Bubarkan HMI? yang sejak terbit tahun 2021 terus mengalami kontroversi di kalangan pembaca di Indonesia

katacyber.com Jakarta – Buku yang berjudul Bubarkan HMI?” semakin kontroversial, terutama di kalangan keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Minggu (03/03/2024). Hal sedemikian terjadi bukan saja sejak awal buku itu diluncurkan pada tahun 2021 oleh Penerbit Bambu Kuning, kontroversialnya terus menyala ke segala penjuru tanah air.

Berdasarkan penulusuran katacyber.com, buku tersebut telah dibedah dan didiskusikan di berbagai kabupaten/kota/provinsi se-Indonesia, di antaranya adalah Medan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Sumatera Barat hingga Papua.

Chumaidi Syarief Romas, yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PB HMI  1976-1978 angkat bicara di tengah respons kontroversial buku tersebut. Berikut uraian Chumaidi terkait buku kontroversial tersebut.

“Buku BUBARKAN HMI? berisi pemikiran kritis yang tajam semata, dari sosok kader yang sudah menjalani kehidupan pribadi dan lahir dari semangat perjuangan yang teguh namun melihat sosok HMI yang busuk dan buruk yang dipertontonkan oleh PB HMI produk Konggres Surabaya tahun 2021. Produk Kongres yang cidera baik moral maupun konstitusional terutama dari proses perjalanan kongres untuk segmen pemilihan Ketua Umum PB HMI yang tak layak ditonton peserta maupun dalam tradisi kongres HMI.
Tradisi berkongres HMI selama ini terasa meniru budaya parpol yakni praktek politik yang mendasarkan pada “kapitalisme” yang melakukan transaksi keuangan, baik yang dilakukan di internal sesama kader maupun dari kekuatan eksternal non-HMI. Budaya ini sangat membahayakan kehidupan HMI di masa depan bahkan bisa melumpuhkan dan mematikan perjuangan HMI. Praktek-praktek semacam ini akan membuka lebar lebar tuntutan penguasa untuk melibatkan diri ke dalam HMI terutama dalam proses pemilihan Ketum PB HMI dimana kekuatan dananya dapat membeli para paserta kongres untuk maksud tersebut. Bahkan praktek-praktek pencalonan di dalam internal dengan melaksanakan syarat yang transaksional antara cabang-cabang dengan calon-calon Ketum akan menjadi bom waktu konflik-konflik di seluruh Indonesia.
Bahaya ini sudah mencuat di depan kader HMI. Apalagi solusi dalam mengatasinya, PB HMI dengan Ketum yang terpilih melakukan susunan pengurus yang bercorak transaksional dan dengan membuat faksi-faksi/gerbong-gerbong dengan alasan untuk kestabilan pengurus yang disusun, sehingga jumlah pengurus seperti dalam struktur personalia parpol, ratusan personalia.
Jumlah personalia pengurus yang sangat gemuk itu pada kenyataannya justru menjadi bumerang terhadap kinerja pengurus yang kacau dalam mengambil keputusan organisasi. Terjadi berbagai macam konflik internal antar gerbong/faksi dalam kepengurusan. Struktur pengurus yang gemuk selalu berakibat tidak efektif dan efisien sekaligus gerak organisasi yang lamban dalam aktifitas/gerak. Hal ini berakibat menumpuk berbagai masalah tanpa solusi yang solid.
Penumpukan masalah dengan sedikit solusi sangat mungkin terjadi apatisme internal yang berdampak kepada cabang-cabang HMI, berdampak pada pelemahan organisasi dibarengi kerancuan kebijaksanaan yang rentan perpecahan internal HMI hingga akhir periode kepengurusan atau jelang kongres berikutnya. Suara keras “bubarkan” adalah fenomena perpecahan internal HMI yang harus dicari solusinya oleh PB HMI, bila tidak mampu meredam gejolak ini maka akan ada bahaya terbesar yakni ikut campur tangan dari luar organisasi. Bahkan kekuatan “islamophobia” akan menghancurkan HMI sebagaimna tahun 1965 oleh PKI.
Satu-satunya untuk mengatasi gejolak-gejolak tersebut adalah solusi “musyawarah” atau “islah” atas dasar keislaman bukan AD/ART semata secara tulus dan terbuka. TEGAKKAN GERAKAN MORAL/AKHLAK BANGSA karakter independensi etis, seharusnya HMI tidak memiliki ideologi politik apapun kecuali idealisme keislaman yang tercermin dalam NDP HMI yakni TURUT AL QUR’AN & HADIS JALAN KESELAMATAN. Bahagia HMI. Pancasila sebagai dasar negara menjadi kewajiban setiap kader HMI bertanggung jawab untuk mengisi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya guna mengisi kemerdekaan dalam mencapai keadilan dan kemakmuran bangsa yang diridhoi Alloh SWT.
Sebagai gerakan moral dengan sifat independen maka kekuatan moral HMI tidak pantas mengikuti pola-pola budaya parpol tetapi gerak perjuangannya mencerminkan diri sebagai Hamba Alloh/insan pengabdi ilahi, bukan pengabdi kekuasaan dan keuangan/ politik uang. Sebagai hamba ilahi harus mampu bersuara dan mensyiarkan nilai-nilai kebenaran, kemanusiaan yang adil dan beradab, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sinilah diperlukan sikap patriotik sebagaimana diwariskan oleh para pendiri HMI. Keberanian berkorban jiwa raga HMI dalam menumpas ideologi sesat PKI pada Peristiwa Madiun bersam Tentara Nasional dan Aksi Polisional Penjajah Belanda tahun 1948, satu tahun memasuki era poskolonialisme. Begitulah HMI sejak berdirinya melaksanakan “politik kebangsaan” bukan politik partisan, bukan politik primodial dan partisan.
Dalam mengarungi perjalanan sejarah perjuangan Indonesia, HMI harus sadar betul bahwa Indonesia adalah negera “poskolonial” Negara poskolonial dalam pendekatan sosiologis-historis memiliki corak dan temperamen kekuasaan yang mirip dengan praktek-praktek kolonialisme masa lalunya, yakni corak “mimikri” (meniru budaya) dan corak “hibriditas” (sistem kehidupan kelembagaan). Prinsip kolonialisme adalah penguasaan negara sebagai bagian pasar penjajahan suatu bangsa oleh bangsa yang lebih maju ekonominya secara paksa.
Kolonialisme berbasis pada ideologi “kapitalisme” yang dibangun atas dasar ”teori pertumbuhan ekonomi”  atau dengan bahasa sanjungan menyebut “modernisasi” atau “pembangunan”. Era poskolonial bangsa kita mengalami tiga tahap periode; pertama, Era Orde Lama (orla) yakni era eforia semangat anti kolonialisme, anti imperialisme dan anti kapitalisme. Era ini terasa sekali semangat yang masih mendidih dan membakar rakyat untuk antipati terhadap Amerika Serikat dan Inggris sebagai imperialisme. Slogan tersebut merebak seluruh penjuru tanah air dan menggema dalam kehidupan politik bangsa. Sikon politik saat itu benar-benar dimanfaatkan oleh Bungkarno untuk memilih PKI sebagai kamerad yang terpercaya dalam politik NASAKOM. Puncak dari era ini adalah lahirnya pemerintahan diktator dengan “Demokrasi Terpimpin” dengan Presiden Seumur Hidup. Situasi politik nasional yang disebut sebagai ”hamil tua” dari upaya “pembubaran HMI” oleh PKI tahun 1965 hingga pembrontakan yang melahirkan Gerakan 30 September PKI(G30S/PKI yang secara biadab membunuh 7 jenderal TNI dan sebelumnya membubarkan partai Islam yang sangat kuat Masyumi tahun 1960.
Era kedua adalah era Orde Baru (orba) sebagai kelanjutan politik yang berlawanan dengan era orla setelah dibubarkanya PKI tahun 1966. Orla dianggap gagal mengisi kemerdekaan bangsa, maka lahirlah sistem “Demokrasi Pancasila” yang melaksanakan pembangunan ekonomi atau modernisasi dengan bantuan negara-negara Barat non-komunis, yang ditopang oleh konsep “Dwi Fungsi ABRI” dengan cara menyederhanakan jumlah parpol menjadi 3 partai politik; Partai Persatuan Pembangunan(PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (GOLKAR).
Kalau orla, pemerintah lebih menekankan jargon “Pembangunan Politik”, maka kebalikannya orba memiliki jargon “Pembangunan Ekonomi” melalui kerjasama dengan negara-negara kapitalis. Orba adalah sistem pemerintahan yang dengan tegas melawan pengaruh PKI dengan melarang ajaran-ajaran marxisme & komunisme dalam kehidupan berbangsa & bernegara berdasarkan TAP MPRS no 25/ th 1966. Puncak puncak keruntuhan orba ialah krisis ekonomi karena ketergantungan dengan kapitalisme global lewat Bank Dunia dan International Moneter Fund(IMF), Presiden Suharto atas desakan rakyat Indonesia, mundur dan menyrerahkan kepada Wakil Presiden Prof. Habibi yang mampu menyelenggarakan PEMILU tahun 1999. Sebagai Presiden,Prof.Habibi yang gagal mempertahankan keutuhan negara melepas provinsi Timor-Timur via referendum menjadi negara baru yang disebut sebagai negara merdeka,Timur Leste. Maka berakhirlah era orba sebagai anti tesis terhadap pemerintahan orla.
Setelah era orba lahirlah era REFORMASI, suatu era yang memperkuat genggaman kekuatan kapitalis global dengan prinsip-prinsip liberalisasi ekonomi, poltik, bahkan kebudayaan dengan asas HUMAN RIGHT yakni kebebasan individual. Realitasnya bertentangan dengan dasar filosofi Pancasila dan UUD 1945. Realitas ini diperkuatnya amandemen UUD 1945 selama pemerintahan Presiden Megawati tahun 2002. Amandemen yang memperlihatkan pengaruh baru kehidupan bangsa melalui proses “westernisasi” atau modernisasi yang lebih ektstrem dan mendasar.
Proses ini secara moral keindonesiaan sejatinya bertentangan dengan Pancasila bahkan terasa pada puncaknya akan mengubah Pancasila sebagai sintesa alternatif antara Kapitalisme dengan Komunisme (Pancasila bukan Kapitalisme dan bukan Komunisme). Pada tahun 1970 Cak Nur mengatakan Pembangunan/Modernisasi bukan westernisasi tetapi rasionalisasi sudah menjadi mindset HMI karena Indonesia sebagai negara post-kolonial menjauhkan diri dari konsep “rekolonisasi” yang berarti melaksanan ideologi kolonial Belanda/Barat dengan semangat kapitalisme dan westernisasi bangsa. Rekolonisasi atau neokolonialisme dalam memajukan kehidupan bangsa hanya dengan teori ”pertumbuhan ekonomi” semata tidak mempedulikan ”keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Teori pertumbuhan ekonomi lebih menekankan pembangunan fisik, infra strukur, toll dengan parameter makro semata (perkapita, inflasi, produksi nasional/GNP, kurs Dollar dll), tidak peduli terhadap pembangunanan kemanusiaan, keadilan, kesetaraan manusia, dan hukum sebagaimana sila kedua Pancasila: kemanusiaan yang adil dan beradab, bukan kebebasan manusia tanpa batas, dan sila kelima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kepentingan segelintir manusia.
Juga dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut sila k empat: Kerakyatan yg dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, bukan pemilihan langsung atau “one man one vote” demokrasi liberal. Sistem pemerintahan kita adalah sistem “presidensial” yang dipilih dalam demokrasi perwakilan/musyawarah mufakat, bukan melalui sistem koalisi partai. Presiden adalah presiden untuk semua orang/rakyat, bukan milik partai koalisi atau disebut “sistem parlementer” ala demokrasi liberal yakni Perdana Menteri.Era REFORMASI ini terutama situasi kondisi kenegaraan kita merupakan puncak dari berbagai krisis kebangsaan yang mirip orba bahkan orla, sejarah berulang kembali, fenomena pemerintahan otoriter yang dikendalikan oleh OLIGARKI, setiap pendapat  yang kritis/berbeda oleh semua lapisan masyarakat dibungkam, bahkan dikriminalisasi, terutama gerakan pemuda/mahasiswa sebagai kekuatan moral bangsa dibungkam dengan berbagai cara.
Kehidupan berbangsa dalam kondisi dipecah belah, diadu domba sesamanya, terutama di tubuh HMI terbentuk 4 sayap PB HMI, parlemen dimandulkan sebagai inti berdemokrasi kita tergadaikan oleh rezim OLIGARKI. Ketidakadilan dan penindasan dilakukan dengan kasat mata, seraya rakyat yang sudah miskin dipemiskin lagi. Dalam bidang hukum, politik, agama, dan sebagainya.
Untuk mengatasi situasi politik kenegaraan/kebangsaan dari setiap hadapi rezim neokolonialis/ kini oligarki maka semangat patriotik HMI diperlukan dengan mendasarkan gerakan moral yang menekankan kepada Pembangunan Akhlak Bangsa (national character building) yang bernafaskan Islam, sebagai organisai mahasiswa Islam misi kebangsaannya melaksanan sabda Rosululloh SAW:  “Innama buitstu liutamimma makarimal akhlaq” (Sesungguhnya aku dilahirkan untuk menyempurnakan akhlak mulia). Sabda tersebut merupakan amanah dalam Firman Alloh SWT: “wa innaka la’la khluqin azim” (Sesungguhnya pada diri benar benar berakhlak yang agung: Al Qalam:4). Baiat kader HMI selalu diakhiri dengan perintah Alloh SWT: “Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillhi robbil alamin” (Sesungguhnya sholatku, perjuanganku, hidup matiku untuk Alloh semata), seraya di medan perjuangan/dalam melaksanakan amal soleh demi kebenaran dan keadilan maka wajib bermunajat kepada Alloh SWT dalam Surat Yusuf:33 “Qola robbi sijnu akhabbu ilaya mimma yad’unani ilaihi” (Hai Tuhanku penjara itu lebih baik dari pada apa-apa yang mereka ajak aku kepadanya (untuk kejahatan).
Dalam menghadapi rezim-rezim masa lalu (orla, orba dan REFORMASI) yang cenderung zolim harus tetap mendasarkan akhlak/moralitas yang tegar, bukan anarkis, tetapi tetap partisipatoris yang kritis dan patriotik sebagaimana tradisi pergerakan mahasiswa untuk pembaharuan dan kemajuan bangsa. Bila HMI tidak bisa melaksanakan tugas-tugas kemahasiwaan yang diperlukan maka bisa dikatakan masyarakat sebagai penghianatan sejarah patriotisme mahasiswa Indonesia.
NDP HMI sebagai nilai-nilai idealisme keislaman, keindonsiaan dan kemoderenan harus mampu menjawab problema bangsa yang berdasar Pancasila karena tidak mampu menegakkan rasa tanggung jawabnya atas terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang diridloi Alloh SWT. Penghianatan bisa terjadi dalam dua dimensi yakni internal organisasi karena HMI dianggap tidak berdaya atau sengaja tidak berdaya dan dimensi kedua adalah eksternal HMI yakni kehilangan kepercayaan masyarakat yang sedang menderita dan juga ada kesan bahwa HMI sudah terbeli oleh rezim oligarki. Kondisi ini bisa suasana yang gaduh, yakni BUBARKAN HMI?.
Sebagai pelaku sejarah tiga zaman (orla, orba & REFORMAS) di HMI, saya rasa suara itu masih hidup di negeri ini cuma oleh kaum ISLAMOPOBIA/Neo PKI semata tetapi bisa juga andil mereka yang melakukan penetrasi ke tubuh HMI dengan sadar atau tidak, ini terjadi. Mungkin paling tepat BUBARKAN 4 PB HMI dan ISLAHKAN menjadi SATU HMI untuk kembalikan ke autentisitas PB HMI serta merta disetujui oleh cabang masing-masing. Kembalilah kepada firman Alloh SWT: ”Fain tanaza’tum fi syain farudduhu ilalloh wa rosulih” (Jika kamu saling bertentangan dalam sesuatu perkara, hendaklah kamu kembalikan kepada Alloh dan RosulNya, An-Nisa: 59) Tidak merujuk kembali ke AD/ART masing-masing. Sejalan dangan Hymne HMI: TURUT AL QUR’AN HADIS JALAN KESELAMATAN. BAHAGIA HMI .
Kesatuan HMI akan mampu berkiprah secara beradab dan organisasi akan efektif dalam menghadapi belitan masalah baik internal maupun ke eksternal. Kejayaan HMI akan kembali pulih dalam suasana normal baru dengan merumuskan blue print masa depan dengan tantangan yang baru dan lebih kompleks. HMI akan lebih matang lagi dalam menatap bangsa dan negara kita yang penuh penyelewengan  hukum, ekonomi, politik dan budaya. Kembalikan ruh perjuangan untuk mengawasi perjalanan setiap rezim yang hendak menyelengkan praktek-praktek kehidupan yang bersumber pada Pancasila, dan UUD 1945 sebagai pandangan dunia (weltanschaung) asli bangsa Indonesia sejak diproklamirkan 17 Agustus 1945.
Untuk itu sejak lahirnya HMI 5 Februari 1947, spirit sejarah HMI dalam melawan PKI yang mendirikan negara baru Republik Sovyet Indonesia di Madiun tahun 1948 yang menjadi boneka Uni Sovyet Rusia dan penjajahan kembali oleh Belanda dibantu kolonialis Inggris serta kudeta yang dilakukan PKI dengan G30S/PKI yang dibantu oleh Republik Rakyat Cina (RRC) pada tahun 1965 sekaligus berencana membubarkan HMI pada tahun itu.
Jadi musuh kita sejak kelahirannya adalah melawan atheisme/ komunisme dan kolonialisme sekaligus kapitalisme dengan segala norma-norma westernisasi selama penjajahan Belanda. Hari ini masih bergerak guna memecah belah, melumpuhkan, dan menstigma radikalisme, fundamentalisme, dan lain-lain.
                                               ***
Musuhmu yang nyata adalah ideologi yang merupakan belenggu dan warisan kolonialisme yang bertentangan deng Pancasila & UUD 1945, dengan semangat tauhid pembebasan dari belenggu westernisasi & kolonisasi “kuning” sepanjang sejarah NKRI masih eksis. Ideologi yang membodohi dan menindas bangsamu sendiri. Perjuangan hidup matinya HMI ditentukan oleh pembangunan kader/SDM yang melakukan “Anarchisme Epistimologis” istilah akademik posmo yang melakukan perlawanan akademik/ideologi penindas bangsa sendiri atau secara teologis membangun “ISLAM PEMBEBASAN” yang bersumbu pada TAUHID LIBERATI.   Inti dari perlawanan/perjuangan difokuskan kepada realita kehidupan yang tidak simetris/ketidakadilan/kebohongan/diskriminasi/penindasan yang membelenggu sistem kehidupan dalam alam post-kolonial.
Perjuangan menjadi amal saleh kita bila selalu berpegang pada iman, ilmu dan amal/perbuatan lillahi taala. Jadikanlah amal soleh kita secara total dipertaruhkan sebagai ibadah, yang hanya diniatkan untuk menegakkan RIDHO ALLOH seratus persen sebagaimana tercantum dalam tujuan HMI: TERBINANYA INSAN AKADEMIK PENCIPTA PENGABDI YANG BERNAFASKAN ISLAM SERTA BERTANGGUNG JAWAB ATAS TERBENTUKNYA MASYARAKAT ADIL MAKMUR YANG DIRIDLOI ALLOH SWT yang merupakan kesatuan makna di dalam dada kita yakni KADER HMI SEBAGAI HAMBA ALLOH SEJATI. SELAMAT BERIJTIHAD DAN BERJIHAD DALAM MENEGAKKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK BUKAN REZIM YANG ZOLIM. GO AHEAD YAKUSA UNTUK ILAHI SEMATA. BUBARKAN 4 PB HMI, TEGAKKAN HMI DEMI ILAHI.”
Yogyakarta, 30 Nopember 2021
24 Robiul Ahir 1443

 

 

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi