Oleh: Zulfata
CEO Media Katacyber.com
Dua hari Pilgub/Pilkada 2024 telah berlangsung, pasar rakyat telah berlangsung dengan serangkaian aksi politik uang penuh dramatis. Politik uang melaju kian cepat tanpa benturan apapun, penyelenggara pengawas pemilu, apapun nama lembaganya, apapun pangkatnya, politik uang semakin eksis.
Wajah politik uang mengalami kreativitas mengikuti perkembangan zaman. Ada yang berupa transaksional uang kertas, transaksi online, barang dan transaksi lainnya yang diikat melalui berbagai komitmen politik antara para pelaku politik. Secara umum, politik uang selalu menjadi modal penentu kemenangan. Sehingga ada ungkapan rakyat yang mengatakan bahwa “tak cukup uang, jangan coba-coba berpolitik”.
Jika ditelusuri eskalasi atau perputaran uang di masa Pilgub/Pilkada 2024, secara tidak langsung dapat terlihat bahwa berbagai nominal uang dan barang turun ke bawah. Saat politik uang mencapai puncaknya, di satu sisi rakyat mendapat keuntungan prakmatis meski terbatas ruang dan tempat. Sisi lainnya, rakyat justru menggali kuburannya sendiri selama lima tahun.
Seiring dengan itu, saat pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang tampak serius menyoroti perpajakan dari sektor ekonomi bawah tanah, apakah gelagat main politik uang atau dampak ekonomi politik-uang ini dibiarkan liar berkembang begitu saja? Atau sengaja dirawat sebagai uapaya menciptakan api dalam secam bagi masa depan demokrasi Indonesia?
Dari kajian ekonomi politik ini memang tampaknya politik uang tidak akan terjaring bahkan tidak dikategorikan sebagai sektor ekonomi bawah tanah meskipun politik uang secara substansi juga bagian dari ekonomi bawah tanah.
Disadari atau tidak, akibat melanggengkan varian praktik ekonomi bawah tanah ini, secara otomatis hal inilah yang terus-terusan menciptakan ketimpangan atau jarak orang miskin dengan orang kaya (elite pembisnis-politisi) semakin jauh. Ketimpangan terus menganga dan terus terdampak sebagai akibat main cantik kaum elite dalam memainkan peranan politik uang.
Saat ini, politik uang sudah mendarah daging pada dominasi daerah. Politik uang cenderung tidak dipandang sebagai sumber masalah ekonomi, sosial dan politik. Ada berapa banyak kerugian rakyat setelah pemenang Pilgub/pilkada terjadi. Politik uang secara otomatis menjadikan pemenang tidak lagi peduli terhadap aspirasi rakyat. Bahasa kasar, akan ada brutalisasi politik kebijakan yang terjadi pada kepala daerah produk politik uang.
Demikianhalnya, dengan praktik ekonomi bawah tanah berupa arus/hasil perjudian online, tak membayar pajak, penyeludupan, hingga traksaksi lainnya yang tak tercatat secara resmi oleh pemerintah. Tanpa disadari, menguatnya ekonomi bawah tanah selalu menjadi duri dalam daging bagi situasi keuangan negara. Dengan membiarkan praktik ekonomi bawah tanah tanpa dikendalikan pemerintah untuk kesejahteraan rakyat, maka ekonomi bawah tanah juga memiliki irisan yang sama berbahayanya dengan dampak politik uang.
Namun demikian, tampak hari ini kita masih jauh dalam upaya melawan politik uang atau memutuskan mata rantai ekonomi bawah tanah. Sebab budaya perpolitikan kita diakui atau tidak berada di garis kegamangan melawan pembodohan politik.
Leave a Review