Oleh: Mukhlis Akbar
Aceh menjadi salah satu daerah yang dianugrahi hutan tropis yang padat, luas dan dilengkapi dengan kekayaan hasil alamnya, baik tubuhannya maupun hewannya. Sehingga hubungan harmonis terjalin antara masyarakat dan hutan selama bertahun-tahun. Begitu juga ketika konflik di Aceh membara, kita bisa melihat bagaimana keharmonisan antara mantan kombatan dan hutan. Upayang saling menyokong tersebut telah menjadi perisai hidup, itu pun di jaga agar bisa menjamin para mantan kombatan untuk dapat berperan di dalamnya. Perisai hidup itu berdiri kokoh dengan sebutan hutan Aceh.
Sejarah kelam yang masih terngiang di tanah rencong yang sangat merobek hati seluruh masyarakat Aceh kala itu dikarenakan banyak yang kehilangan harta bahkan keluarga. Ketika itu banyak masyarakat yang harus terpaksa pindah dari desa mereka, ada yang mengungsi ke hutan dan ke kota yang mana ketika itu desa-desa mulai sepi bagai sebuah komplek pemakaman karena jarang penduduk yang tinggal dan berkeliaran di desa-desa. Tak heranpun terkadang ada korban jiiwa berjatuhan.
Rumah-rumah pun sepi mencekam bak sebuah rumah hantu yang lama di tinggalkan, oleh sebab itu mengharuskan para kombatan masuk ke kepedalaman hutan dan berpindah-pindah dari satu titik hutan ke titik yang lain seperti di dalam film-film rambo yang sering saya lihat di televisi, dan tanpa saya sadar hal itu sudah terjadi di dunia nyata yaitu di tanah Aceh beberapa tahun silam.
Belantara Hutan ketika itu menjadi rumah baru para ex kombatan untuk menyelamatkan diri dan bergerlya ke hutan sebagai rumah baru untuk mereka. Selama bertahun-tahun hutan Aceh menjadi rumah dan tepat berlindung bagi para mantan Kombatan dan masyarakat serta menjadi tempat bergerlya, hutan menjadi modal utama bagi perjuangan Aceh sebagai rumah sekaligus tempat persembunyian serta sekaligus tempat mengimplentasikan taktik perang gerlya yang sudah menjadi warisan turun menurun untuk para pejuang Aceh dari zaman ke zaman bahkan sejarahpun mencatatnya.
Dalam taktik perang gerlya tanpa sengaja konsep konservasi dalam menjaga wilayah hutan mereka. Implementasikan dan ideologi konservasi tertanam secara sendirinya, bagaimana tidak taktik perang gerlia itu membutuhkan lokasi yang luas dan pepohonan yang tinggi sebagai tempat berlindung dan nemang di wilayah Aceh dengan lokasi hutan tropis yang sangat luas dan masih lebat menjadi medan utama untuk bisa mudah bersembunyi menyerang dan bertahan.
Hampir 30 tahun lebih para mantan kombatan bergerilya dan hidup sekaligus belajar di hutan, bagaimana tidak ketika kembali ke masyarakatpun jiwa konservasi mereka itu masih ada karena hutan menjadi tempat bergantung hidup ketika itu, bahkan hutan menjadi perisai hidup yang nyata untuk menyelamatkan kehidupan kala itu, serta jiwa mempertahankan hutan Aceh itu masi sangat kuat dan kental ketika Aceh sudah berdamai, terbukti pasca damai Aceh pun mereka masih sangat peduli dengan hutan Aceh seperti ketika tokoh petinggi kombatan menetapkan moraturium loging pada tahun 2007 dan membentuk Pamhut (Pemangku Hutan ) yang langsung dikelola di bawah Penerintah Aceh.
Pemangku Hutan atau yang sering kita dengar Pamhut. Inilah salah satu bentuk usaha pemerintah kala itu untuk memperdayakan mantan-mantan kombatan yang sudah kembali ke masyarakat untuk menjaga hasil-hasil sumber daya alam yang ada di dalam hutan agar tidak di exploitasi dan poin yang paling penting menjaga Hutan Leuser Aceh yang menjadi paru-paru dunia serta menjaga keaneka ragaman hayati di dalammnya yang menjadi aset penting untuk Aceh.
Ketika kita melihat dan membaca sejarah betapa pentingnya huta Aceh bukan ketika konflik saja akan tetapi ketika perdamaian itu hadir karena hutan menjadi aset terpenting di Aceh untuk sekarang bahkan di masa depan, akan tetapi dalam beberapa dekade ini sangat miris di karnakan semakin berkurangnya hutan Aceh karna diekploitasi dan di rambah untuk perkebunan, jika kita lihat saat ini kurangnya keseriusan partai lokal dalam membicarakan terkait huta Aceh, bagaimana nasib hutan itu kedepannya? seharusnya mereka harus lebih cekatan dalam membicarakan isu lingkungan dan kerusakan hutan umumnya di wilayah kawasan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang dulu pernah mereka tinggali dan memberikan perlindungan yang nyata untuk mereka.
Dari sekian banyak para mantan kombatan dan masyarakat Aceh yang dulunya banyak merasakan manfaat dari hutan Aceh, akan tetapi kini kita melihat hanya sedikit kepedulian terkait kerusakan hutan yang terjadi sekarang ini. Hutan Aceh yang dulu luas dan kokoh kini sudah semakin sedikit dan menyedihkan dan yang kita takutkan perlahan-lahan akan menghilang, hutan yang dulunya pernah menjadi rumah dan menjadi perisai yang tak terbatas untuk melindungi kehidupan dari kejaran peluru yang tak bertali, bahkan hutan kini sudah banyak diekploitas secara besar-besaran dan pohon yang dulunya kokoh berdiri menjadi perisai kini tumbang dan diperjual belikan, pertanyaan besar bagi kita semua. Jika bara konflik itu kembali terpercik di Aceh. Akhirnya, apakah hutan yang menjadi perisai bagi kita masih ada dan kokoh tetap berdiri seperti dahulu?
Leave a Review