Spiritualitas dan Tradisi: Pesona Kelenteng di Desa Deniang

Katacyber.com | Bangka – Desa Deniang, yang terletak di Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menyimpan pesona kelenteng yang kaya akan Spiritual dan tradisi.Kelenteng ini menjadi pusat kehidupan masyarakat Melayu, Bugis, Madura, Batak, Tionghoa dan suku serta etnis lainnya. Tetapi, etnis yang lebih dominan adalah Tionghoa. Masyarakat Tionghoa di desa ini memiliki sejarah panjang dan budaya yang kaya, yang tercermin dalam tradisi, bahasa dan praktik keagamaan mereka. Selain itu,terdapat juga etnis lokal, seperti Melayu, yang hidup berdampingan dan berinteraksi dengan masyarakat Tionghoa, menciptakan keberagaman budaya didesa tersebut.

Kelenteng di Desa Deniang didirikan oleh para imigran Tionghoa yang pertama kali tiba untuk mencari peluang dibidang pertambangan dan perdagangan. Seiring perkembangan waktu, kelenteng ini bertransformasi menjadi tempat ibadah sekaligus pusat budaya yang menghubungkan komunitas Tionghoa dengan akar budaya mereka.

Kelenteng di Desa Deniang memiliki desain arsitektur yang mencolok, dengan atap melengkung, ulir-ulir patung naga di paling atas atap dan ornamen yang kaya.Dominasi warna merah dan emas tidak hanya memberikan nuansa ceria, tetapi juga melambangkan keberuntungan dan kemakmuran.Keindahan bangunan ini mencerminkan nilai-nilai estetika dan spritual masyarakat Tionghoa.

Ciri Khas Arsitektur Kelenteng Deniang
Detail Ukiran:.

  1. Ulir yang menghiasi bangunan kelenteng menggambarkan berbagai simbol keberuntungan, dewa dan nilai-nilai spritual.Ukiran ini tidak hanya berfungsi estetis, tetapi juga mengandung makna mendalam.
  2. Atap Melengkung: Atap kelenteng biasanya melengkung ke atas, menciptakan kesan megah dan anggun. Desain ini juga memiliki fungsi praktis, seperti memudahkan aliran air hujan.
  3. Material Tradisional: Bangunan kelenteng umumnya terbuat dari bahan alami seperti kayu dan batu, yang dipilih karena daya tahannya dan kemudahan dalam diukir.
  4. Warna Dominan: Penggunaan warna merah dan emas pada dinding dan dekorasi melambangkan keberuntungan kekayaan dan perlindungan.

Kelenteng ini bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga merupakan karya seni yang mencerminkan budaya dan sejarah masyarakat Tionghoa di Deniang.

Di kelenteng ini, berbagai praktik spiritual dilaksanakan, mulai dari ritual harian hingga perayaaan besar. Masyarakat berkumpul untuk berdoa dan memberikan persembahan kepada dewa dewa yang dianggap pelindung mereka. Perayaan seperti imlek, sembahyang rebutan dan Cheng Beng menjadi momen penting, dimana masyarakat berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan.

Kelenteng juga berfungsi sebagai pusat pelestarian tradisi. Berbagai kegiatan budaya, seperti pertunjukan seni festival, dan bakti sosial, rutin dilaksanakan. Kegiatan ini tidak hanya mempererat ikatan antar anggota komunitas, tetapi juga menarik minat generasi muda untuk mengenal dan melestrarikan warisan budaya mereka.

Kelenteng di Desa Deniang adalah simbol kehidupan yang mencerminkan kedalaman spiritualitas dan kekayaan tradisi masyarakat Tionghoa. Sebagai tempat ibadah dan pusat budaya, kelenteng ini memainkan peran penting dalam menjaga harmoni dan kesatuan komunitas. Melalui pelestarian kelenteng, Masyarakat Deniang memastikan bahwa warisan budaya mereka tetap hidup dan berkembang untuk generasi mendatang.

Penulis: Vera Friska
Mahasiswa Ekonomi, FEB UBB

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi