Regenerasi Penguasa Zalim Diciptakan dari Akademisi Berlagak Politisi

Qomardiansyah. Foto (koleksi pribadi)

Oleh Qomardiansyah

(Direktur Sekolah Kita Menulis Cabang Bogor)

 

Nusantara berganti menjadi negara republik Indonesia, berjajar pulau pulau serta karateristik manusia yang berbeda beda. Gambaran perbedaan selalu identik dengan toleransi,dan saling menghargai.

Jika itu semua terjadi maka kedamaian kesejahteraan mungkin bisa di rasakan, akibat fitrah nya manusia yang selalu ingin merasa benar, jadi membuat haus akan pujian dan jabatan menjadi target utama.

Popularitas dengan mengkritik sana sini selalu di hujani dengan pujian, lontarkan semuanyan agar jabatan aman dan kehidupan berjalan sebagaimana perjalanan anak buah terhadap majikan.

Fenomena berlaga seperti politisi ini sangat mirip sekali jika terjadi di negara terpelajar, gagasan kampus merdeka, gerakan memandirikan mahasiswa justru menjadi sangat bikin perih, generasi yang katanya metode belajar seperti ini yang menjadi impian lantas malah menjadi kompetisi yang tidak seimbang.

Data anak putus sekolah di tataran SMP bahkan SD sangat tinggi, menurut pusat data dan teknologi informasi Kemendikbud ristek di di di Indonesia jumlah siswa putus sekolah kembali mengalami kenaikan pada tahun ajaran 2022/2023. Angka Putus Sekolah (APS) di berbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang, dengan rincian jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.

Dari angka tersebut, jumlah putus sekolah di tingkat SD tampak masih mendominasi sejak tahun lalu dibandingkan dengan tingkatan lainnya. Meski demikian, APS tertinggi terdapat pada jenjang SMK yaitu sebesar 0,24% dan APS terendah terdapat pada SMP yaitu 0,14%.

Data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdikbudristek dalam Statistik dan Indikator Pendidikan Berwawasan Gender menunjukkan, jumlah siswa putus sekolah laki-laki lebih besar daripada perempuan. Perbandingan jumlah siswa laki-laki yang putus sekolah dibandingkan dengan siswa perempuan mencapai 15,29%.

Semua data menjadi konsentrasi para akademisi untuk mengurangi angka itu, kemudian dengan beban dari UUD 1945 kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan.

Penjajahan semacam apa yang harus d hapuskan, dan kemerdekaan semacam apa pula yang menjadi betulan merdeka, berfikir sistematis akan UUD negara, cara pengimplementasian serta tindakan harus sesuai dengan landasan negara itu, seminimal tidak berlaga seperti politisi itu salah satu mengindahkan penghapusan penjajah di atas dunia.
Dengan harapan menelaah semua yang sudah tertulis baik secara tersirat maupun tersurat, bisa menjadi poros akan pendidikan yang baik jika mempuni sebagai politikus dengan norma akademisi sangat di persilahkan, yang menjadi catatan yakni pola berfikir Akademisi namun tingkah laku seakan akan seperti politisi, apapun yang menjadi catatan ini tidak lagi terjadi terhadap akademisi yang berlaga seperti politisi.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi