Potret Ancaman Kebebasan Pers di Indonesia

Shafwan

Oleh Shafwan, Mahasiswa Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka UGM Yogyakarta Asal Universitas Jabal Ghafur Sigli

 

Pers sebagai lembaga penyedia informasi masyarakat mempunyai peran penting dalam kontribusinya. Masyarakat mendapatkan berbagai informasi penting yang berpengaruh dalam  menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum,  dan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui informasi yang disajikan oleh pers. Pers dapat bekerja dengan baik apabila memiliki kebebasan dalam prosesnya menciptakan informasi untuk masyarakat. Kebebasan secara nyata, yaitu bebas dalam mencari narasumber, mewawancarai narasumber, memperoleh data, dan lain-lain. (Hapsari, 2018)

Kebebasan pers merupakan suatu kondisi yang memungkinkan jurnalis untuk memilih, menentukan, dan menjalankan fungsinya sesuai keinginannya. Pemahaman ini mengandung makna bahwa kebebasan pers meliputi kebebasan negatif (lepas dari) dan kebebasan positif (leluasa untuk) secara filosofis, konsep kebebasan berasal dari pemikiran Thomas Hobbes dan John Locke yang berarti suatu kondisi yang memungkinkan seseorang tidak dipaksa untuk melakukan suatu tindakan. Sedangkan konsep kebebasan berasal dari pemikiran Jean Jacques Rousseau dan GWF Hegel yang berarti kondisi yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai apa yang diinginkannya. Dalam perspektif ini, kebebasan pers berarti suatu kondisi yang memungkinkan jurnalis untuk tidak dipaksa melakukan sesuatu dan mampu melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. (Haeru Risman, 2022)

Sebagai dasar pelaksanaan kebebasan pers diatur dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. (MKRI, 2015).

Kemudian kebebasan Pers dilindungi juga dengan diterapkannya Undang-Undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang menyatakan bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Dalam pasal 4 ayat 2 juga ditegaskan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau  pelarangan penyiaran. (Indonesia, 1999)

Selain itu pers juga berhak mendapatkan Perlindungan Hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 yang berbunyi, Yang dimaksud dengan “perlindungan hukum” adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan yang berlaku. (Indonesia, 1999)

Namun kebebasan pers tidak serta merta membuat jurnalis bebas dalam menulis pemberitaan, jurnalis juga harus memperhatikan Etika Jurnalistik. Jurnalis dituntut harus objektif dan Independen dalam melaksanakan tugasnya sebagai corong Demokrasi, berita yang disajikan harus sesuai dengan fakta dan verifikasi kebenaran, serta jurnalis harus terbebas dari segala kepentingan termasuk kepentingan pemilik perusahaan pers.

Walaupun sudah mendapatkan jaminan hukum melalui UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, masih banyak para insan pers yang mendapatkan perlakuan buruk dalam melaksanakan tugasnya, Lembaga Advokasi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mencatat sejak berdiri tahun 2006, telah terjadi 1,058 kasus kekerasan terhadap Jurnalis. Dari jumlah tersebut sebagian diantaranya adalah 295 Kekerasan Fisik, 91 Pengusiran / Pelarangan Liputan, 77 Ancaman Teror, 55 Perusakan Alat dan/atau Data Hasil Peliputan, 44 ancaman. (AJI, 2024)

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) merilis daftar kasus jurnalis yang terbunuh di Indonesia sejak tahun 1997 hingga 2022. Laporan tersebut bertajuk “UNESCO observatory of killed journalists-Indonesia”. Dalam data yang disusun oleh UNESCO, sepanjang tahun 1997 hingga 2022 terdapat 8 kasus pembunuhan terhadap jurnalis. Namun, dari delapan kasus tersebut sebanyak tiga kasus menuntut penyelesaian. Jika dirinci, sebanyak 1 kasus terjadi di tahun 1997, yaitu atas nama Mohammad Sayuti yang merupakan jurnalis Pos Makassar. Lalu, 1 kasus lainnya di tahun 2023 atas nama Ersa Siregar, wartawan RCTI, 1 kasus di tahun 20226 atas nama Herliyanto, wartawan Radar Surabaya; 1 kasus tahun 2010 atas nama Ridwan Salamun, wartawan SUN TV, kemudian 1 kasus tahun Leiron Kogoya tahun 2012, wartawan Papua Pos Nabire, 1 kasus tahun 2018 atas nama Muhammad Yusuh, wartawan Kemajuan Rakyat; dan 2 kasus tahun 2019 atas nama Maratua Siregar and Maraden Sianipar yang merupakan jurnalis lepas. Dalam catatannya ini UNESCO menyoroti perihal penyelesaian kasus pembunuhan jurnalis yang ada di Indonesia. Dari daftar kasus yang masuk dari tahun 2006 hingga 2019, misalnya, UNESCO mencatat kasus yang berhasil diselesaikan hanya sebesar 83,3%. Sedangkan, 16,7% di antaranya belum terselesaikan. (Aria, 2022)

Terbaru pada akhir bulan Maret terjadi kasus penganiayaan terhadap Jurnalis wartawan media lokal di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Oleh 3 oknum TNI AL. Dari ketiga prajurit tersebut, hanya satu yang diduga yang diduga menganiaya korban, yakni Danposal berinisial Letda M. Meski demikian, Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Ternate Kolonel Marinir Ridwan Aziz memastikan tiga prajurit itu akan diproses hukum sesuai dengan keterlibatan masing-masing. (CNN, 2024)

Kekerasan yang dialami korban disebabkan dampak dari pemberitaan atau kerja jurnalistiknya. Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menyebut peristiwa penganiayaan diduga terjadi pada Kamis, 28 Maret 2024. Menurut KKJ, kejadian berawal saat korban dijemput oleh dua terduga pelaku di rumahnya yang diantar Babinsa Desa Babang yang diminta menunjukkan alamat rumah korban. Sukandi kemudian bersama dua anggota TNI AL dibawa dengan mobil menuju Pos TNI AL, yang berada di Pelabuhan Perikanan Panamboang. Sesampainya di pos, Sukandi kemudian diinterogasi perihal berita yang dibuatnya. Saat diinterogasi, Sukandi disebut dipukul dengan tangan kosong dan menggunakan sepatu Lars serta dicambuk menggunakan selang. “Penganiayaan itu mengakibatkan luka dan lebam di sekujur tubuh, kepala, tangan dan bahu korban. Bahkan gigi korban ada yang patah akibat penyiksaan itu,” dikutip dari keterangan tertulis KKJ. Korban juga disebut sempat ditodong menggunakan pistol, setelah sebelumnya diintimidasi dengan diberikan satu kali tembakan peringatan ke atas menggunakan salah satu pistol pelaku. Pelaku disebut mengancam korban dengan kalimat: “Kalau hanya konfirmasi jangan terbitkan beritanya. Kecuali kamu awalnya meminta untuk wawancara, baru bisa kamu terbitkan beritanya”. “Pelaku menuduh korban membuat berita tanpa ada konfirmasi dan klarifikasi sebelumnya kepada TNI AL. Padahal korban mengaku telah melakukan konfirmasi dan memiliki rekaman suara wawancaranya dengan salah satu dari tiga pelaku TNI-AL tersebut,” tulis KKJ. Korban membuat berita berjudul “Puluhan Ribu KL BBM Diduga Milik Ditpolairud Polda Malut Ditahan AL di Halsel, Kepala KSOP II Ternate Diduga Terlibat” tayang di media Sidikkasus.co.id pada 26 Maret 2024. (CNN, 2024)

Dalam konteks hak asasi manusia (HAM), perlindungan terhadap wartawan menjadi bagian dari HAM yang berkaitan dengan tugas jurnalistik. Itu artinya perlindungan hukum terhadap wartawan hanya berlaku saat ia melaksanakan tugas jurnalistik. Jadi, UU tentang Pers hanya menjamin wartawan terbebas dari berbagai kasus kekerasan selama yang bersangkutan melaksanakan tugas jurnalistik. Di luar tugas, wartawan dinilai sama dengan warga negara lainnya. Namun, bukan berarti wartawan saat tidak bertugas dapat diperlakukan semena-mena. (AJI, Tips Menghadapi Kekerasan, 2015)

Sebagai warga negara, wartawan tetap mendapat perlindungan sebagaimana dijamin dalam UUD 1945; dan UU tentang HAM. Dengan demikian, wartawan baik saat bertugas maupun tidak bertugas tetap mendapat perlindungan hukum. Karena itu, semua bentuk kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran hukum yang pelakunya harus ditindak. Bahkan kekerasan terhadap wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik merupakan ancaman terhadap kemerdekaan pers. (AJI, Tips Menghadapi Kekerasan, 2015)

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi