Oleh Zulfata, Chief Executive Officer (CEO) Media Katacyber.com
Konstelasi politik Pemilihan Gubernur (pilgub) Aceh 2024 menarik diulik karena ada dua sosok yang sama-sama memiliki hubungan dekat dengan pemerintah pusat. Dua sosok tersebut adalah Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem dan Bustami Hamzah yang sekarang dipercayakan sebagai Pj. Gubernur Aceh.
Nama Mualem begitu akrab di telinga masyarakat Aceh, awalnya ia dikenal sebagai panglima GAM, kemudian secara bertahap menjadi elite partai lokal, aktor kunci mengomandoi suara parlemen terbanyak di Aceh. Awalnya menjadi “panglima” dalam gerakan politik gerilya di hutan belantara, kemudian menjadi “panglima” di parlemen Aceh.
Sebagai seseorang yang mendapat bonus perjuangan dan sejarah, Mualem mendapat apa yang disebut kharisma untuk kemudian mendapat loyalitas dari pengikutnya. Setelah poros politik kombatan mulai terpecah belah, hingga kini, Mualem belum memenangi Pilgub sekalipun meski ia pernah menggandeng atau bagian dalam dari partai politik nasional. Mualem pernah menjadi wakil gubernur Aceh dengan mendampingi dr. Zaini, itu terjadi ketika masa-masa suara partai lokal melejit di Aceh dan poros kombatan belum terpecah belah seperti hari ini.
Disadari atau tidak, sejak puncak partai lokal yang dimpimpin Mualem mulai menampakkan grafik penurunannya, atau dari hasil pemilihan legislatif 2024 lalu, tampak kursi partai lokal Mualem sempat hilang di kandangnya sendiri. Kini, secara penilaian politik, Mualem dianggap dekat dengan satu mantan presiden RI (SBY) dan kemudian juga disebut-sebut menjadi teman baiknya presiden terpilih RI yaitu Prabowo Subianto. Namun demikian, jika dilihat dari hasil pilpres 2024, mungkin kinerja Mualem dalam memenangkan pasangan Prabowo-Gibran di Aceh tidaklah begitu memuaskan.
Artinya, perjuangan memenangkan Prabowo-Gibran di bawah komando Mualem kandas dilibas rakyat Aceh dengan memenangkan pasangan Ami. Nasdem dan PKB memetik buah manisnya. Padahal, jika dilihat dari total keseluruhan wilayah Indonesia bahwa pansangan Brabowo-Gibran potensi menang. Tetapi, tidak untuk Aceh. politik pemilih (rakyat) Aceh cenderung tidak sesuai dengan tren politik nasional, meskipun kebijakan pemerintah pusat cenderung terakomodir oleh pemerintahan Aceh.
Efek menjadi ketua pemenangan Prabowo-Gibran di Aceh, Mualem sempat “laris manis” untuk dipinang sebagai calon gubernur Aceh, di sini nyaris pimpinan dominasi partai lokal maupun nasional di Aceh berbondong-bondong menawarkan diri untuk menjadi bakal calon wakil gubernur untuk berdampingan dengan Mualem. Hal ini terjadi karena mungkin alite partai di Aceh menganggap posisi Mualem adalah teman Prabowo Subianto dan ketua pemenangan prabowo-Gibran, sehingga menjadi daya tarik terhadap Mualem yang kemudian muncul anggapan Mualem akan berhadapan dengan tong kosong di pilgub Aceh 2024.
Seiring perkembangan waktu, nama Pj. Gubernur Aceh Bustami Hamzah mucul di tengah hiruk pikuknya calon gubernur Aceh di Pilgub 2024. Kehadiran PJ. Bustami secara tidak langsug membuat rakyat Aceh bahkan kalangan elite partai di Aceh menarik ulang penilaian politiknya terhadap Mualem.
Munculnya Pj. Bustami sebagai rivalnya Mualem dari bawah membuat posisi tawar Mualem dapat dihambarkan, hal ini ditambah dengan berbagai kasus-kasus seperti kasus BRA dan korupsi bantuan rumah konflik hingga koropsi lainnya yang diduga ada kaitannya dengan loyalisnya Mualem. Meski tulisan ini tidak menjurus bahwa anak buah Mualem tertuga korupsi, bukan berarti Mualem korupsi, di sini Mualem masih dianggap sosok “baik”. Namun demikian, analisa liar rakyat Aceh hari ini paham betul sepak terjak Mualem pasca komunikasi kampanyenya yang unik. Mulai dari kapal pesiar hingga nominal jutaan per kepala keluarga.
Secara pengamatan politik pula, Pj. Bustami akhir-akhir ini mulai diserang oleh loyalis Mualem dengan mengatakan bahwa PJ. Bustami berkhianat terhadap Mualem, mungkin salah satu alasannya karena PJ. Bustami dicalonkan sebagai calon Gubernur Aceh untuk melawan Mualem di Pilgub Aceh 2024. Sebagai sosok birokrat, tunduk dan patuh pada atasan, tegak lurus hingga bekerja secara profesional, Pj. Bustami mulai dipandang oleh rakyat Aceh mampu dan layak diberikan beban dalam menyelesaikan problem ke-acehan hari ini.
Nama Pj. Bustami mulai harum di kalangan elite Aceh karena beberapa PJ. Gubernur Aceh dipandang tidak optimal memimpin Aceh semenjak tragedi politik yang menimpa Gubernur Irwandi Yusuf waktu lalu. Kemudian, pasca Pj. Bustami dilantik, beberapa posisi strategis seperti jabatan direktur di bawah naungan pemerintah Aceh diganti oleh Pj. Bustami. Dari disisi ini dapat dilihat bahwa Pj. Bustami memiliki kekuatan politik yang tidak menutup kemugkinan bahwa di balik Pj. Bustami terdapat sokongan politik dari pusat.
Pada posisi ini, barangkali ada benarnya argumentasi yang mengatakan bahwa jika Pj. Bustami bukan representatif dari kekuatan pemerintah pusat, maka ia tidak akan menjadi Pj. Gubernur yang sekarang memiliki kuasa untuk berikan perintah ke seluruh Pj. di daerah Aceh. Oleh karena itu, hingga hari ini, konsentrasi sentral terkait Mualem adalah satu-satunya representatif istana mulai terbongkar bahkan dapat terbantahkan.
Untuk itu, sebagai rakyat yang hendap mulai cerdas, sebagai pemilih yang rasional, sebagai bagian dari upaya mencerdaskan politik publik, ada baiknya melalui tulisan singkat ini kita dapat menghitung secara rasional terkait lintas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang di miliki oleh Mualem dan Pj. Bustami.
Misalnya dengan mempertanyakan bagaimanakah kepercayaan rakyat Aceh terhadap Mualem dan Pj. Bustami? Sementara pola pemberian suara pemilih di Aceh adalah bosan dengan elite yang itu-itu saja muncul, terlebih sosok calon memiliki aspek kontroversial dalam rekam jejaknya. Termasuk mempertanyakan apakah efek Pilpres Prabowo-Gibran dapat menjadi kekuatan bagi calon gubenur di Aceh? atau sebaliknya jusrtru menjadi langkah awal dalam menciptakan kekalahan politik di Pilgub Aceh 2024?
Mantap