Oleh Apriadi Rama Putra
Pemuda Aceh Tenggara peduli pemilu sehat
Tidak diketahui pasti apa motif borok Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara. Yang jelas publik dapat mengendus gelagat politik Ketua DPRK dan Komisi A Aceh Tenggara yang terseret ke dalam politik transaksional dalam mematokkan tarif harga sebesar Rp.500 Juta-1 Miliar dalam pengrekrutan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Periode 2024-2029.
Hal ini semakin tampak boroknya dengan cara melihat tiga calon Anggota KIP sebelumnya yang jelas-jelas tidak berkompeten dalam menjalankan tugasnya di periode sebelumnya. Mungkin borok politik dengan membuka pasaran harga tersebut dapat dijadikan modal nyaleg bagi anggota dewan bersangkutan.
Dalam tulisan ini, penulis ingin mengutarakan terkait; yang pertama terbukti pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Kedua, persoalan oknum caleg yang kedapatan ikut menjadi relawan sortir dan lipat surat suara di gudang logistik KIP Aceh Tenggara. Seharusnya praktik politik kotor tersebut menjadi pertimbangan atau berpikir berkali-kali untuk meloloskan kembali tiga Komisioner KIP sebelumnya. Jangan sampai di periode selanjutnya ini menumpuk praktik buruknya penyelenggaraan pemilu.
Namun demikian, apalah daya ketika kekuasaan dan uang yang menjadi tujuan bukan kepentingan masyarakat Tanoh Alas Metuah yang di utamakan. Masyarakat hanyalah sebatas big data ketika Pemilu dan Pilkada saja. Dalam konteks ini, pilihannya ada dua, yaitu uang atau aspirasi masyarakat? Ini semua dapat dilihat dari pengumuman akhir dari kelulusan calon anggota KIP Aceh Tenggara periode 2024 – 2029 nanti.
Dengan meloloskan tiga calon anggota KIP incumbent ini bisa menjadi wujud borok untuk ketua DPRK Aceh Tenggara karena saat ini Ketua DPRK Aceh Tenggara pun ikut serta lagi dalam mencalonkan diri sebagai anggota DPRK Aceh Tenggara untuk periode 2024-2029. Praktik kongkalikong antara KIP Aceh Tenggara dengan Ketua DPRK AcehTenggara dan koleganya semakin menarik untuk diendus.
Melaui gagasan ini pula, besar harapan masyarakat Aceh Tenggara agar Ketua DPRK dan Komisi A Aceh Tenggara mampu mengembalikan marwah dan kiprah serta tugas pokok dan fungsi sesuai amanat konsitusi yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Bukan sebaliknya, mensiasati kekuasaan untuk memuluskan jalan politik bagi kaum tertentu. Ingat, masyarakat atau pemuda di Aceh Tenggara sudah muak menonton praktik kongkalikong di tubuh DPRK Aceh Tenggara.
Jika fungsi legislatif di DPRK Aceh Tenggara sudah mati, maka solusinya adalah menghadirkan fungsi pengawasan jalanan untuk menyehatkan kembali fungsi pengawasan di tubuh DPRK Aceh Tenggara. Untuk itu, bagi para anggota dewan yang terhormat di bumi sepakat segenep, tolong hentikan atau hilagkan borok politik kalian tersebut agar aspirasi masyarakat kembali mendapat tempat dalam konstelasi politik di Aceh Tenggara.
Leave a Review