Oleh Yusril Perdiansyah Nur
“Pengembangan masyarakat dapat dipahami sebagai upaya terencana untuk membangun aset yang meningkatkan kapasitas warga untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Aset ini dapat mencakup beberapa bentuk modal komunitas: fisik, manusia, sosial, keuangan, lingkungan, politik, dan budaya.”– Green, G. and Haines, A. (2008). Asset Building and Community Development. Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.
Program Pengembangan Masyarakat & Ekonomi menanggapi kebutuhan dan peluang lokal. Program sering kali dikembangkan dan dilaksanakan melalui kemitraan dengan peserta dan “pemangku kepentingan” – organisasi, individu, dan lembaga yang berkepentingan dengan keberadaan dan isi program serta sumber daya yang mendukung program tersebut. Sasaran program Pengembangan Masyarakat & Ekonomi mencakup pejabat pemerintah daerah, profesional Pengembangan ekonomi, pejabat publik lainnya, beragam pemimpin daerah, usaha kecil dan industri, organisasi berbasis masyarakat, dan masyarakat umum. Pengembangan Komunitas & Ekonomi Pendidik membina kemitraan yang menghubungkan Universitas dengan pemangku kepentingan lokal, lembaga pemerintah, dunia usaha, dan organisasi untuk membantu menciptakan komunitas yang dinamis dan berkelanjutan.
Akademisi atau fasilitator yang memiliki kecenderungan terhadap dimensi pengembangan masyarakat senantiasa menganalisis kondisi objektif bagaimana dinamika dan gap yang mungkin selalu di dapatkan pada tubuh masyarakat. Atas dasar hal itu lokus pendidikan pada Pengembangan Masyarakat menjadi urgensi dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat yang mana itu dimulai dari desa.
Program pendidikan yang menjawab kebutuhan dan peluang masyarakat dapat mencakup pelatihan kepemimpinan lokal, Pengembangan ekonomi, pendidikan isu kebijakan publik, perencanaan masyarakat, konsep pengambilan keputusan bersama dan Pengembangan konsensus, dan desain proses. Program Pengembangan Masyarakat & Ekonomi membantu para pemimpin masyarakat memahami proses pengambilan keputusan sosial dan membuat keputusan berdasarkan penelitian.
Pada momentum hangat ini baru baru saja pemerintah pusat mengesahkan UU Revisi Desa. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menerima aspirasi Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang menginginkan adanya revisi UU Desa. Salah satu poin krusial yang disepakati dalam Pengambilan Keputusan Tingkat 1 Rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI bersama Mendagri yakni terkait masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 (delapan) tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk 2 (dua) kali masa jabatan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 39 terkait masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 (delapan) tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk 2 (dua) kali masa jabatan.
“Kami menangkap aspirasi dari Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang menginginkan mendesak UU Desa itu direvisi dan sudah kita tangkap itu dan menjadi usulan inisiatif DPR. Dan kemarin janji kita pada masa sidang ini akan disahkan setidaknya di Pengambilan Tingkat 1 di Baleg sesuai penugasan dari Pimpinan,” ujar Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi mengungkapkan saat diwawancarai Parlementaria, Senin (5/2/2024) semalam.
Atas di terimanya usulan tersebut oleh DPR RI terdapat lokus yang harus di luruskan bahwa tidak akan memiliki dampak besar masa jabatan pemerintah desa diperpanjang atau tidak selama analisa terhadap dinamika dan seluruh problematika yang ada dalam tubuh masyarakat belum terpetakan dengan sempurna. Keselarasan berpikir dan cara pandang senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat atas ketimpangan yang dirasakan di desa.
Kerenn master☺️