Oleh : Skar Mutia
Mahasiswa Hukum UBB
Dalam hubungan antara pekerja dan pengusaha, sering kali muncul perselisihan yang memicu rasa ketidakpuasan di kalangan pekerja. Sebagai bentuk protes, mogok kerja sering dijadikan pilihan oleh pekerja yang merasa hak-haknya terabaikan atau tidak puas dengan kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan.
Mogok kerja adalah tindakan pekerja atau serikat buruh yang direncanakan secara bersama-sama untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Penghentian kerja yang dilakukan oleh pekerja atau serikat pekerja sebagai bentuk protes terhadap kebijakan atau perlakuan yang dianggap tidak adil oleh pengusaha atau pihak perusahaan.
Mogok kerja biasanya dilakukan sebagai bentuk protes. Terhadap berbagai masalah yang timbul di tempat kerja. Adapun faktor-faktor utama penyebab terjadinya mogok kerja:
- Faktor Ekonomi
Ketidakpuasan terhadap upah yang dianggap tidak sesuai dengan beban kerja atau kebutuhan hidup. Penundaan pembayaran gaji atau tunjangan lainnya oleh perusahaan. Pemotongan gaji atau pengurangan insentif tanpa alasan yang jelas. - Faktor Kesejahteraan dan Kondisi Kerja
Kondisi tempat kerja yang tidak aman atau tidak nyaman, seperti kondisi tempat kerja dianggap membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka. Misalnya, lingkungan kerja yang kotor, kurangnya alat pelindung diri, atau prosedur keselamatan yang tidak memadai. minimnya fasilitas kerja dan kurangnya perhatian terhadap keselamatan kerja. Jam kerja yang terlalu panjang tanpa kompensasi yang layak. Kurangnya perlindungan jaminan sosial bagi pekerja, seperti asuransi kesehatan atau ketenagakerjaan. - Faktor Manajemen dan Kebijakan Perusahaan
Kebijakan perusahaan yang dianggap merugikan, seperti pemotongan fasilitas, perubahan sistem kerja, atau pengurangan tenaga kerja tanpa konsultasi. Tidak adanya keterbukaan atau komunikasi yang baik antara manajemen dan pekerja. Pengambilan keputusan sepihak oleh perusahaan yang memengaruhi kesejahteraan pekerja. - Faktor Hubungan Industrial
Konflik antara pekerja dan pengusaha yang tidak kunjung diselesaikan melalui dialog atau mediasi. Ketidakjelasan dalam perjanjian kerja bersama (PKB) atau pelanggaran terhadap perjanjian tersebut. Kurangnya pengakuan terhadap serikat pekerja atau hambatan terhadap kegiatan serikat pekerja. - Faktor Sosial dan Psikologis
Rasa ketidakadilan akibat diskriminasi, perlakuan tidak adil, atau ketidaksetaraan di tempat kerja. Tekanan psikologis akibat perlakuan buruk, seperti intimidasi atau pelecehan oleh atasan atau rekan kerja. - Kegagalan Penyelesaian Sengketa
Tidak adanya solusi atas perselisihan yang telah diupayakan melalui jalur mediasi, arbitrase, atau perundingan. Ketidakpuasan terhadap hasil keputusan pengadilan hubungan Industrial.
Tindakan mogok kerja memang memiliki kekuatan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan, namun tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Sebagai pekerja, kita perlu memahami aturan yang mengatur mogok kerja agar tidak terjerat masalah hukum dan menghindari kerugian yang lebih besar.
Di Indonesia, mogok kerja telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pekerja untuk melakukan mogok kerja sebagai bagian dari upaya memperjuangkan hak-hak mereka.
Namun, penting untuk dipahami bahwa meskipun mogok kerja diakui sebagai hak pekerja, tidak semua mogok kerja dapat dianggap sah atau sesuai dengan ketentuan hukum.
Mogok kerja harus dilakukan secara sah sesuai dengan syarat dan prosedur , sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika pekerja mengabaikan aturan yang berlaku, mogok kerja tersebut bisa dianggap ilegal dan berpotensi menimbulkan dampak negatif, baik bagi pekerja sendiri maupun perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi setiap pekerja dan serikat pekerja untuk memahami ketentuan dan langkah-langkah yang harus dipenuhi sebelum memutuskan untuk melakukan mogok kerja.
Pemahaman yang baik terhadap aturan ini dapat mencegah terjadinya konflik yang berkepanjangan antara pekerja dan pengusaha. Mogok kerja yang dilakukan dengan prosedur yang benar tidak hanya melindungi pekerja dari risiko hukum, tetapi juga memberikan legitimasi atas tuntutan yang mereka ajukan. Sebaliknya, mogok kerja yang dilakukan secara sepihak atau tanpa pemberitahuan yang jelas kepada perusahaan dapat berujung pada sanksi hukum dan menciptakan ketegangan yang merugikan kedua belah pihak.
Agar mogok kerja dianggap sah secara hukum, pekerja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, seperti.
- Alasan Mogok Kerja
Mogok kerja hanya dapat dilakukan jika ada alasan yang sah, seperti: Ketidakseimbangan dalam pemenuhan hak pekerja, seperti upah, tunjangan, atau kondisi kerja. Pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama (PKB) atau perjanjian kerja individu. Ketidakpuasan terhadap kebijakan perusahaan yang memengaruhi kesejahteraan pekerja. - Prosedur Mogok Kerja.
Pemberitahuan mogok kerja Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja Sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan Serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan Secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang Bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat Sekurang-kurangnya memuat.
a).Waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri Mogok kerja;.
b). Tempat mogok kerja;
Alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan Mogok kerja; dan.
c). Tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. - Keterlibatan Serikat Pekerja.
Mogok kerja sebaiknya dilaksanakan melalui koordinasi dengan serikat pekerja. Dengan keterlibatan serikat pekerja, aksi mogok dapat dikelola secara lebih terorganisasi, memiliki arah yang jelas, dan dipastikan mengikuti aturan hukum yang berlaku. Selain itu, serikat pekerja dapat berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara pekerja dan perusahaan, sehingga tuntutan yang diajukan menjadi lebih terstruktur dan memiliki kekuatan negosiasi yang lebih besar. - Tidak Mengganggu Ketertiban Umum.
Mogok kerja harus dilakukan dengan damai dan tidak mengganggu ketertiban umum, operasional perusahaan, atau hak-hak pekerja lain yang tidak terlibat dalam mogok. - Larangan Mogok Kerja.
Mogok kerja tidak boleh dilakukan di sektor yang berhubungan langsung dengan keselamatan publik (misalnya layanan kesehatan, transportasi darurat) tanpa pengaturan khusus. Mogok kerja dianggap ilegal jika dilakukan tanpa pemberitahuan atau tidak sesuai dengan prosedur.
Dalam penyelesaian hubungan Industrial, mogok kerja idealnya menjadi jalan terakhir setelah berbagai upaya dialog, mediasi, atau arbitrase gagal mencapai solusi. Pelaksanaan mogok kerja yang sah dapat memberikan legitimasi bagi tuntutan pekerja, meningkatkan peluang untuk menyelesaikan konflik secara adil, dan menjaga integritas aksi tersebut. Sebaliknya, mogok kerja yang tidak terorganisasi atau dilakukan tanpa mengikuti prosedur hanya akan menciptakan ketegangan yang merugikan kedua belah pihak.
Pekerja dan serikat pekerja perlu meningkatkan pemahaman mereka tentang hak dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Selain itu, pengusaha juga memiliki tanggung jawab untuk membuka ruang dialog yang lebih transparan guna meminimalkan potensi konflik. Dengan demikian, mogok kerja yang sah dapat menjadi sarana efektif dalam memperjuangkan hak tanpa harus mengorbankan hubungan Industrial yang harmonis.
Mogok kerja yang terencana, sesuai aturan, dan dilakukan dengan damai mencerminkan kedewasaan dalam menyuarakan aspirasi pekerja sekaligus menjaga stabilitas perusahaan. Kolaborasi dan saling pengertian antara kedua pihak menjadi kunci utama untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan kondusif.
Leave a Review