Oleh Deri Irawan, S.IP
Jurnalis
27 April 1999 adalah awal yang baru untuk Aceh Singkil, dimana daerah ini mekar dari Kabupaten induknya, Aceh Selatan dan menjadi daerah otonom yang ditetapkan oleh Pemerintah RI dan hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999. Perjuangan Aceh Singkil menjadi daerah otonom, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun disana terdapat perjuangan dan segelintir pengorbanan. Dimulai dari jalan berliku yang ditempuh, terjal, bahkan terdapat jurang yang dalam. Perjuangan dan pengorbanan para pendahulu untuk menjadikan Aceh Singkil sebagai daerah yang berdiri sendiri (otonom). tentunya bukan tanpa alasan. Hal ini sangat jelas, dikarenakan adanya keinginan yang lebih kuat dan besar untuk memajukan Aceh Singkil, dari segi pendidikan, pariwisata, ekonomi, politik, sosial. adat dan budaya, sehingga kelak akan menjadi sebuah daerah yang kaya akan SDM dan SDAnya. Namun tampaknya bak kata pepatah, jauh panggang dari api. Semakin tumbuh dan berkembang, bukannya semakin baik, justru semakin banyak terjadinya perpecahan yang disebabkan oleh oknum-oknum politik yang tidak bertanggungjawab.
Aceh Singkil, sejatinya hidup dalam kultur historis, agamis, geografis, dan batas-batas. Bagaimana keempat hal ini menjadikan masyarakat Aceh Singkil bersatupadu dalam semangat gotong royong, bahu membahu membangun negeri, agar mencapai kesejahteraan yang diidam-idamkan. Bagaimana kita melihat setiap tindak tanduk masyarakat Aceh Singkil terdapat nilai-nilai agamis dan historis yang terkadung didalamnya, membawa kita pada kerukunan dan kedamaian. Namun dewasa ini, kita semua dihadapkan dengan sebuah kenyataan pahit yang tidak dapat kita tolak bahwa menurut Badan Pusat Statistik Aceh persentase penduduk miskin 2021-2023, menempatkan Aceh Singkil menjadi yang paling termiskin, dengan angka 19,15%. Ternyata, cita-cita para leluhur dan pendahulu kita yang berjuang dalam pemekaran daerah Aceh Singkil, belum terwujud. Tentunya tidak serta merta kita menyalahkan mereka, tapi ini adalah kesalahan yang terstruktur dan terorganisir yang sampai hari ini terus terjadi dan berimbas kepada proses perkembangan dan kemajuan Aceh Singkil.
Timbul sebuah pertanyaan, batas-batas apa yang dimaksud? Tentu penulis ingin sekali memaparkan hal ini dengan gambling dan tuntas tanpa adanya hal yang disembunyikan dan ditahan. Kita semua melihat fakta itu dilapangan, bahwa mata kita telah tertutup oleh kekuasaan dan kepentingan, sehingga segala usaha dan upaya, tidak lagi berorientasi pada kemajuan Aceh Singkil, melainkan pemenuhan hasrat dan kepentingan pribadi atau kelompok. Kita semua dibutakan dan tak lagi mampu untuk melihat, mana yang Haq dan yang Bathil, mana yang baik dan buruk, mana yang suci dan kotor, mana yang jujur dan pembohong, mana yang manipulatif dan provokatif, sungguh segala hal itu tumpang tindih hari ini, dan sangat sukar untuk dapat dibedakan. Bagaimana kita lihat saat ini, politik benar-benar menjadi senjata yang sangat mematikan pergerakan kemajuan Aceh Singkil.
Sebagai anak muda yang mencoba untuk memberikan ide dan gagasan kepada kita semua, terkhusus untuk kemajuan Aceh Singkil, kita tidak dapat berdiam diri sehingga selalu menjadi korban politik dari para “hantu-hantu politik” yang menghancurkan tatanan kehidupan bersosial kita. Mereka adalah dalang dibalik semua keburukan, kemerosotan, dan ketertinggalan Aceh Singkil dalam berbagai sektor. Penulis ingin mengajak kita semua, terkhusus generasi muda, Gen Z dan Millenial untuk bersatu padu menyatukan persepsi, bahwa kita harus terlibat dalam upaya menetralisir keburukan dan kebencian serta money politik yang merajalela di Aceh Singkil, bahkan sampai ke tingkat Desa. Kita harus bersatu padu memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat tentang betapa money politik sangat-sangat berperan besar menghancurkan generasi dan menghambat pembangunan dan kemajuan Aceh Singkil. Ini bukan tentang cukup makan hari ini, tapi ini tentang makan apa kita besok, lusa, satu minggu, satu bulan, bahkan 5 tahun kedepan, money politik menyebabkan tidak adanya pembangunan, menyebabkan tingginya angka stunting, menyebabkan tidak adanya jalan yang dibangun, menyebabkan mahalnya harga kebutuhan pokok, menyebabkan sulitnya mencari pekerjaan, menyebabkan keburukan-keburukan lainnya yang terjadi saat ini.
Dalam QS. Al-Alaq ayat 6, dijelaskan bahwa “Sungguh manusia benar-benar telah melampaui batas”. Ini adalah hal yang tidak dapat kita sangkal dan pungkiri, bahwa keadaan Aceh Singkil saat ini benar-benar telah melampaui batas. Batas yang seharusnya menjadikan kita hidup dalam keberaturan. bukan malah membawa kita pada kebutaan dan kesesatan. Dunia hanyalah fatamorgana, namun sebab ulah “hantu-hantu politik” itu, kita buta bahkan lupa bahwa dunia ini Fana. Kita menghalalkan segala cara untuk dapat menjangkau keinginan yang diimpikan, namun lupa dengan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Segala kerusakan baik di Pemerintahan, Pedesaan, Perkotaan, Pendidikan, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pariwisata, Lingkungan, adalah akibat dari keserakahan para pemimpin dan wakil rakyat yang haus akan kekuasaan dan kekayaan, namun lupa akan keseimbangan alam. Tulisan ini akan terus berjalan, mengawal proses perkembangan dan kemajuan Aceh Singkil, untuk kita dan anak cucu kita kelak. Penutup, penulis kembali mengajak kita semua terutama generasi muda, agar jangan molor dan apatis terhadap perkembangan dan kemajuan Aceh Singkil. Ambillah peran dan lakukan sesuai arahan dan aturan. Kita bisa, jika kita bersatu dalam kebaikan dan perjuangan. Menuju Aceh Singkil Emas 2045, dan seterusnya.
Leave a Review