Katacyber.com | Bener Meriah — Ir. Tagore Abubakar dan Armia IR akan melakukan mutasi pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah (Pemkab) Bener Meriah, usai keduanya dilantik sebagai bupati dan wakil bupati terpilih periode 2025-2030.
Ketua Himpunan Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (HiMa PPKn) Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh, Fauzan Akbar mempertanyakan ucapan Ir. Tagore Abubakar “Kita akan mutasi pejabat seminggu setelah dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Bener Meriah,” ucap beliau dalam pidato pada rapat pleno Komisi Independen Pemilihan (KIP) terkait penetapan pasangan calon terpilih di Aula Setdakab Bener Meriah, Kamis, 9 Januari 2025. “Kita tidak bisa melakukan mutasi pejabat pemerintahan seenaknya bapak! Ingat ada aturan yang harus ditaati,” kata Fauzan.
“Mutasi itu, kata Ir. Tagore dilakukan kepada pejabat yang “nakal” serta bagi pendukung pihak tertentu, pada pemilihan kepala daerah 2024 lalu, nah ini tidak mencerminkan sikap demokratis lebih ke ranah kepentingan,” ucap Fauzan.
“Ya memang pada umumnya kepala daerah terpilih setelah dilantik akan melakukan mutasi, rotasi bahkan tindakan menonjobkan Aparatur Sipil Negara (ASN) eselon II, III, dan IV yang acap kali faktornya bersifat subjektif,” ujar Fauzan melalui pernyataan tertulisnya kepada media ini. Minggu (12/1/2025).
Menurut Fauzan, ada aturan yang harus ditaati oleh kepala daerah terpilih yang baru dilantik tatkala melakukan mutasi. Aturan yang dimaksud adalah Pasal 162 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
“Dalam Pasal 162 ayat (3) UU Pilkada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal pelantikan, demikian bunyi pasal termaktub.
“Mutasi pun pada dasarnya lebih pada pertimbangan objektif menyangkut kinerja. Bukan karena “Like and Dislike” karena ekses dukung-mendukung di pilkada.” Sambungnya.
“Mutasi dalam 6 bulan setelah pelantikan harus izin menteri. Dan dalam UU ASN Pasal 73 ayat 7 juga ditegaskan mutasi dilakukan dengan mempertimbangkan larangan konflik kepentingan,” ucap Fauzan.
Sekali lagi bapak Ir. Tagore Abubakar dan Armia IR “Gubernur, Bupati dan Walikota terpilih yang baru saja dilantik, tidak diperbolehkan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemda yang dipimpinnya dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal pelantikan. Para kepala daerah yang baru saja dilantik juga tidak boleh mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun sejak pelantikan pejabat tersebut.” Tegas, Fauzan.
Menoleh kembali ke belakang saat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi melalui Surat Edaran No. 02/2016 tentang Penggantian Pejabat Pasca Pilkada. Surat Edaran tersebut tembusannnya disampaikan kepada Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Dalam Negeri.
“Menurut beliau, hal itu perlu dilakukan demi kesinambungan serta penjaminan pengembangan karier Aparatur Sipil Negara (ASN) di masing-masing daerah,” jelas Fauzan.
Kita mengacu dua undang-undang. Pertama, UU No. 8/2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1/2015 tentang Penetapan Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang, khususnya pasal 162 ayat (03). “Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan,” demikian bunyi pasal tersebut.
Kemudian undang-undang yang kedua, adalah UU No. 05/2014 tentang ASN, khususnya pasal 116. Ayat (1) Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali pejabat tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Untuk penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, menurut ayat (2), dapat dilakuikan setelah mendapat persetujuan Presiden.
“Ingat kepada Bupati dan Wakil Bupati terpilih kabupaten Bener Meriah agar tidak melakukan penggantian pejabat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan tersebut,” ujarnya.
Sebagai penutup saya sampaikan hal yang dianggap biasa-biasa pada prinsipnya bertujuan agar mewujudkan ASN yang netral dan profesional serta pemilu yang berkualitas. Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat politik praktis telah melanggar prinsip netralitas yang diatur oleh UU. Dasar hukum yang melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) berpolitik adalah UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, serta peraturan terkait lainnya.
“Perbuatan ASN yang dianggap biasa-biasa saja seperti posting, komentar, kirim, suka, bergabung/follow dalam group/akun pemenangan calon presiden/wakil presiden/DPR/DPD/DPRD/gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota, termasuk pelanggaran disiplin atas Pasal 9 ayat (2) UU ASN dan Pasal 5 huruf n angka 5 PP 94/2021,” tegas Fauzan.
Bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan di atas, hukuman disiplin berat dijatuhkan yakni terdiri atas: Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
“Selain pelanggaran disiplin, PNS juga dianggap melakukan pelanggaran kode etik pada Pasal 11 huruf c PP 42/2004 yaitu etika terhadap diri sendiri yang mencakup menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan,” ucap Fauzan.
“Perlu dicatat dan digarisbawahi sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut adalah sanksi moral yang dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), baik berupa pernyataan secara tertutup maupun terbuka. Lalu, pemberian sanksi moral tersebut, harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS. Hal ini diatur dalam Pasal 15 PP 42/2004,” timpalnya.
“Demikianlah larangan tentang ASN berpolitik dan aturan netralitas ASN sebagai ulasan penutup, harapannya kita semua dapat memahami dan menjalankan sesuai peraturan yang berlaku.” Tutup Fauzan.
Leave a Review