Socrates: Lelucon Hidup Yunani yang Anti Humor

Oleh: Syarifuddin Abé

Terus terang, bagi saya Socrates adalah guru kehidupan yang baik, telah mengajari nilai-nilai hidup yang perlu dicontoh. Kita perlu bercermin dari kehidupannya, sabar, pencinta kebenaran hingga ajal menghentikannya, penegak hukum tak merasa kalah, bahkan hidup dan matinya diserahkan sepenuhnya kepada negaranya Yunani, sebagai nilai nasionalisme yang membuktikan kecintaannya yang tak ada tandingnya. Socrates juga orang yang super ikhlas menyebarkan nilai-nilai filsafat yang kemudian waktu kebakaran jenggot kaum Sofis dan orang-orang yang membencinya. 

Socrates adalah sosok ummi di wilayah Eropa, tidak dapat membaca dan menulis, namun kegigihannya menyebar pengetahuan tidak ada tandingnya. Ia anak manusia pilihan Tuhan, sekaligus sebagai seorang nabi pada masanya. Hidupnya penuh hikmah, kata-katanya penuh kebenaran, bahasanya penuh kebijaksanaan. Ia merupakan manusia terbaik yang namanya masih terukir hingga saat ini. Ia dikenal sampai pelosok manapun, ajarannya masih terngiang dan menjadi bahan penelitian para intelektual dunia. Kata-katanya tertulis dan ditulis sebagai sebuah pesan yang selalu diingat oleh siapapun juga. Salah satu pendirian Socrates yang terkenal bahwa kekuatan utama adalah pengetahuan.

Socrates sama juga seperti kita, dicintai dan dibenci. Bagi yang mencintai, ia menjadi sosok guru bagi sebuah kehidupan, telah menjadi penerang bagi orang-orang yang mencintainya. Menurut Socrates, kepedulian terhadap kebijaksanaan dan kebenaran adalah kebajikan tertinggi. Bagi yang membenci, ia dipandang sebagai orang yang menghalang-halangi berbagai keinginan politik sebagian kecil masyarakat Yunani waktu itu.

Walau Socrates menolak sistem demokrasi, namun baginya dalam masalah politik tetap mengeksplorasikan gagasan tentang keadilan dan kebijaksanaan. Socrates dituduh bersekongkol dengan menciptakan revolusi untuk melawan demokrasi Athena selama perang terjadi. Setelah perang berakhir pun, tuduhan kepada Socrates juga tidak berhenti, Athena kalah dari Sparta pada 404 SM, Socrates terus dianggap yang menghasut pemuda aristokrat untuk melawan demokrasi.

Bagi Socrates, negara harus dipimpin oleh sekelompok filsuf serta oleh para raja yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan dalam memerintah, hal inilah dalam pemikiran Socrates dikenal dengan istilah ‘negara ideal’. Dalam sebuah negara ideal, politik bukanlah sebagai arena untuk mencari kekuasaan semata, namun sebagai sebuah sarana untuk mencapai keadilan dan kebaikan masyarakat.

Humor bagi Socrates
Bagi Socrates, dalam situasi apapun, termasuk politik, humor justru menjadi sebuah kekhawatiran tersendiri terhadap sebuah resiko yang melahirkan situasi yang tidak stabil yang diakibatkan oleh tawa yang tidak terkontrol dari nilai-nilai etis dan pengetahuan. Menurut murid kesayangannya Plato, humor dianggap sesuatu yang konyol, hanya mentertawakan orang dan dianggap sebagai bagian dari kejahatan tertentu. Humor telah menutup mata bahkan hati seseorang, sehingga orang seperti tidak mengenal dirinya, merasa dirinya kuat dan hebat, lalu suka mentertawakan dan melecehkan orang lain. Di sini mungkin salah satu dari maksud salah satu pernyataan Socrates, “kenalilah dirimu” dan “mengenal dirimu sendiri adalah awal dari kebijaksanaan”.

Bagi Socrates, humor adalah sesuatu yang dapat merugikan manusia bahkan dianggap sebagai yang membuang-buang waktu, tidak berguna, menggelapkan hati dan merupakan hal yang tidak mendasar. Manusia hidup tak lain adalah mencari kebijaksanaan. Apa pun kegiatan yang manusia gemari, kebijaksanaan adalah satu-satunya tujuan yang harus dicapai manusia. Socrates sangat meragukan nilai humor, baginya humor sangat merugikan manusia. Humor hanya membuat orang lain menjadi rendah, apalagi perilaku dari humor itu sendiri, sibuk merendahkan dan mentertawakan orang lain.

Menurut Sokrates, kegiatan tawa juga harus didasarkan pada kebijaksanaan dan pengetahuan, apabila tidak didasarkan kepada dua hal ini, maka humor akan mengarah kepada ketidakstabilan sosial bahkan akan membuat kegaduhan dan kekacauan. Socrates ibarat Abu Nawas di Bagdad pada masa Harus al-Rasyid. Humor-humor Socrates seiring dengan keadaan yang dialaminya. Humor Socrates tidak mengarah kepada orang lain, melainkan hanya untuk dirinya sendiri. Bagi Socrates, mentertawakan diri sendiri adalah kebijaksanaan paling tinggi dan penuh kenikmatan.

Anti Humor tapi Lucu
Socrates adalah sosok yang super aneh lagi super lucu.Sebagian hidupnya mencari dan mencari. Sebagian dari pencariannya adalah lelucon yang tanpa sadar ia lakukan. Leluconnya bukan menyindir dan bukan menunjukkan power terhadap kelemahan orang lain. Bukan juga untuk memojokkan lawannya. Lawan baginya adalah keagungan Tuhan untuk menyindir dirinya sendiri. Bukan untuk melemahkan kelemahan yang dimiliki orang lain, melainkan mengkritik dan mentertawakan dirinya sendiri. Betapa agungnya diri Socrates, seperti permata yang penuh sinar yang menyinari ketololan orang yang mengaku pintar. Socrates adalah ketololan bagi dirinya sendiri, bahkan lelucon bagi hidupnya sendiri?

Dalam ranah filsafat, Socrates merupakan sosok yang membingungkan orang yang lagi bingung untuk mengenal dirinya. Para filsuf harus terus berkaca untuk mampu memahami wajah Socrates yang lucu bahkan imut lagi geli bagi yang mampu tertawa. Bahkan Socrates sendiri pernah dianggap sebagai orang gila’ yang tidak hanya oleh orang-orang di Yunani, tapi dunia yang baru mengenalnya. Lewat kebijaksanaan yang dipersembahkannya kepada dunia, telah menyadarkan makhluk yang bernama ‘manusia’ hingga mereka mengikuti jejak Socrates dengan terus bertanya dan bertanya. Manusia bertanya untuk mencari siapa dirinya? Gnathi seauton.

Aristophanes, yang tak lain adalah seniman Yunani, dalam karya komedinya, sering menciptakan sebuah suasana yang unik perihal kehidupan keseharian masyarakat Yunani, tak luput juga tentang kehidupan rumah tangga antara Socrates dan Xanthippe istrinya. Walaupun karyanya kadang tergolong berlebihan bahkan terkesan mengada-ngada, namun tujuannya hanya sebagai hiburan semata. Namun demikian, karyanya itu sungguh menarik, apalagi mampu menggambarkan tentang sebuah dinamika rumah tangga yang terjadi pada masa Yunani. Xanthippe, sering digambarkan sebagai sosok istri yang cerewet, galak, bahkan cenderung merasa terganggu oleh kegiatan suaminya sebagai seorang filsuf. Aristophanes dalam karyanya yang terkenal, seperti “The Clouds” dan juga “The Wasps, dengan sangat tega menggambarkan Xanthippe sebagai istri yang selalu gemar bersitegang dengan Socrates, terutama terkait kebiasaan suaminya yang terlalu sering membuatnya tidak sabar.

Walaupun penggambaran Aristophanes penuh dengan humoris, melalui karyanya itu juga ia mencoba menghadirkan tentang peran penting Xanthippe terhadap kehidupan Socrates. Sebagai wanita yang kesehariannya selalu cerewet, Xanthippe adalah sosok  yang setia mendampingi Socrates, selalu mendukung Socrates dalam pengabdian sebagai seorang filsuf. Penggambaran Aristophanes tentang hubungan antara Socrates dan Xanthippe, harus dapat dipahami hanya dalam konteks sebuah lelucon dalam genre komedi. Walaupun kisah-kisah yang dihadirkan tidak sepenuhnya akurat dari segi historis, namun sangat memberikan wawasan dan pengetahuan yang menarik tentang persepsi masyarakat terhadap hubungan rumah tangga pada masa itu.

Socrates merupakan filsuf yang unik, tapi sangat digemari oleh anak-anak muda Athena. Selalu mengajarkan filsafat kepada anak-anak muda dengan tanpa memungut biaya. Socrates mengajarkan filsafat tanpa mengenal siang dan malam. Ia selalu larut dengan pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimilikinya. Socrates memiliki fisik yang kuat, tidak mengenal musim dingin dan musim panas, ke mana-mana selalu bertelanjang kaki. Malah ada lelucon yang menyindir Socrates karena tidak pernah mengenakan alas kaki; Socrates diutus Tuhan ke dunia hanya untuk melecehkan pembuat sepatu.

Socrates selalu berjalan terhuyung seperti orang mabuk, berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya (Piraeus – Aigeus). Ia mampu berdiri berjam-jam, dari pagi hingga malam, bahkan sampai pagi berikutnya, hanya karena merenung menunggu suara hatinya, menunggu suara Ilahi. Mampu menahan lapar dan dahaga dalam waktu yang lama, malah ada yang mengatakan mampu tanpa makan sampai beberapa hari, layaknya orang berpuasa. Lebih suka keluyuran hingga larut malam daridapa pulang ke rumah bemesraan dengan istri dan bercanda dengan anak-anaknya. Lebih suka duduk di suatu tempat berkumpul (agora) ditemani patung-patung indah Stoadan Zeus, hanya untuk bercakap-cakap dengan murid dan siapa saja hingga cahaya bulan di langit menghilang.

Pernah suatu ketika, para sahabatnya rela mendirikan tenda, tidak tidur semalaman hanya ingin melihat dan menunggu sampai berapa lama Socrates mampu bertahan merenung. Mereka juga ingin menyaksikan ketika Socrates tersadar dari perenungannya, ia seperti nabi yang menunggu firman Tuhan. Ketika proses perenungannya selesai, Socrates seperti orang yang baru tersadar dari mimpinya, lalu memanjatkan doamenyambut datangnya hari dan suasana baru, lalu ia melaksanakan tugasnya bak orang yang tidak terjadi apa pun.

Socrates adalah orang yang suka bersendagurau dengan istrinya, entah kejadian itu serius atau hanya lelucon.Tapi masyarakat terlalu menganggap hal itu sebagai sebuah keseriusan, sehingga dianggap sesuatu yang negatif sepanjang hidupnya. Xanthippe dikenal orang yang judes, cerewet bahkan pemarah. Ia sering memarahi suaminya, Socrates. Socrates pernah ditanya, kenapa Socrates betah sekali memiliki istri yang cerewet dan judes? Socrates hanya menjawab untuk belajar sabar. Socrates sengaja menikahi Xanthippe hanya untuk melatih disiplin diri, melatih kesabaran bahkan hanya demi untuk mengendalikan sifat buruk yang dimiliki Socrates. Anehnya, orang-orang terlanjur menganggap, Socrates menikahi ‘nenek sihir’.

Ada sebuah cerita antara Socrates dan Xanthippe. Suatu ketika, sudah larut malam, Socrates dengan beberapa pemuda Athena pulang ke rumahnya dalam keadaan lunglai. Mendapati Socrates yang pulang tanpa membawa apa-apa, membuat istrinya jengkel dan marahDalam keadaan inilah istrinya sering memarahinya, “jam berapa ini? Apa ngobrol seharian akan mendapatkan sesuatu? Apa kita tidak perlu makan?, demikian kira-kira istrinya marah. Pulang malam-malam bukannya membawa uang, justru membawa para pemuda Athena hanya untuk melanjutkan ngobrol di rumahnya.

Melihat istrinya marah, Socrates malah berbalik arah dan mengajak para pemuda itu keluar dan duduk-duduk di teras rumah melanjutkan ngobrol, dengan alasan merasa kasihan kepada istrinya yang marah-marah karena tidak dapat tidur. Ulah Socrates ini membuat istrinya tidak tahan, istrinya merasa tidak diperhatikan. Akibatnya, karena kesalnya sudah diubun-ubun, istrinya mengambil seember air, lalu menyiramnya ke tubuh Socrates. Orang berpikir, Socrates pasti marah, pertengkaran hebat akan segera dimulai. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Socrates dengan enteng berkata, “beginilah nasibku selalu, inilah hidup, baru saja petir menyambar, hujan pun akhirnya turuh juga”.

Kehidupan rumah tangga Socrates memang sebuah kehidupan yang banyak perhatian di Athena pada waktu itu. Itulah sebabnya, mungkin para pemuda di Athena senang dengan Socrates tidak hanya ingin belajar filsafat, tapi mungkin juga ingin mengetahui sesuatu yang menarik dari kehidupan Socrates. Soalnya hal-hal yang aneh dan lucu dari Socrates banyak hadir ketika Socrates bersama istri Xanthippe dan itu pula membuat orang tertawa.

Pernah suatu ketika orang-orang melihat Socrates seperti orang kesusahan di teras rumahnya. Sontak saja orang-orang mendekati Socrates dan bertanya, “ada apa gerangan wahai Socrates?, anda tampak murung dan sedih?”. Lalu Socrates menjawab, “aku sedih karena istriku lagi sakit, kasihan dia”. Orang-orang yang tahu istrinya super cerewet, secara spontan mengatakan, bahwa hal itu suatu keberuntungan karena Socrates pasti terbebas dari omelan dan cacimaki. Terhadap anggapaorang-orang tersebut, Socrates menjawab, “tidak mendapat omelan dan caci maki itulah yang membuat aku sedih. Aku tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melatih kesabaran”. Orang-orang kebingungan mendengar jawaban Socrates itu.

Pada suatu kesempatan lain, pernah istri Socrates marah-marah. Bayangkan sendiri wajah orang marah itu bagaimana? Bisa saja matanya melotot atau air mukanya yang penuh kerutan. Hal ini juga menjadi wajar, seorang istri selalu mendambakan ketika suaminya pulang pasti membawa sesuatu, kalau bukan uang boleh saja makanan atau yang lainnya. Tapi Socrates selalu pulang tanpa membawa apa-apa, sehingga istrinya selalu saja marah. Bagi Socrates, berkeluarga tidak ada artinya kalau tidak mampu mengarahkan istrinya, seperti ungkapannya, “pelatih kuda yang baik, harus memiliki kemampuan untuk menjinakkan kuda paling liar”. Xanthippe adalah istri yang baik menurut Socrates, ia sudah seperti sebuah mesin untuk melatih kesabarannya.

Suatu ketika juga, seorang pemuda datang kepada Socrates dan menanyakan sesuatu, “Socrates, aku ingin menikah, makanya aku datang padamu, mohon petunjuk dan nasehat darimu”. Mendengar permintaan pemuda itu, Socrates lalu menjawab, “Bagus, itu bagus sekali. Kau telah sadar dan kau ingin menikah. Menikah itu sesuatu yang baik dan mulia. Bila kamu mendapat istri yang baik, kamu akan sangat bahagia. Tapi, bila kamu mendapat istri yang pemarah dan cerewet, kamu akan menjadi seorang filsus seperti saya”.

Socrates bukanlah tipe orang yang marah ketika berhadapan dengan orang yang tidak menyukainya, termasuk ketika istrinya membalas dari akibat ulahhnya sendiri. Balasannya itu justru bukan kata-kata kasar, tapi berupa kata-kata yang memiliki kebijaksanaan. Kata-kata yang keluar dari seorang yang jenius tapi bijaksana. Kata-kata yang membuat orang berpikir dan mengajak tertawa dengan makna yang dikandunginya. Tentu masih banyak humor hadir dalam hidup Socrates. Kejenakaan itu hadir berbarengan dengan kebijaksanaan dan menghadirkan senyum dan tawa.  

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi