Oleh : Apriadi Rama Putra
Kolumnis dan Pemerhati Politik
Dalam realitas politik Indonesia, istilah “politik hidup mati” kerap digunakan untuk menggambarkan dinamika kekuasaan yang intens dan penuh risiko. Politik tidak lagi sekadar kontestasi gagasan dan visi, tetapi menjadi arena pertarungan yang mempertaruhkan segalanya: reputasi, kekayaan, bahkan eksistensi politik seseorang atau kelompok.
Fenomena ini terlihat jelas dalam proses pemilu, baik di tingkat lokal maupun nasional. Para kandidat, partai, dan aktor politik sering kali rela melakukan apa saja demi mencapai kemenangan. Mulai dari penggunaan politik uang, kampanye hitam, hingga eksploitasi isu-isu sensitif seperti agama dan identitas, semuanya menjadi bagian dari strategi “hidup mati” untuk merebut kekuasaan.
Namun, politik yang dimainkan dengan cara seperti ini menyimpan bahaya besar. Taruhannya bukan hanya kekalahan satu kandidat atau partai, melainkan juga keretakan sosial, hilangnya kepercayaan publik, dan memburuknya kualitas demokrasi. Ketika kemenangan menjadi segalanya, nilai-nilai integritas, keadilan, dan kepentingan rakyat sering kali dikesampingkan.
Penyebab utama dari fenomena ini adalah kultur politik yang terlalu berorientasi pada kekuasaan, bukan pelayanan. Politik dipandang sebagai alat untuk memperkaya diri atau kelompok, bukan sebagai panggilan untuk mengabdi. Selain itu, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran etika dan aturan politik turut memperburuk situasi.
Untuk mengubah dinamika ini, dibutuhkan reformasi besar-besaran dalam sistem politik dan budaya politik itu sendiri. Pendidikan politik bagi masyarakat harus menjadi prioritas, sehingga pemilih tidak hanya memahami hak pilihnya, tetapi juga memiliki keberanian untuk menuntut pemimpin yang berkualitas. Di sisi lain, partai politik harus lebih selektif dan transparan dalam merekrut calon pemimpin, memastikan bahwa mereka yang diusung benar-benar memiliki kapasitas dan integritas.
Politik hidup mati hanya akan menjadi lingkaran setan jika tidak ada upaya serius untuk mengatasinya. Kita membutuhkan politik yang sehat dan berorientasi pada kemaslahatan bersama, bukan sekadar pertarungan penuh ambisi tanpa batas. Sebab, dalam demokrasi sejati, kemenangan sejati adalah ketika rakyat merasakan manfaatnya, bukan ketika satu kelompok merayakan dominasinya.
Leave a Review