Pendidikan Bukan Komoditas Dagang

Alwan Samri, Ketua MPM Universitas Serambi Mekah (IST)

Oleh Alwan Samri, Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Serambi Mekah

 

Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu bangsa. Melalui pendidikan, generasi muda dibekali dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif bagi kemajuan masyarakat. Hal ini  terbukti bahwa peradaban yang berkemajuan lahir dari pendidikan yang baik, bermoral serta berkualitas.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir  lembaga pendidikan disejumlah universitas di Indonesia misalkan, kita menyaksikan adanya kecenderungan untuk memperlakukan pendidikan sebagai sekadar komoditas, di mana aspek komersial dan keuntungan finansial seringkali menjadi prioritas utama.  mulai dari kenaikan  uang kuliah tunggal (UKT) yang melonjak tinggi, sampai mahasiswa dituntut untuk membayar uang operasional yang tidak terkait langsung dengan proses pembelajaran.  Hal ini  tak jarang terjadi di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) maupun di perguruan tinggi swasta (PTS).

Tidak hanya itu, akan tetapi Bahkan hari ini di sejumlah kampus melarang mahasiswa untuk bersuara  menyampaikan aspirasi mereka ketika ada ketidak Adilan didalam sistem lembaga pendidikan itu sendiri. Yang lucunya lagi , ketika mahasiswa penerima biayasiswa  kartu Indonesia pintar (KIP)  bersuara terkait isu kampus seringkali ancaman dan intimidasi itu terjadi. minsalkan , berupa  ancaman dikeluarkan dari penerima KIP . Hal ini tidak bisa di pungkiri begitulah kebusukan para elite pemangku kepentingan yang tak bermoral.

Apalagi melarang mahasiswa untuk berfikir kritis, secara tidak sadar mereka sedang membunuh ilmu pengetahuan dan budaya berfikir. Hal ini sangat berdampak tidak baik bagi masa depan generasi muda, serta bangsa dan negara itu sendiri.

Dalam konteks ini, fenomena ini sangat memprihatinkan, karena pada dasarnya pendidikan memiliki tujuan yang jauh lebih luhur daripada sekadar mencari keuntungan. Pendidikan sejatinya bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia secara holistik, membentuk karakter yang kuat, dan menanamkan nilai-nilai moral yang luhur. Ketika pendidikan hanya dipandang sebagai komoditas, maka tujuan-tujuan mulia tersebut dapat terdegradasi. Pendidikan bukan ladang bisnis untuk diperdagangkan, pendidikan tempat generasi muda untuk beroses, mencari ilmu pengetahuan, mengasah diri, dan mematangkan hati serta pikiran.

Salah satu dampak negatif dari perlakuan pendidikan sebagai komoditas adalah munculnya kesenjangan akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Hanya mereka yang mampu secara finansial yang dapat menikmati pendidikan terbaik, sementara mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu terpinggirkan. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan pemerataan pendidikan, yang seharusnya menjadi salah satu tujuan utama  pendidikan. Padahal jelas dikatakan Tan Malaka bahwa “tujuan pendidikan adalah, untuk mempertajam kecerdasan, memperhalus perasaan dan memperkukuh kemauan” .

Kita melihat pendidikan hari ini justru jauh dari nilai-nilai yang sudah di konsepkan . tetapi nilai pendidikan Indonesia hari ini ,diwafatkan oleh mereka para pemangku kepentingan kelompok yang tidak pernah memikirkan masa depan bangsa dan nasib generasi muda. Pertanyaannya adalah apakah Indonesia emas 2045 itu akan tercapai, atau sebaliknya hanya sekedar angan-angan?

Kali ini memang, kita harus dituntut berfikir secara fundamental ketika berbicara kemajuan masyarakat adil makmur yang selalu di perbincangkan dalam percakapan para intelektual. Bahkan kalau kita membaca dari sejarah, pendidikan adalah fondasi untuk membangun bangsa dan negara.

Ini Juga  menjadi sebuah polemik besar, yang dimana mereka mendesain sebuah pandangan baru tentang Indonesia emas. namun demikian, mereka lupa bahwa kemajuan suatu bangsa di tentukan oleh  kualitas pendidikan yang baik untuk menghasilkan generasi muda yang cerdas, bermoral, yang mampu bersaing dan menghadapi tantangan zaman. Apakah pemerintah negara sudah mempersiapkan itu?

Inilah dasar  yang sebetulnya disebut masa keemasan (indonesia emas 2045), kalau generasi mudah kedepannya bercahaya dan selalu dirawat dengan memberikan fasilitas pendidikan yang baik.

Melihat problematika lembaga pendidikan di Indonesia akhir ini,  Sangat disayangkan pendidikan kita  dalam keadaan tidak baik-baik saja. Yang dimana seharusnya lembaga pendidikan seperti kampus tempat untuk mencari ilmu pengetahuan tetapi malah dijadikan tempat perdagangan layaknya seperti tempat berbisnis. Sebagai generasi muda melihat tentu ini adalah bentuk penjajahan dan pembodohan yang nyata di negri ini. Seharusnya setiap warga negara berhak mendapatkan  fasilitas layanan pendidikan yang baik  bukan untuk di tindas.

Ketika pendidikan dipandang sebagai komoditas, maka kurikulum dan proses pembelajaran cenderung diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dan industri, daripada untuk mengembangkan potensi individu secara holistik. Hal ini dapat mengakibatkan pengabaian terhadap aspek-aspek penting dalam pendidikan, seperti pengembangan karakter, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya-upaya konkret untuk menjaga nilai-nilai luhur dalam sistem pendidikan.

Pertama, pemerintah harus berkomitmen untuk menjamin akses yang adil dan merata terhadap pendidikan berkualitas, terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program beasiswa, subsidi, dan bantuan keuangan lainnya. Dalam hal ini, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan perintah konstitusi.

Kedua, kurikulum dan proses pembelajaran harus dirancang untuk mengembangkan potensi individu secara holistik, tidak hanya terfokus pada pemenuhan kebutuhan pasar. Pendidikan harus mampu menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan kepedulian sosial, serta mendorong pengembangan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan kepemimpinan.

Ketiga, peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan dalam sistem pendidikan, seperti pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, harus diperkuat. Mereka harus bekerja sama untuk menjaga integritas dan nilai-nilai luhur dalam pendidikan, serta memastikan bahwa pendidikan tetap berfokus pada pengembangan potensi manusia, bukan semata-mata pada keuntungan finansial.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan pendidikan dapat kembali pada tujuan utamanya, yaitu menjadi sarana untuk mengembangkan potensi manusia, membentuk karakter yang kuat, dan menanamkan nilai-nilai moral yang luhur. Salam cinta dan perjuangan #hidupmahasiswa

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi