Penanganan Pengungsi Rohingnya di Indonesia Ala Angela Markel

Penanganan

Oleh : Ilham Catur Fata
Koordinator PPI Dunia Kawasan Amerika-Eropa

INDONESIA tepatnya Provinsi Aceh saat ini sedang mengalami gelombang pengungsi Rohingya dalam beberapa tahun belakangan, bermula dari tahun 2009 di Sabang, kemudian pada tahun 2015-2018 di Kota Langsa yang merupakan tempat saya lahir, dan membesar dikota tersebut mengetahui bagimana situasi kondisi pada saat itu yang sangat kondusif dan kolaboratif dari berbagai macam elemen masyarakat.

Lantas pada tahun 2023 ini kita dibenturkan oleh berbagai macam media dan sumber informasi yang aktual tapi belum tentu faktual. Dalam hal ini saya tidak mencoba untuk meluruskan atau mengkritik berbagaimacam media yang memberikan tulisan baik itu berupa opini, dan laporan berita yang kiranya tidak memberikan informasi akurat. Tulisan ini saya persembahkan untuk memantik dan menjadikan referensi lebih lanjut untuk mengangani para pengungsi ataupun para pencari suaka dibeberapa Negara, baik itu yang meratifikasi konvensi 1951 dan protokol 1967, maupun yang tidak.

Norma yang berlaku untuk Indonesia. 
Negara kita tidak meratifikasi konvensi 1951 dan protokol 1967 dikarenakan Undang-Undang (UU) tersebut sudah tidak aktual atau bersifat stagnansi dikarenakan zaman yang berbeda pada masa itu setelah perang dunia (PD) ke II. Seiring berkembangnya zaman norma-norma atau UU terus diperbaharui, salah satunya Indonesia mengadopsi perpres No. 125 Tahun 2016 yang jika ditarik kesimpulannya dapat menerima pengungsi dengan beberapa alasan seperti bunyi pada Bab 1 pasal 1 point ke 4 dan 6. Kita coba berbicara perihal pengungsi berdasarkan perspektif agama, khususnya bagi umat muslim berlandaskan Al-qur’an pada Q.S Al-Maidah, ayat kedua perihal tolong menolong, yang mana juga berkaitan dengan Angela Merkel yang berupa anak pendeta, sehingga beberapa hal terkait juga menjadi indikator mengapa Merekel berani mengambil kebijakan yang banyak di tentang dari berbagai macam kalangan baik itu internal maupun eksternal.

Biografi dan relevansi pengungsi dengan kehidupan pribadi Angela Merkel
Merkel merupakan seorang politisi Jerman terkenal yang menjabat sebagai Kanselir perempuan pertama Jerman dari tahun 2005 hingga 2021. Sebagai kepala pemerintahan Jerman, bukan Uni Eropa, Merkel memainkan peran penting dalam politik Eropa dan sering dianggap sebagai pemimpin utama di Uni Eropa selama jabatan tersebut. Angela Merkel bercanda menyebut dirinya sebagai orang dengan latar belakang migrasi karena dia lahir di Barat, bersosialisasi di Timur. Dari era runtuhnya Tembok, politisi Federal Republic of Germany (FRG) telah salah menafsirkan “integrasi yang gagal” antara penduduk asing sebagai masalah orang asing.

Penyatuan menunjukkan bahwa FRG tidak tunduk pada kewarganegaraan yang berakar pada jus sanguinis (hak darah). Ini bertentangan dengan banyak kebutuhan masyarakat negara. Ketersediaan tenaga kerja berkualitas tinggi memengaruhi daya saing ekonomi dan solvabilitas sistem pensiun. Selama beberapa dekade, kaum republikan federal tidak memiliki identitas yang kuat; akibatnya, marginalisasi ekonomi dan intoleransi sosial terhadap orang asing adalah hasilnya.

Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, Merkel telah mengambil alih proses UE dengan cepat, memberinya kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pembingkaian kebijakan di tingkat nasional dan supranasional. Dia dapat mempromosikan pemahaman baru tentang apa artinya menjadi orang Jerman di era globalisasi yang cepat berkat kombinasi pengalamannya sebagai orang Timur, politisi, perempuan, fisikawan, dan bahkan putri pendeta. Merkel telah mengadopsi pendekatan integrasi holistik. Sama pentingnya, sikap kanselir terhadap krisis pengungsi menunjukkan seberapa kuat dia merangkul Uni Eropa sebagai komunitas nilai, sampai tingkat yang tidak terlihat dalam tanggapan krisis sebelumnya.

Presiden Jokowi Dodo juga memiliki peran sentris dalam memengaruhi kebijkan politik nasional maupun supranasional dalam hal ini the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) maupun the United Nations High Comisioner for Refugees (UNHCR). Indonesia yang mana merupakan pelopor Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang menjelma menjadi organisasi yang sangat diperhitungkan Dunia dari berbagai aspek, seperti politik dan ekonomi.

Peran Indonesia pada UNHCR juga diperhitungkan dikarenakan bebegaimacam upaya mereka agara Indonesia mengaksesi konvensi 1951, meskipun sudah terbitnya Perpres ini akan membuat Pemerintah Indonesia dan UNHCR bekerja lebih erat, termasuk dibidang registrasi gabungan untuk pencari suaka dalam hal ini akan memasuki sistem integrasi yang mana nantinya akan kita bahas bagaimana integrasi yang diterapkan di Jerman maupun Uni-Eropa (UE).

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi