Mendongkrak Literasi Desa yang Terlupakan dari Dana Desa

Foto: Zulfata, Chief Executive Officer (CEO) Media Katacyber.com

Oleh Zulfata, Chief Executive Officer (CEO) Media Katacyber.com

 

Materi yang disampikan di Buano Utara, SBB-Maluku dengan tema “Gerakan Literasi Desa; Perkuatkan Literasi untuk Indonesia”. Mengawali kajian ini, tanpa dipungkiri bahwa desa tidak lepas dari titik garap yang menentukan kemajuan Indonesia dan aspek kesejahteraan rakyat. Keberadaan desa tidak boleh dipandang sebelah mata, terlebih desa dibiarkan begitu saja menjadi lokasi yang identik degan sumber daya manusia minim dan dimaklumi keterbatasannya.

Di tengah gelombang teknologi yang berkembang pesat, gaya hidup global merambat ke desa, informasi dunia dalam genggaman warga desa, Tentu sudah tidak relevan lagi berpandangan bahwa desa tidak strategis digarap selain kota. Meski kota memiliki ciri pembeda dengan desa, bukan berarti desa dibiarkan tumbuh liar begitu saja tanpa ada manajemen pembangunan pada desa.

Indonesia hari ini misalnya, menguatkan program pemerintah membangun negeri dari desa melalui progam pembagunan berkelanjutan serta kucuran dana desa yang tidak sedikit, hingga masa jabatan kepala desa diperpanang selama delapan tahun. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan desa merupakan ujung tombak pembangun Indonesia.

Lemahnya daya sentuh pembangunan di desa, baik dari sisi fisik maupun non fisik terjadi salah satu penyebabnya karena masih adanya praktik sentralistik pembangunan dan feodalisme lokal yang mengendap di provinsi/kabupaten/kota. Tidak terbukanya kesempatan ekonomi dan politik antara kota dan desa juga memperparah publik enggan berkreasi di desa.

Anggapan-anggapan di desa akan selalu menggiring warganya terbatas wawasan dan produktifitas sejatinya tidaklah seutuhnya benar. Sebab zaman telah berganti, cara produktivitas warga sangat tergantung sejauhmana warga desa mampu menciptakan suasana dan kondisi desa agar lebih produktif dalam mengangkat potensi desanya. Baik potensi berbasis kearifan lokal, adat istiadat, kultur, geografis, bentang alam, hingga aspek lainnya yang memungkinkan untuk dikreasikan. Sehingga keberadaan desa mendapat pusat perhatian.

Dalam konteks inilah terasa sangat penting bahkan mendesak upaya pembangunan secara terpadu di desa yang sejalan dengan alokasi dana desa dan rencana pembangunan desa. Sehebat apapun pembangunan insfrastruktur desa yang dibangun oleh dana desa, namun literasi warga desa tidak didongkrak, maka insfrastruktur desa yang telah dibangun tersebut pasti mengalami kegagalan.

Hal tersebut dapat ditemukan hari ini bahwa ada banyak bangunan yang dibangun mengunakan dana desa mengalami gagal fungsi dan terbengkalai. Ada banyak infrastruktur desa mengalami pencurian oleh warga desa sendiri. Ada penampakan bangunan fisik desa yang tidak sesuai dengan potensi desa. Belum lagi soal praktik pungli, begal, pelecehan seksual dan narkoba di level desa. Untuk itu, pemetaan pembangunan desa dan partisipasi warga dalam memajukan desa erat kaitannya dengan literasi desa.

Tanpa dipungkiri, tidak sedikit pula desa yang mengalami kemajuan selama dana desa bergulir dan program literasi desanya bergairah. Desa yang dulunya dirundung sampah, namun kemudian dikreasikan menjadi desa wisata. Desa yang dulunya sepi pengunjung, namun diinovasikan menjadi ramai pengunjung. Desa yang dulu ekonominya lemah, namun berubah menjadi ekonomi stabil. Desa yang dulunya kumuh dan ramai pengangguran, namun berubah menjadi desa produktif memasarkan produknya ke luar negeri.

Berkaitan dengan literasi desa , tidak hanya berkutat pada ukuran minat baca buku, tulis dan hitung di desa, melainkan juga erat kaitannya dengan menumbuhkan kesadaran kolektif warga desa agar responsif dengan perkembangan zaman serta memperkuat peran warga yang kretaif di desa. Artinya, dengan mendongkrak literasi desa, sungguh memungkinkan akan maraknya warga kreatif, responsis, inovatif, berwawasan, visioner dan memiliki kepemimpinan desa yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Melalui literasi desa ini pula partisipasi warga desa akan mendapat tempat dalam menciptakan kebijakan desa. Literasi desa juga dapat mebuka peran kontrol warga, terutama generasi mudanya untuk dapat berkontribusi dan berkolaborasi dengan pemerintah desa. Berbagai upaya pencegahan dan kontrol terhadap desa juga dapat menjadi obat untuk kepala desa yang rawan terjebak praktik korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan di desa.

Lantas bagaimana dengan program perpustakaan desa cenderung tidak berjalan? Lantas mengapa minat baca dan diskusi pemuda desa membeku? Lantas bagaimana kreasi dan produktivitas tidak mendapat sambutan pasar secara baik? Jumlah pengagguran desa berhamburan? Hingga seribu satu masalah desa lainnya yang belum mendapat solusi. Semua ini tentunya tidak lepas dari seberapa kuat dan berkelanjutanya literasi desa tersebut hidup di suatu desa.

Sungguh tidak mungkin meminta  atau menemukan hasil signifikan pada desa kerena program literasi desa telah berjalan sepuluh tahun, namun masalah pada desa tersebut telah berakar kuat dan semakin komplit. Posisi program literasi desa memang bukan solusi satu-satunya untuk cepat memajukan desa sebagai ujung tombang pembangunan daerah dan bangsa, namun demikian efisiensi penerapa program literasi desa sangat menentukan nasib suatu desa dalam menghadapi tantangan global yang begitu cepat.

Untuk itu pula, terdapat aktor kunci dalam mendongkrak literasi desa. Aktor tersebut adalah generasi muda yang terdiri dari klasifikasi pemuda desa/mahasiswa dengan pemerintahan desa. Tanpa kolaborasi antara aktor kunci tersebut akan menjadikan desa mangkrak lintas sektor dengan tidak menyebutnya mati suri.

Akhirnya, dalam mendongkrak literasi desa, seberapa proaktifnya dana desa itu digunakan untuk kemeslahatan desa? Sehingga program literasi desa dapat membawa dampak positif bagi penggunaan dana desa. Literasi desa dan dana desa berposisi seperti dua sisi mata uang yang berbeda namun saling melengkapi. Lantas mengapa masih ada kejadian alokasi dana desa tidak bertemu pada satu titik tujuan yang sama dengan tujuan literasi desa? Bukankan literasi desa juga mengarah pada bagaimana menciptakan kemaslahatan warga desa dari berbagai sektor?

Atas rentetan pertanyaan inilah semestinya perlu lebih gesit lagi dalam menggarap desa. Jangan sempat desa menjadi sapi perah. Melampaui dari itu, pertanyaan yang juga mesti dijawab secara serius adalah mengapa desa di wilayah lain di Indonesia dapat mengalami kemajuan, sementara desa di tempat kita tinggal seakan seperti “neraka dunia”? Tentu semua ini tercipta tidak tanpa tantangan, tidak tanpa kekompakan, tidak tanpa gotong-royong dan saling peduli. Sudah saatnya literasi desa tetap menyala sepanjang masa, dimana pun dan kapan pun.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi