Penulis Gamal kordinator Aceh Melawan (AM)
Tanah Wakaf Masjid Raya Baiturrahman kembali menjadi titik polemik antara Pemerintah Aceh dan Kodam Iskandar Muda. Pihak TNI AD melalui Kodam Iskandar Muda mengklaim memiliki hak pengelolaan atas Blang Padang, dengan dalih bahwa lahan tersebut merupakan warisan serdadu Belanda yang diserahkan kepada TNI setelah kemerdekaan.
Namun, klaim tersebut cacat secara historis. Gamal, Koordinator Aceh Melawan (AM), menegaskan bahwa narasi tersebut mengabaikan fakta sejarah yang sahih. Jika logika warisan serdadu Belanda dijadikan landasan, maka muncul pertanyaan mendasar: apa bedanya TNI dengan penjajah kolonial itu sendiri?
Dalam karya monumental K.F.H. van Langen berjudul De Inrichting van het Atjehsche Staatsbestuur onder het Sultanaat Atjeh (1888), yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Belanda dan dicetak ulang, disebutkan secara eksplisit di halaman 30:
“Tanah Blang Padang adalah bagian dari tanah wakaf Masjid Raya Banda Aceh yang diperuntukkan bagi Imam Masjid Baiturrahman. Tanah tersebut tidak dapat diperjualbelikan atau diwariskan. Fungsinya adalah untuk menjamin kehidupan Imam Masjid.”
Lebih lanjut, dalam tradisi Islam yang diakui sejak masa Kesultanan Aceh, status imam ditentukan berdasarkan kapasitas keilmuan dan ketakwaan, bukan atas dasar warisan darah atau struktur birokrasi.
Pernyataan ini mempertegas bahwa Blang Padang adalah tanah wakaf yang bersifat abadi, tidak bisa dialihfungsikan, diperjualbelikan, apalagi dijadikan aset oleh institusi negara atau militer. Hukum wakaf adalah hukum syariah yang mewajibkan semua pihak untuk tunduk padanya demi kemaslahatan umat, khususnya untuk menopang fungsi keagamaan Masjid Raya Baiturrahman.
Jika TNI benar menyatakan diri sebagai bagian dari rakyat dan penjaga kedaulatan, maka seharusnya mereka menjadi yang paling pertama mengkaji ulang sejarah tanah tersebut, bukan justru memperkuat warisan kolonial dengan mencaplok ruang yang diperuntukkan bagi umat.
Kodam Iskandar Muda semestinya mengambil inisiatif untuk mengembalikan Blang Padang kepada status dan fungsi aslinya: tanah wakaf yang dikelola demi kepentingan umat. Ini bukan soal sengketa administratif, tapi soal integritas sejarah dan penghormatan terhadap warisan yang telah hidup jauh sebelum republik ini berdiri.
“Kembalikan hak umat. Jangan warisi mental penjajah,” tutup Gamal.
Leave a Review