Oleh : Danu Abian Latif
Jurnalis KataCyber Biro Malaysia/Penulis Buku Opini Nakal untuk Indonesia.
Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kesamaan, mulai dari latar belakang sejarah, budaya, hingga kekayaan alam. Namun, jika kita membandingkan kemajuan ekonomi dan sosial kedua negara dalam beberapa dekade terakhir, Malaysia tampaknya lebih unggul. Mengapa ini bisa terjadi? Apa yang menyebabkan Indonesia tertinggal, dan bagaimana kita bisa mengejar ketertinggalan tersebut? Dengan melihat data dan analisis yang mendalam, kita dapat menemukan solusi untuk menjadikan Indonesia lebih maju dan bahkan melampaui Malaysia di masa depan.
Politik dan Stabilitas Pemerintahan
Salah satu alasan utama mengapa Malaysia lebih maju dibandingkan Indonesia adalah stabilitas politik yang lebih terjaga. Malaysia sejak kemerdekaannya pada tahun 1957 hingga saat ini memiliki stabilitas politik yang relatif tinggi. Bahkan, menurut data dari The Economist Intelligence Unit (EIU), Malaysia terus berada dalam kategori “full democracy” sejak 2008, sementara Indonesia seringkali berada di kategori “flawed democracy” dengan sejumlah tantangan dalam menjaga konsistensi pemerintahan dan kebijakan.
Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami ketegangan politik, terutama selama Pemilu dan pemilihan kepala daerah, yang seringkali mempengaruhi stabilitas sosial dan kebijakan pemerintah. Hal ini berdampak pada investor asing yang cenderung lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
Malaysia memiliki keunggulan dalam menciptakan kebijakan ekonomi yang konsisten dan terarah, sementara Indonesia, meskipun demokratis, terkadang menghadapi kesulitan dalam menjaga stabilitas yang dibutuhkan untuk pembangunan jangka panjang.
Korupsi dan Birokrasi yang Menghambat Pembangunan
Korupsi merupakan masalah serius yang menghambat pertumbuhan banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan Transparency International 2024, Indonesia menduduki peringkat ke-110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI), sedangkan Malaysia berada di peringkat ke-62. Meskipun ada upaya untuk memperbaiki masalah ini, korupsi yang merajalela di berbagai sektor, termasuk birokrasi dan pemerintahan, memperlambat pembangunan ekonomi Indonesia.
Korupsi juga mengarah pada alokasi anggaran yang tidak efisien, yang memperlambat pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sektor-sektor kritis lainnya. Sebaliknya, meskipun Malaysia tidak bebas dari masalah ini, mereka lebih sukses dalam menciptakan sistem hukum yang lebih transparan dan memperkenalkan kebijakan antikorupsi yang lebih tegas, yang mempermudah iklim investasi dan bisnis.
Pendidikan dan Keterampilan Sumber Daya Manusia
Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Malaysia lebih unggul dibandingkan Indonesia. Di Indonesia, rata-rata lama sekolah pada tahun 2023 tercatat sekitar 8,6 tahun, sementara di Malaysia lebih tinggi, yaitu sekitar 10,6 tahun. Rata-rata lama sekolah ini mencerminkan kualitas pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja suatu negara. Hal ini penting, karena sektor-sektor industri yang berkembang pesat membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan terdidik.
Indonesia, meskipun terus berupaya memperbaiki sistem pendidikannya, masih menghadapi tantangan besar dalam hal pemerataan pendidikan dan kualitas pengajaran. Sebagai contoh, menurut data dari UNICEF, sekitar 3 juta anak Indonesia pada usia sekolah dasar dan menengah tidak bersekolah pada tahun 2022, terutama di daerah-daerah terpencil. Sementara itu, Malaysia berhasil menyediakan akses pendidikan yang lebih merata dan berkualitas, dengan lebih banyak tenaga kerja yang terlatih di sektor-sektor modern seperti teknologi, manufaktur, dan layanan.
Indonesia harus fokus pada peningkatan kualitas pendidikan, pemerataan akses, serta pelatihan keterampilan agar SDM yang dihasilkan bisa lebih kompetitif di pasar global.
Infrastruktur yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi
Malaysia memiliki infrastruktur yang lebih berkembang dengan sistem transportasi yang efisien, bandara internasional yang modern, serta jalan tol yang menghubungkan berbagai kota besar. Berdasarkan data World Bank, Malaysia memiliki indeks kualitas infrastruktur yang jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yang tercatat hanya di peringkat ke-71 dalam Global Competitiveness Report 2020, sementara Malaysia berada di peringkat ke-32.
Indonesia, dengan luas wilayah yang jauh lebih besar dan terfragmentasi, menghadapi tantangan besar dalam hal pembangunan infrastruktur. Walaupun ada upaya besar dari pemerintah untuk membangun infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol trans-Sumatra dan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, namun infrastruktur di luar Pulau Jawa masih terbatas. Hal ini menyebabkan biaya logistik yang lebih tinggi dan keterbatasan dalam menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan pusat ekonomi.
Pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Indonesia akan menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, serta menarik lebih banyak investasi asing.
Ilusi Hilirisasi
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang luar biasa, mulai dari hasil tambang, hutan tropis, hingga laut yang kaya akan ikan dan sumber daya hayati. Namun, menurut laporan Forest Watch Indonesia 2022, deforestasi di Indonesia masih terjadi pada tingkat yang sangat tinggi. Pembalakan liar dan konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit adalah penyebab utama deforestasi, yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga merugikan perekonomian dalam jangka panjang.
Malaysia, meskipun juga menghadapi masalah yang sama dalam pengelolaan hutan, telah membuat kemajuan yang lebih baik dalam hal pengelolaan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Negara ini telah mengimplementasikan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk memastikan bahwa industri kelapa sawit mereka lebih ramah lingkungan.
Indonesia perlu memperbaiki pengelolaan sumber daya alamnya dengan mengutamakan keberlanjutan, serta menciptakan kebijakan yang lebih ketat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan melakukan hal ini, Indonesia tidak hanya akan melindungi lingkungan tetapi juga memaksimalkan potensi ekonomi yang ada.
Potensi Besar Indonesia
Meskipun Indonesia menghadapi banyak tantangan, negara ini memiliki potensi yang sangat besar. Dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, yang merupakan daya tarik utama bagi investor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia diperkirakan akan menjadi ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada 2030, dengan proyeksi PDB nominal mencapai USD 4,5 triliun.
Indonesia juga memiliki keunggulan di sektor-sektor seperti pariwisata, pertanian, dan industri kreatif. Pemerintah Indonesia, melalui program *Indonesia 2045*, berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, membangun infrastruktur yang lebih baik, serta menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun Indonesia saat ini tertinggal dibandingkan Malaysia dalam beberapa aspek, hal ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat diatasi. Dengan memanfaatkan potensi besar yang dimiliki baik dari sumber daya alam, pasar domestik, maupun tenaga kerja muda yang melimpah Indonesia memiliki peluang besar untuk berkembang pesat. Kunci untuk mencapainya adalah dengan fokus pada reformasi pendidikan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, pembangunan infrastruktur yang merata, serta pemberantasan korupsi. Jika langkah-langkah ini diambil dengan serius, Indonesia tidak hanya akan mengejar ketertinggalan, tetapi juga dapat melampaui Malaysia dan negara-negara lain di kawasan Asia.
Leave a Review