Oleh: Brimob Ritonga
Mahasiswa S2 FH UISU, Pengamat Demokrasi, Politik dan Konstitusi)
Kampanye pasangan calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan hal yang sangat penting. Kampanye politik ini merupakan serangkaian kegiatan yang terencana dan terorganisir dengan tujuan untuk menyampaikan pesan atau mempengaruhi sikap serta perilaku masyarakat pemilih terhadap kandidat. Selain itu, bertujuan juga untuk mempromosikan kandidat pasangan calon (paslon) kepala daerah sehingga masyarakat berminat memilih paslon tersebut.
Dalam Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) disebutkan bahwa kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggungjawab. Kampanye dapat dilaksanakan dengan berbagai kegiatan seperti pertemuan terbatas, dialog publik atau tatap muka, debat antar paslon, melalui iklan di media elektronik dan non-elektronik dan hal-hal yang tidak bertentangan dengan UU Pilkada dan peraturan perundang-undangan lainnya (lihat Pasal 65 UU Pilkada).
Dalam konteks Pilkada 2024, sebagaimana disebutkan dalam Lampiran Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 (PKPU No 2/2024), tahapan pelaksanaan kampanye dilaksanakan mulai Rabu, 25 September 2024 sampai Sabtu, 23 November 2024.
Dua Jenis Kampanye
Dalam praktik berkampanye seharusnya harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya. Akan tetapi, sering terjadi hal-hal yang bertentangan dengan kampanye yang secara sah menurut hukum. Hal ini terjadi karena sebuah obsesi dan hasrat ingin memenangkan paslon tertentu sehingga menghalalkan segala cara yang berdampak pada merugikan banyak pihak lain. Di samping itu pelaku pelanggaran kampanye dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Dalam kampanye harus diketahui bahwa jenis kampanye seperti apa yang melanggar hukum dan kampanye seperti apa yang tidak bertentangan dengah aturan hukum.
Kampanye yang melanggar dan dapat dijerat oleh hukum (UU Pilkada dan UU lainnya yang berhubungan dengan perbuatan tindak pidana) disebut kampanye hitam (black campaign). Kampanye hitam adalah jenis kampanye yang dilakukan dengan tujuan menjatuhkan lawan melalui penyebaran informasi yang salah, menyesatkan, atau fitnah. Kampanye ini sering kali melibatkan cara-cara yang tidak etis atau ilegal, seperti menyebarkan rumor palsu, memanipulasi fakta, atau melakukan serangan pribadi terhadap individu atau kelompok.
Menurut Topo Santoso, kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana. Jenis kampanye ini adalah menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu atau belum terbukti kebenarannya (lihat keterangan Topo Santoso yang diunggah di website FH UI). Kampanye hitam ini dapat dikatakan melanggar seperti apa yang dilarang dalam Pasal 69 UU Pilkada, misalnya: menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik; melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
Apabila kampanye hitam dilakukan oleh seseorang atau siapa pun itu dapat dikenakan sanksi pidananya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) yang menyebutkan menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik; melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan kembali menurut Topo Santoso kampanye negatif dalam pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan (pilkada) tidaklah melanggar hukum, artinya dapat diizinkan. Menurut ahli pidana pemilu/pilkada itu, kampanye negatif dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik. Contoh kampanye negatif dalam konteks pilkada misalnya, dilakukan dengan mengumbar data atau pun permasalahan yang tidak selesai dari calon petahana atau ada masalah lain yang dibuktikan dengan data-data yang relevan dan tidak palsu. Sementara contoh untuk kampanye hitam, menuduh seseorang tidak pantas menjadi pemimpin karena agama atau rasnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, kampanye negatif ini aspek hukumnya sah saja. Bahkan, itu berguna membantu pemilih membuat keputusannya. Misal, ada berita yang menunjukkan data-data, misalnya kegagalan membangun daerah, itu sah dan bisa saja dikeluarkan.
Kemudian apa lagi yang membedakan antara kampanye hitam dengan kampanye negatif? Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Totok Suhartoyo, menyebutkan tiga hal pembeda kampanye negatif dengan kampanye hitam. Dari sisi sumber, pelaku kampanye negatif jelas, sedangkan pelaku kampanye hitam tidak jelas. Dari sisi tujuan, kampanye negatif bertujuan untuk mendiskreditkan karakter seseorang, dan kampanye hitam bertujuan untuk menghancurkan karakter seseorang. Kemudian dari sisi kebenaran, kampanye negatif menggunakan data yang sahih, sementara kampanye hitam datanya tak sahih atau mengada-ada (lihat: https://law.ui.ac.id/perihal-kampanye-negatif-dan-kampanye-hitam-apa-bedanya/).
Antisipasi Kampanye Hitam
Untuk mengantisipasi kampanye hitam yang dapat menyesatkan masyarakat, maka harus dikenali seperti apa karakteristik. Beberapa karakteristik kampanye hitam yaitu: (1) Menggunakan informasi yang tidak akurat atau sepenuhnya salah. Ini bisa berupa berita palsu, foto atau video yang diedit, atau laporan yang dimanipulasi. (2) Menyerang Karakter: kampanye ini melakukan serangan langsung terhadap karakter atau pribadi paslon tertentu. Hal ini melibatkan penyebaran rumor tentang kehidupan pribadi, moral, atau integritas paslon tertentu. (3) Kampanye hitam sering dilakukan secara menggunakan identitas palsu (anonim) untuk menghindari tanggung jawab hukum dan sosial. (4) Dengan perkembangan teknologi, kampanye hitam banyak dilakukan melalui media sosial online, blog, situs web anonim, atau saluran komunikasi lainnya yang sulit dilacak asal-usulnya. (5) Tujuan utama kampanye hitam adalah untuk merusak popularitas positif dan elektabilitas paslon tertentu sehingga kehilangan dukungan publik.
Penutup
Agar masyarakat pemilih tidak tertipu dan tersesat karena kampanye hitam, maka perlu memverifikasi atau memeriksa dengan kritis berita yang didapatkan tentang paslon tertentu. Masyarakat harus memeriksa sumber informasi sebelum mempercayainya. Selanjutnya, jika terjadi fitnah atau pencemaran nama baik, maka tindakan hukum dapat diambil untuk menghentikan dan menghukum pihak-pihak yang terlibat. Kemudian, pihak pengawas pilkada, penegak hukum dan masyarakat pemilih harus memantau dan mengambil tindakan terhadap penyebaran informasi palsu atau konten yang menyesatkan.
Kampanye hitam (black campaign) merupakan perbuatan yang tidak etis dan dapat merusak proses demokrasi dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan institusi pengawas pilkada dan penegak hukum untuk berperan aktif dalam kampanye hitam.
Leave a Review