Oleh Fahrul Razi
[Anggota Sekolah Kita Menulis Cabang Padang/Mahasiswa IQT STAIPIQ Sumbar]
Kita seorang mukmin yang ta’at beragama dan bertaqwa kepada Allah, untuk mencapai keimanan yang benar harus mencakup 6 Rukun. Yang terakhir yaitu beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang buruk maupun takdir yang baik. Salah memahami takdir dapat mengakibatkan fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.
Dalam membahas takdir, kita pasti membahas tentang qodho’ dan qodar. Dalam takdir, qodho’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan allah pada makhluk-Nya, berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahan terhadap sesuatu. Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan allah sejak zaman azali. Dengan demikian qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qadho’.
Prinsip-prinsip keimanan dalam takdir
Pembaca yang dirahmati allah, perlu kita ketahui bahwa keimanan terhadap takdir mencakup 4 prinsip. Keempat prisip ini harus diimani oleh setiap muslim.
Pertama: mengimani bahwa allah ta’ala mengetahui dengan ilmunya yang azali dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang dilakukan oleh allah maupun perbuatan makhluk-Nya. Semuanya terjadi dalam pengilmuan Allah ta’ala.
Kedua: mengimani bahwa Allah ta’ala telah menulis dalam lauhul mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat. Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.
Ketiga: mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang nampak maupun yang tersembunyi , baik yang terjadi di bumi maupun di langit. Semuanya terjadi atas kehendak Allah ta’ala, baik itu perbuatan Allah sendiri maupun perbuatan makhluknya
Keempat: mengimani dengan penciptaan Allah. Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu baik yang besar maupun yang kecil, yang nyata dan tersembunyi. Ciptaan Allah mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya. Perkataan dan perbuatan makhluk pun termasuk ciptaan allah.
Beriman dengan benar terhadap takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat. Tetapi, manusia memiliki kehendak untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan realita yang ada menunjukan bahwa setiap manusia mengetahui bahwa dirinya memiliki kehendakk dan kemampuan. Dengan kehendak dan kemampuannya, dia melakukan dan meninggalkan. Ia juga bisa membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan tanpa kehendaknya (seperti berjalana), dengan sesuatu yang terjadi tanpa kehendaknya (seperti gemetar dan bernafas). Namun, kehendak maupun kemam puan makhluk itu terjadi dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’ala.
Sikap Dalam Memahami Takdir
Diantara prinsip ahlus sunnah adalah bersikap pertengahan dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah, pertengahan yang dimaksud adalah bahwa seseorang beriman bahwa Allah menetapkan takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah tetapkan.
Adapun orang-orang yang menyelisihi al-Qur’an dan sunnah, mereka bersikap berlebih-lebihan. Yang satu terlalu meremehkan dan yang lain melampaui batas. Kelompok Qodariyah, mereka mengingkari adanya takdir. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak menakdirkan perbuatan hamba. Menurut mereka perbuatan hamba bukan makhluk Allah, namun hamba sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Mereka mengingkari penciptaan Allah terhadap amal hamba.
Kelompok lain yang terlalu melampui batas dalam menetapkan takdir adalah keloompok Jabariyah. Mereka berlebihan dalam menetapkan takdir dan menafikan adanya kehendak hamba dalam perbuatannya. Mereka mengingkari adanya perbuatan hamba dan menisbatkan semua perbuatan hamba kepada Allah. Jadi seolah-olah hamba dipaksa dalam perbuatannya.
Takdir terkadang disifati dengan takdir baik dan takdir buruk. Takdir yang baik sudah jelas maksudnya. Lalu apa yang dimaksud dengan takdir yang buruk ? apakah berarti Allah berbuat sesuatu yang buruk ? dalam hal ini kita perlu memahami antara takdir yang merupakan perbuatan Allah dan dampak/hasil dari perbuatan tersebut. Jika takdir yang disifati buruk, maka yang dimaksud adalah buruknya sesuatu yang ditakdirkan tersebut, bukan takdir yang merupakan perbuatan Allah, karena tidak ada satupun perbuatan Allah mengandung kebaikan dan hikmah. Jadi keburukan yang dimaksud ditinjau dari sesuatu yang ditakdirkan/hasil perbuatan, bukan ditinjau dari perbuatan Allah.
Sebagian orang memiliki anggapan yang salah dalam memahami takdir. Mereka hanya pasrah terhadap takdir tanpa melakukan usaha sama sekali. Ini merupakan pemahaman yang fatal mengenai takdir. Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita dari bersikap malas ? apabila kita sudah mengambil sebab dan mendapatkan hasil yang tidak kita inginkan, maka kita tidak boleh sedih dan berputus asa karena semuanya sudah ketetapan Allah.
Keimanan yang benar terhadap takdir akan membuahkan hal-hal penting, diantaranya, hanya bersandar kepada Allah Ketika melakukan berbagai sebab, dan tidak bersandar kepada kepada sebab itu sendiri. Karena segala sesuatu tergantung pada takdir Allah. Seseorang tidak akan sombong terhadap dirinya sendiri Ketika tercapai tujuannya, karena keberhasilan ia dapatkan merupakan nikmat dari allah. Kekaguman terhadap diri sendiri akan melupakan dirinya untuk mensyukuri nikmat tersebut. Munculnya ketenangan dalam hati terhadap takdir Allah yang menimpa, dirinya sehingga dia tidak bersedih atas hilangnya sesuatu yang dicintainya atau Ketika mendapatkan sesuatu yang dibencinya. Sebab semuanya tejadi dengan ketentuan Allah.
Leave a Review