Generasi Takut Lapar di Tanoh Alas dan Budaya Pemamanan yang Terabaikan

Foto: Apriadi Rama Putra

Oleh Apriadi Rama Putra, Jurnalis Katacyber.com Wilayah Aceh Tenggara

Pendidikan publik di Aceh Tenggara menjadi panggung bagi banyak kesadaran palsu yang diciptakan oleh pasukan takut lapar. Dalam tarian ironi, kesadaran palsu ini menjadi puncak dari sebuah kegelapan yang menghantui generasi muda. Namun, seperti senja yang menanti fajar, tulisan ini berusaha membongkar tirai hitam tersebut, menyingkap kebenaran yang tersembunyi di balik bayang-bayang takut lapar.

Organisasi kepemudaan layu sebelum berkembang bukanlah cerita yang terpisah dari realitas di Tanoh Alas. Pasalnya, faktor mentoring generasi yang picik menjadi batu sandungan yang menghambat kemajuan. Di balik gemerlapnya acara dan simbol-simbol kebesaran, terdapat kekosongan yang memprihatinkan, yakni kekurangan pemahaman akan nilai-nilai gotong royong dan kesejahteraan, serta kepedulian terhadap tanah Alas ini sendiri.

Budaya Pemamanan, yang seharusnya menjadi tonggak kekuatan moral, telah tercemar oleh ketidakpedulian dan keterbatasan pemahaman. Pemananan, sebagai simbol dari kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama, harusnya menjadi pijakan kokoh bagi generasi penerus. Namun, ironisnya, banyak di antara kita yang terjerat dalam jaring-jaring takut lapar. Inilah yang penulis maksud sebagai budaya pemamanan yang terabaikan.

Janganlah kita salah mengartikan takut lapar sebagai sekadar kekhawatiran akan kekurangan makanan. Lebih dari itu, takut lapar merupakan metafora dari keengganan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam meraih cita-cita. Generasi muda Tanoh Alas, terutama, harus melepaskan belenggu takut lapar ini agar bisa mengejar mimpi-mimpi dengan penuh semangat dan keberanian.

Kunci dari pembongkaran tirani takut lapar ini terletak pada dua hal utama: gengsi dan kemalasan. Gengsi yang berlebihan seringkali menghalangi langkah-langkah menuju perubahan yang lebih baik. Ketika seseorang terlalu memikirkan bagaimana orang lain melihatnya, ia akan cenderung mengabaikan nilai-nilai yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan. Kemalasan pun menjadi musuh utama dalam perjuangan melawan takut lapar. Ketika seseorang terlena dalam kenyamanan, ia akan kehilangan semangat untuk bergerak maju dan mencapai potensinya yang sebenarnya.

Maka, apa yang harus dilakukan untuk membongkar tirani takut lapar ini? Pertama-tama, kita perlu membangun kesadaran akan masalah tersebut. Keberanian menjadi kunci penting dalam memerangi kesadaran palsu yang merajalela. Dengan pengetahuan yang luas, generasi muda akan mampu melihat dunia dengan perspektif yang lebih jernih dan terbuka.

Selain itu, perlu adanya peran aktif dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih dalam pembangunan pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman. Lembaga pendidikan pun harus mampu menjadi tempat yang inklusif, di mana setiap individu diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang. Sebagai pemegang peran utama dalam membentuk karakter generasi muda, haruslah memberikan contoh yang baik dan mendukung setiap langkah perubahan yang dilakukan.

Namun, perubahan tidak akan terjadi secara instan. Diperlukan waktu dan kesabaran untuk melihat hasil nyata dari upaya-upaya tersebut. Namun, yang terpenting adalah konsistensi dalam menjalankan langkah-langkah tersebut. Tanpa konsistensi, semua usaha akan sia-sia belaka.

Sebagai penutup, mari kita bersama-sama berjuang melawan tirani takut lapar. Mari kita buka mata dan hati kita untuk melihat dan merasakan kebutuhan akan perubahan di Tanoh Alas ini. Dan yang terpenting, mari kita berani mengambil langkah-langkah konkret untuk mewujudkan perubahan yang kita inginkan. Karena, di Tanoh Alas, budaya Pemamanan harus tetap bersinar terang, tidak terkalahkan oleh kegelapan takut lapar yang mengancam.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi