Debat Ala Filsuf; Socrates

Foto :Maulana/Ilustrasi oleh tim katacyber.com

Oleh: Maulana
Mahasiswa Konsentrasi Pemikiran dalam Islam Pascasarjana UIN-ArRaniry – Banda Aceh

When the debate is lost, slander becomes the tool of the loser – Socrates

Dahulu Di Athena
Suatu ketika di Yunani Kuno, Socrates dan Kaum Sofis hidupberdampingan sebagai warga polis masa-masa awal para filsufberkiprah. Kehadiran Sofis sangat diperhitungkan karenamemiliki pengaruh baik bagi warga kota, mereka selalumengajarkan banyak pengetahuan namun tidakmengedepankan moral. Objek pengetahuan dijadikan sebagaikomoditas bagi orang-orang yang hendak tau terhadap satuilmu, sehingga masyarakat selalu dieksploitasi hanya untukmemenuhi tujuan prioritas mereka. Kondisi ini berlangsunglama sampai kehadiran Socrates seorang Filsul yangmengubah cara pandang masyarakat.

Socrates terus menjadi simbol pengetahuan sejati, bagaimanatidak, olehnya segala hal-hal yang tidak bermoral dan dianggap keliru akan menjadi pertanyaan besar baginya untukmenemukan sebuah jawaban. Kaum Sofis yang mengakudirinya mengetahui segala pengetahuan dan mengganggapdirinya bijaksana, tetapi Socrates hanya mengerti bahwa “Satu hal yang dia tau bahwa dia tidak tau, baginya itulahpengetahuan sejatinya. Upaya yang dilakukan oleh Kaum Sofis benar-benar keliru karena meperjualbelikanpengetahauan, tidak mempertimbangkan apakah sebuah narasiitu benar atau sebuah jawaban itu salah.

Melihat kondisi seperti ini, Sokrates terus mengajukanpertanyaan-pertanyaan atas kebenaran yang dianggap absolut, karena memang tugas dari filsafat adalah mempertanyakankebenaran yang telah dianggap mapan. Namun yang terjadijustru berbeda sama sekali bahwa Sofis yang tadinya mengakubijaksana berubah menjadi begitu terusik oleh kekritisanSocrates, karena mereka tidak mampu menjawab pertanyaanyang diajukan oleh Filsuf besar ini.

Hari-hari berlalu, dimana saat orang-orang berpapasan denganSocrates, baik di pasar, di alunalun kota, atau bahkan sampaibertemu langsung menjadi terpengaruh oleh Socrates dan membuat Masyarakat lebih kritis. Hal ini membuat jengkelpara Sofis dengan konsekuensi hilang pekerjaan dan hilangpula pencaharian dari upaya kebiasaan memarketkanpengetahuan.

Disaat Socrates bertanya terusterusan sampai para Sofis yang tadinya bijaksana terpaksa menjawab tidak tau pada banyakhal, dan disnilah timbulnya kekalutan yang secara sadarmereka menjadi terkalahkan ditambah lagi Socrates mengeluarkan kalimat pamungkasnyaDemikianlah, kitasama-sama tidak tau”, jawaban ledekan Socrates ini tentunyamenghilangkan eksistensi para Sofis.

Pedebatan ini pada akhirnya tidak pernah diselesaikan oleh mereka, tetapi konsekuensi akhir dari terancamnya Sofis adalah Socrates dihukum mati, sampai saat itu Socrates pergiselamanya dan masyarakat berubah menjadi bertambah kritissetelah dia mati.

Dari alur diatas tentunya kita bertanyatanya, apa ituperdebatan yang sebenarnya, kenapa para filsufmelakukannya?, dan kenapa harus berdebat?, jawabannya kitamulai dari definisi debat terlebih dahulu.

Apa Itu Debat?
Debat adalah pertentangan argumentasi. Untuk setiap isu, pasti terdapat berbagai sudut pandang terhadap isu tersebut: alasan‐alasan mengapa seseorang dapat atau tidak mendukungsuatu isu. Perdebatan dalam berbagai bentuk dapat ditelusurikembali ke perdebatan intelektual yang dilakukan antara para filsuf Yunani Kuno atau para sarjana India Kuno. Socrates (470-399 SM) berusaha memahami dunia denganmenghilangkan asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip yang, seringkali tanpa disadari, berada di bawah penalaran lawanbicaranya, sehingga menyingkapkan kepentingan pribadi, penipuan dan alasan yang salah di balik tabir asap mereka.

Pada tahun 63 SM, orator dan filsuf Cicero terkenal karenakemampuannya mendeteksi kelemahan dalam pemerintahanRomawi kontemporer, yang paling terkenal adalahserangannya yang pedas dan tidak terkendali terhadapbangsawan Catiline. Meskipun demikian, berdebat bisamenjadi kegiatan intelektual yang berbahaya: keduanya harusmembayar kecerobohan tersebut dengan nyawa mereka. (esu.org)

Tujuan dari debat adalah untuk mengeksplorasi alasan‐alasandi belakang setiap sudut pandang. Agar alasan tersebut dapatdimengerti secara persuasif, pembicara dalam suatu debatseharusnya menyampaikan argumentasinya dengankemampuan komunikasinya yang baik. Tujuan utama dariberdebat adalah menggunakan argumen untuk menyelesaikansuatu pertanyaan saat ini, karena pada umumnya itulah yang terbaik yang dapat kita lakukan. Hal ini berarti mengambilpandangan tentang proposisi mana yang paling mampudikritik dan diuji.

Para filsuf biasanya berpendapat bahwa cara terbaik ataubenar untuk menyelesaikan suatu pertanyaan denganberargumentasi adalah dengan membenarkan jawabanterhadap pertanyaan tersebut dengan menurunkannya dariproposisi yang sudah ada. Dalam pandangan itu, argumenyang bagus adalah masuk akal. Artinya, keduanya valid dan memiliki premis yang benar. (medium.com)

Kita dapat membedakan antara perdebatan yang sempit dan yang luas. Sempit, berdebat adalah menggunakan argumenuntuk mendapatkan atau memberikan jawaban atas suatupertanyaan. Namun, kita baru saja melihat bahwa ada aktivitastambahan yang dapat membuat perdebatan menjadi lebihefektif dengan menyediakan lebih banyak materi untukberdebat. Materi baru ini menyumbangkan proposisi baruuntuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang harus diselesaikan, seperti: (1) melakukan observasi ataumelakukan eksperimen untuk memberikan pernyataan yang dapat digunakan dalam sanggahan, (2) mengemukakandugaan-dugaan baru yang menawarkan jawaban-jawabanalternatif terhadap pertanyaan-pertanyaan yang sedangdiselidiki, terhadap jawaban-jawaban baru tersebut pada gilirannya dapat diperiksa secara kritis, (3) mengusulkandugaan-dugaan baru yang secara logis menyiratkan salah satujawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sedang diselidiki, dan dugaan-dugaan baru tersebut mungkin akan dikritik dan diuji.

Athena dan Tempat Berdebat
Orang-orang di Athena sellau antusias untuk menyaksikansebuah perdebatan yang disemonialkan, sampai-sampaiperfoma tersebut membawa mereka untuk melokasikantempat khusus bagi pendebat, tenpai itu diataranya Pnyx dan Agora.

Pnyx adalah teater terbuka berbentuk mangkuk sekitarsepuluh menit berjalan kaki dari alun-alun pusat Athena. Dipahat dari bukit, bentuk Pnyx menyerupai teater Yunani lainnya, dan awalnya menyediakan ruang untuk menari dan bermain. Pada abad ke-16 dan ke-5 SM, orang Athena memanfaatkan teater biasa ini untuk tujuan lain, dalammencari ketertiban dalam politik mereka. Pembicara berdiri di ruang terbuka dan bundar di atas platform batu yang disebutbema, sehingga dapat dilihat oleh semua orang di teater; di belakang pembicara, daratan semakin menjauh, sehingga kata-kata seolah melayang di udara antara massa lima hingga enamribu benda yang berkumpul dan langit kosong; Sinar mataharidari pagi hingga sore menyinari wajah pembicara sehinggaekspresi dan gerak-geriknya tidak tertutup bayangan. Penonton teater politik ini duduk mengelilingi mangkuk di tempat yang telah ditentukan, laki-laki duduk bersama orang lain yang berasal dari suku lokal yang sama. Warga menyaksikan reaksi satu sama lain dengan penuh perhatianseperti halnya orator di bema.

Orang-orang duduk atau berdiri dalam hubungan ini untukwaktu yang lama selama sinar matahari masih ada. Ruang teatrikal berfungsi sebagai mekanisme pendeteksian, fokusdan durasinya dimaksudkan untuk mengungkap kesan sesaat. Dan ruang disiplin mata, suara, dan tubuh seperti itumempunyai satu manfaat besar: melalui pemusatan perhatianpada pembicara dan identifikasi orang lain di antara hadirinyang mungkin melontarkan tantangan atau komentar, teaterpolitik kuno berusaha meminta pertanggungjawaban warganegara atas tindakan mereka.

Demikian pula, Agora Athena, alun-alun kota terdiri dariruang terbuka luas yang dilintasi secara diagonal oleh jalanutama Athena; di sisi agora terdapat kuil dan bangunan yang disebut Stoa, yang terakhir menghadap ke agora dengan sisiterbuka. Sejumlah aktivitas terjadi secara bersamaan di agorasepeti perdagangan, ritual keagamaan, nongkrong santai. Di ruang terbuka juga terdapat pelataran berbentuk persegipanjang yang dikelilingi tembok rendah, sehingga warga yang melakukan transaksi perbankan atau persembahan kepadadewa juga dapat mengikuti jalannya keadilan. Stoa membantumenyelesaikan kebingungan ini; ketika seseorang berpindahke dalam gedung keluar dari ruang terbuka, seseorangberpindah dari ranah publik di mana warga secara bebasberbaur ke dalam ruang yang lebih privat. Mungkin fitur yang paling menarik dari stoa adalah ruang transisi tepat di bawahnaungan atap di sisi terbuka; di sini orang bisa mundur namuntetap berhubungan dengan alun-alun. (democraticaudit-com)

Realitas Masyarakat Kita
Kultur para filsuf dan masyarakat modern tergolong jauhberbeda, era ini adalah tentang digitalisasi, setiap orang menjadi budak teknologi dengan fokus utama orang-orang bukan pada keberhargaan etika tetapi lebih kepda justifikasi. Realitas ini terjadi alamiah seiring tumbuh kembangnya dunia ke arah yang lebih modern dan tehnologikal. Masyarakat tidakhidup untuk narasi, kebanyakan mereka hidup karenaeksistensi, siapa yang lebih banyak pamer dialah yang paling benar, hal ini tidak jauh berbeda dengan Kaum sofis duluyang menghalakan pengetahuan demi uang dan kita saat inicenderung menjual popularitas demi uang juga.

Dengan sosiologis mayarakat yang seperti ini kita mengirapasti sangat jauh mereka dari budaya menarasikan kebangsaanatau bahkan ketegasan membela kebenaran, alihalih membelakebenaran, sebuah kesalahan yang belum jelas saja itu dapatdijustifikasi benar-benar salah. Ketika orang-orang yang berpengetahuan tidak lagi menjadi patron sentral dalamkomunitas, maka para pembual kelas bawah akan mengambilalih simpul masyarakat. Sehingga yang mereka amalkanadalah dogmatisme hampa tanpa esensi apapun padanya.

Hilangnya budaya bertanya ini paling serius terjadi, baikdiruang kelas, di jalanan, ruang-ruang publik, ruang digital,dan lainnya, Upaya untuk mendebatkan persoalan dengansaling adu argumentasi sedang krisis, karena sisi kritisismedibatasi oleh etiket yang berlebihan, padahal dalam sistemkenegaraan modern yang demokratis yang harusdikedepankan adalah moralitas dan etika dalam bernegarabukan angguk-anggukan.

Geanalogi masyarakat berubah begitu cepat, mereka adahanya sebatas warga lokal, kita menginginkan bagaimanamasyarakat ikut terlibat dalam kontribusi akti bagikeberlangsungan kebebasan global. Untuk itu, memangperdebatan tidak selamanya dibutuhkan tetapi selamanyaharus membudayakan perdebatan berbasis agumentasi.

Sudah terlalu banyak sentimental yang bertebaran tanpapenangkal bahaya terhadapnya. Bagaimana membangunmasysarakat yang suka berbicara tetapi mengimplentasikandata, bicara banyak tetapi berdasarkan fakta. Sebagaimanadalam melihat arah bangsa, perdebatan selalu dibutuhkansebagai standar dalam suksesnya sebuh bangsa. Denganberdebat, kita jadi mengerti sebesar apa kapasitas seseorang, mengerti sejauh mana menguasai materi, karena dalamperdebatan yang berbasis argumentatif bukan untuk melihatsiap yang lebih unggul namun untuk mengukur sebesar apa isikepala yang seseorang punya. Untuk itu, mari berdebat.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi