Oleh : Apriadi Rama Putra
Siapa bilang mafia hanya ada di pusat kota atau di kota-kota besar. Kini, mafia desa bahkan makin merata. Percaya atau tidak, bahwasanya Badan Permusyawaratan Kute (BPK) dalam Permendagri No.110/2016 mempunyai fungsi, membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Kute (RPK) bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Bukan malah sebaliknya, bahkan banyak yang tidak tahu apa fungsinya? Yang lebih parah lagi bahkan musyawarah dusun (musdus), musyawarah kute(musdes), musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbang) yang mengatur itu adalah kepala desa bukan BPK itu sendiri.
Sangking parahnya lagi di dalam materi pembahasan musdus, musdes, dan musrenbang itu hanya diberikan daftar rencana pembangunan fisik saja. Secara fisik pun hampir tidak semua ada contohnya seperti kantor kepala desa, mari kita cross check berapa banyak kantor kepala desa di Ache Tenggara yang berdiri tegak dan aktif sesuai jam kerja di Aceh Tenggara? Padahal hampir setiap dana desa diturunkan pasti ada biaya penyelenggara pemerintahan desa penyediaan operasional pemerintah desa (ATK, honorarium PKPKD dan PPKD, perlengkapan perkantoran, pakaian dinas/atribut, listrik/telpon, dll), Operasional Pemerintah Desa (Honorarium Operator Desa), Operasional Pemerintah Desa (Operasional Perkantoran Desa), Penyediaan sarana (aset tetap) perkantoran/pemerintahan Komputer (Penyediaan Sarana (Aset Tetap) Perkantoran/Pemerintahan) kurang lebih Rp. 25.000.000 pertahap,
Padahal kalau kita lihat secara aturan Permendagri Nomor 114 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa melainkan tentang pembangunan Sumber Daya manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) juga termasuk didalamnya. Bukankah tujuan dari diadakannya dana desa adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik dari sisi SDM dan SDA desa. Konkretnya, atau fatalnya bahwa dana desa bukan untuk meningkatkan sumber kekayaan kepala desa beserta perangkatnya. Miris rasanya, tapi kelihatannya itu fakta dilapangan di Kabupaten Aceh Tenggara hari ini.
Musdus, musdes, dan Musrenbang hanyalah sebatas kegiatan formalitas saja bagi kepala desa beserta perangkatnya sebagai syarat administratif untuk menurunkan dana desa yang semua sudah diatur dibelakang layar. Masyarakat sebenarnya resah dengan tingkah kepala desa beserta perangkatnya, akan tetapi masyarakat bingung mau sampaikan aspirasi kemana, dimana dan ke siapa? Karena yang menjadi badan permusyawaratan desa sekaligus menjadi badan pengawas pun sudah menjadi kacung kepala desa beserta perangkatnya yang tugasnya hanya tanda tangan, terima gaji dan tidak lebih.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan kepada badan legislatif, badan eksekutif maupun badan yudikatif desa. Mari tertibkan kembali dan taati penggunaan dana desa sesuai tempatnya bukan sesuai selera kepala desa dan perangkatnya. Terkhusus untuk BPK mari ikut lebih mengawasi kinerja kepala desa kedepannya, dan jangan biarkan fakta BPK di Aceh Tenggara adalah kacung dari kepala desa oleh masyarakat itu dibiarkan begitu saja dan makin menggila.
Tidak heran hari ini banyak anak yang belum cukup umur pun sudah menikah, pemuda yang ingin mengembangkan pendidikannya pun pupus dihadapan mata, karena kurangnya edukasi dari pemerintahan desa, bukannya itu salah satu dari tugas pemerintah desa? Dan tujuan terbentuknya dana desa? Apakah amanat konsitusi dengan mencerdaskan Kehidupan bangsa hanya sekedar teks yang dibacakan setiap upacara saja.
Seharusnya ketika roda pemerintahan desa berjalan sebagai mana mestinya 80% dari 100% masyarakat desa tidak akan tertimpa lagi dengan besarnya angka berkawinan dini, pencurian, narkoba dll. Dan sepantasnya sekarang dana desa lebih bisa menciptakan lapangan pekerjaan, biaya pendidikan, dan Stunting. Bukankah itu prioritas dana desa hari ini ? Tapi apa boleh buat ketika masyarakat hanyalah sebatas angka perbandingan antara besar kecilnya dana desa itu diturunkan.
Selain itu, Penulis ingin menyampaikan kepada pemuda-pemudi desa lebih ikut andil lagi dalam mengawal dana desa agar amanat konsitusi tidak dan bukan hanya teks dibacakan saja sewaktu upacara bendera melainkan semangat kita untuk melangkah lebih maju. Pemuda-pemudi adalah garda terdepan untuk memajukan desa bahkan negara sekali pun sesuai dengan yang sering kita peringatkan pada tanggal 28 Oktober yaitu hari sumpah pemuda; bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Sisi lanjutannya, perlu juga sejatinya Pj. Bupati Aceh Tenggara menyorot hal ini.
Leave a Review