Katacyber.com | Jakarta – Terbitnya buku “Didong Ciptaan Sali Gobal” yang disusun Abduli, Sukri S, Pependy S, Riansa Ariefa, S.Pd., dan Binta Maela, S.Pd mendapat apresiasi dari Pusat Kajian Kebudayaan Gayo. “Apresiasi sebesar-besarnya buat keluarga besar Sali Gobal atas pencarian, pengumpulan, pembukuan, pendokumentasian, dan penerbitan karya ceh legendaris Sali Gobal. Tidak hanya membukukan dan menerbitkan, keluarga juga sudah merekam 133 didong ciptaan Sali Gobal, sesuai bentuk aslinya. Ini pekerjaan dan karya luar biasa,” kata Yusradi Usman al-Gayoni, Founder dan Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, melalui pesan WhatsApp dari London, Inggris, Jumat (21/6/2024).
Pendokumentasikan tersebut, jelas Diaspora Indonesia-Inggris itu, penting untuk penyelamatan dan pewarisan pengetahuan Gayo kepada generasi Gayo mendatang. “Didong ciptaan Sali Gobal berisi pengetahuan Gayo baik sebelum masa Sali Gobal, masa Sali Gobal maupun proyeksi Gayo masa depan pada saat karya tadi lahir, yang relevan dengan masa sekarang. Bahasa sastranya tinggi sekali, nilai-nilainya dalam, kaya filsafat. Karangannya menyentuh persoalan sejarah, sosial, seni, budaya, alam, hewan, lingkungan, dan isu Gayo lainnya,” ujarnya.
Dilanjutkannya, dalam catatannya, sejak tahun 1930-an, buku “Didong Ciptaan Sali Gobal” merupakan buku kedua ceh didong Gayo yang diterbitkan dalam bentuk buku, yang isinya sangat lengkap. “Ini buku kedua ceh didong yang diterbitkan bukunya (setelah didong Lakiki). Padahal, begitu banyak karya ceh dan kelop didong di Gayo, yang karyanya melebihi jumlah penduduk Gayo kalau dicatat semuanya. Karenanya, perlu usaha optimal semua pihak untuk mendokumentasikan karya ceh-ceh dan kelop-kelop didong ini. Secara khusus, harus dimulai dari ceh dan keluarganya sendiri. Apa yang dilakukan keluarga Sali Gobal, bisa jadi role model buat yang lain. Akibatnya, pengetahuan Gayo tadi bisa diwariskan kepada generasi Gayo mendatang, khususnya dari generasi kelahiran 1980-an dan seterusnya,” sebutnya.
Dalam pandangan Founder dan Pengelola Perpustakaan Gayo itu, didong, salah satu sastra lisan Gayo, merupakan pintu masuk untuk mempelajari dan mendalami Gayo. Dari sebelas sastra lisan yang ada di Gayo, didong yang paling bertahan. “Didong pintu masuk mempelajari Gayo. Kalau didong punah, tidak diikuti dengan pendokumentasikan yang maksimal dengan berbagai platform yang ada, pewarisan pengetahuan Gayo dari generasi sebelum kelahiran 1980 ke generasi setelahnya ikut terputus, terlebih di tengah perubahan dan kemajuan yang begitu cepat seperti sekarang, akan mempercepat kehilangan pengetahuan Gayo tadi. Akibatnya, generasi Gayo mendatang akan semakin tidak memahami sejarah dan identitas kegayoannya,” tegas Yusradi.
Buku “Didong Ciptaan Sali Gobal” diterbitkan Mahara Publishing (2024), berisi 133 karangan Sali Gobal, 260 halaman, ukuran 17×24 cm. Tahun 1989, karya-karya Sali Gobal sudah pernah diketik ulang dengan menggunakan mesin ketik. Kemudian, diketik ulang menggunakan komputer. Ada sedikit perubahan, terutama di daftar isi yang sebelumnya belum diurut berdasarkan abjad; sekarang, sudah alfabetis, kecuali “Urohe” dan “Persalaman.” Dalam didong jalu (didong yang dipertandingkan semalam suntuk), “Urohe” pertama dilagukan, lalu, “Persalaman” dan dilanjutkan dengan lagu lainnya.
Selain penerbitan buku, 133 didong karangan Sali Gobal juga sudah direkam ulang sesuai bentuk aslinya. Tinggal, keluarga Sali Gobal berencana menotasikannya, menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, mendaftarkan hak cipta lagu-lagu Sali Gobal, membuat biografi Sali Gobal secara khusus, dan untuk jangka panjang, keluarga berharap bisa dibangun Museum Sali Gobal.
Leave a Review