Mata dan pandangan publik sedikit terarahkan dari isu capres-capresan ke arah lebih serius dan menggairahkan, yaitu ditemukan nya Cadangan Minyak dan Gas (Migas) dengan jumlah 4,68 miliar barel di Aceh, Indonesia. Penemuan cadangan Migas raksasa ini diklaim melebihi cadangan di Arab Saudi. Lokasi tepatnya berada di sumur Eksplorasi Layaran-1 South Andaman, sekitar 100 Km lepas pantai Sumatera bagian utara membuat konsen publik sedikit senang di karena kan sumber cadangan minyak tersebut melebihi negara kaya minyak seperti Venezuela serta Arab Saudi.
Sedari dulu Indonesia kaya dan melimpah hasil alam membuat bangsa luar ini iri dan ingin menguasai Republik yang bergelar Zamrud Khatustiwa ini. Secara khusus Aceh daerah ujung barat Republik ini sejak zaman orba medio tahun 70an sudah mulai menggagahi eksplorasi migas tepatnya di PT Arun yang puncaknya adalah mampu menjadi penyumbang apbn negara kala itu.
Aceh pada hari ini dalam sektor migas berbicara keuntungan, Data BPMA menunjukkan pada tahun 2019 pendapatan Aceh dari migas sebesar 46,4 juta dollar AS atau Rp 649 miliar dan pada 2020 sebesar Rp 19,4 juta dollar AS atau Rp 271,5 miliar.
Meskipun menurun, pengelolaan migas di Aceh saat ini jauh lebih menguntungkan Aceh dibandingkan pada masa lalu. Pola dana bagi hasil (DBH) migas antara Aceh dan pemerintah pusat diatur dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan Daerah, UU Pemerintahan Aceh, dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pengelolaan Migas Aceh dan Pusat. Khusus untuk kegiatan eksploitasi migas lepas pantai, Aceh berhak mendapatkan 30 persen dari penerimaan negara.
Pertanyaan akhir dari ini adalah temuan harta karun migas ini akan ada kelanjutan di eksplorasi atau hanya menjadi cerita di kedai-kedai kopi yang boleh di katakan tradisi minum kopi sulit di pisah kan dalam kehidupan sehari hari masyarakat Aceh. (OL)
Leave a Review