REKONTRUKSI PEMBANGUNAN PASAR BLANGPIDIE SEBAGAI KOTA DAGANG

Foto (IST): Rahmat Fauzi

Akhir tahun 2022, Pj Bupati Aceh Barat Daya melontarkan rencana pembangunan pasar Modern akan dilaksanakan di awal tahun 2023 yang lalu. Informasi ini diperkuat juga dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Aceh Barat Daya. Kondisi pasar Blangpidie yang sudah sangat semrawut, sesak dan kumuh membuat kehadiran pasar modern harus segera di lanjutkan. Menurut Pak Darmansyah selaku pimpinan tertinggi di Aceh Barat Daya, pembangunan pasar modern harus diwujudkan sebagai representatif kota Blangpidie yang dikenal dengan kota dagang.

Narasi pembangunan pasar Modern terlalu merdu terdengar di kalangan pendopo bupati abdya. Tidak hanya sampai di sana, isu ini juga ikut diberitakan di sejumlah media online, termasuk di kalangan masyarakat hingga waroeng kopi. Pembangunan pasar tersebut kembali hangat setelah tahun-tahun belakangan tenggelam entah kemana.

Sebelumnya proyek pembangunan pasar modern dilakukan di masa pak Jufri Hasanuddin yang kala itu menjabat sebagai bupati Aceh Barat Daya periode 2012-2017. Di akhir tahun masa jabatannya, pembebasan lahan sudah rampung dikerjakan bahkan sudah mulai di lakukan pengerjaan. Di mana pondasi bangunan sudah terlihat hampir 100 % siap. Sayangnya pembangunan pasar modern di masa kepemimpinan pak Akmal (bupati periode 2017-2022), mega proyek yang mengeluarkan milyaran rupiah tersebut terpaksa terhenti akibat tersandung kasus hukum. Nah, setelah berhentinya kepemimpinan pak Akmal dan di angkat Pak Darmansyah sebagai Pejabat Pemerintah Bupati Aceh Barat Daya, pemerintah berencana melanjutkan kembali pembangunan pasar modern.

Drama Berkelanjutan Pembangunan Pasar Modern

Sekarang sudah masuk tahun 2024, drama pasar modern tak kunjung diselesaikan. Pembangunan yang awalnya di gadang-gadang segera dilakukan di awal tahun lalu, sampai saat ini tanda-tanda pembangunannya belum juga kelihatan. Kondisi pasar modern masih mangkrak, semak belukar sudah mulai tumbuh di lokasi kegiatan pembangunan. Area proyek tersebut, tidak terlihat sama sekali pengerjaannya untuk di lanjutkan. Di laman LPSE Aceh Barat Daya pun, informasi tentang kegiatan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pemberitahuan kapan pembangunan itu dilaksankan juga tidak diketahui. Hingga saat ini belum ada lagi statement dari Pak Darmansyah selaku Pj Bupati Aceh Barat Daya, terkait progres pembangunan pasar modern.

Masyarakat Aceh Barat Daya terkhusus bagi pemerhati pembangunan di daerah tersebut, sebenarnya sangat antusias ingin melihat masa depan pasar modern terbangun. Dalam hal ini mereka berpandangan pembangunan pasar modern perlu dilakukan sebab kondisi pasar Blangpidie yang semakin semrawut. Bahkan di tempat tertentu pedagang sudah sangat membludak sampai di badan jalan. Situasi ini membuat jalan semakin sempit dan tentu mengakibatkan kemacetan. Hal inilah yang membuat sebagian masyarakat menilai perlu untuk menyegerakan pembangunan pasar modern dan juga memperluas area perkotaan di Blangpidie itu sendiri.

Ada Dorongan Besar untuk Mengkaji Kembali Terkait Pembangunan Pasar Modern

Di samping itu, terlepas belum terlaksananya pembangunan pasar modern, ada sebagian masyarakat yang menyuarakan keinginannya agar pemerintah mengkaji ulang terkait agenda pembangunan pasar tersebut. Mereka beranggapan kebutuhan perluasan pasar di Aceh Barat Daya memang di perlukan. Namun harus ditempat strategis. Pendapat ini timbul mengingat tidak berfungsinya beberapa pasar di daerah itu. Sebut saja pasar Babahrot yang sudah selesai dibangun namun tidak di fungsikan, ada juga pasar di kecamatan suak, manggeng yang bernasib sama tidak berpenghuni setelah dibangun. Permasalahannya kurangnya pembeli yang membuat pedagang enggan bertahan di pasar yang sudah dibangun pemerintah.

Pembangunan pasar modern di nilai juga akan bernasib sama dengan pasar-pasar yang terbengkalai di Aceh Barat Daya. Secara teori, pasar dibutuhkan ketika banyaknya manusia yang hidup di suatu wilayah. Maka kehadiran pasar menjadi keharusan dengan catatan lokasinya mudah di akses dan berada di tengah masyarakat. Inilah yang tidak ada pada pasar modern di mana lokasinya jauh dari masyarakat. Akses menuju pasar modern tersebut juga masih jauh dari kata memadai. Ini akan menjadi masalah jika hal tersebut tidak diselesaikan. Kondisi pasar modern harus bisa diakses dari segala penjuru seperti halnya pasar Blangpidie sekarang. Kebutuhan jalan yang layak menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah jika ingin melanjutkan pembangunan. Namun ketika persoalan itu diselesaikan, pembangunan pasar modern tentu akan sangat di nantikan oleh masyarakat.

Mendesain Kembali Kota Dagang Blangpidie

Dalam hal ini penulis tidak ingin larut dalam dinamika perdebatan tersebut. Dua-duanya sebenarnya sepakat perluasan pasar Blangpidie dilakukan. Cuma ini hanya persoalan di mana yang harus dibangun? Bagaimana perencanaan pembangunannya? Inilah yang menurut hemat penulis lebih urgen untuk dibahas. Bagaimana persoalan penataan kota terkhusus Blangpidie yang dikenal sebagai kota dagang sekaligus ibu kota kabupaten Aceh Barat Daya di rancang untuk masa depan?

Disini ada dua hal yang harus di perhatikan oleh pemerintah Aceh Barat Daya dalam penataan kota Blangpidie. Pertama lokasi pusat perkantoran sebagai ibu kota kabupaten dan kedua sebagai area sentris perdagangan. Dua hal ini tidak boleh dibangun secara berdekatan. Namun juga tidak boleh terlalu jauh. Jika pembangunan tidak dipisahkan akan ada masalah baru di masa depan seperti kemacetan.

Untuk yang pertama pemerintah Aceh Barat Daya memilih kawasan bukit hijau sebagai area perkantoran. Penataan pembangunan perkantoran ini dalam pandangan penulis sangat bagus dan mempunyai makna tersendiri. Kawasan bukit hijau yang berada di dataran tinggi akan mengingatkan penguasa untuk terus melihat bagaimana kondisi rakyatnya dibawah. Pembangunannya juga dalam sebuah kawasan dan ini memudahkan aksesibilitas masyarakat dalam pelayanan publik.

Sedangkan untuk pembangunan kota Blangpidie sebagai episentrum ekonomi, area ini tersebar di Gampong Keude Siblah, Meudang Ara, Gampong Pasar Baru, Kuta Tuha. Lokasi itu bisa disebut sebagai perwujudan kota dagang yang selama ini melekat pada Aceh Barat Daya. Pemusatan area dagang di kawasan ini sebenarnya sudah sangat tepat. Mengingat jaraknya dengan tempat perkantoran tidak terlalu jauh namun juga tidak terlalu dekat. Apa lagi wilayah ini dalam sudut pandang sejarah pernah berjaya sebagai titik perdagangan terbesar di Pantai Barat Selatan Aceh. Di tambah lokasinya yang pas berada di tengah ibu kota Kabupaten Aceh Barat Daya, menambah point kelayakan sebagai pengembangan pusat ekonomi.

Semakin berkembangnya zaman, area kawasan pasar Blangpidie semakin padat serta tidak tertata dengan baik, yang hingga sekarang masih mempertahankan sisi tradisionalnya. Bahkan dalam hemat penulis, penataan tata ruang kota terlihat sudah gado-gado (bercampur) khasnya pasar tradisional. Jalan yang sempit, menambah kesemrawutan kota Blangpidie. Pusat ekonomi kota sigupai tersebut tidak ramah pada pejalan kaki. Keadaan kota sangat jauh dari konsep green city seperti halnya area perkantoran di daerah ini. Kondisi pasar juga sudah bercampur dengan rumah warga. Tidak adanya perencanaan yang berkelanjutan membuat tata kelolanya semakin amburadul.

Melihat pasar Blangpidie kita dapat menemukan dalam satu titik akan ada tempat jualan sayuran, buah-buahan, bahan elektronik, toko bangunan, sampai salon pemotongan rambut dalam satu blok. Kondisi ini sangat jauh dari penataan pasar yang modern. Di mana seharusnya hal itu diperhatikan jika ingin mempertahankan identitas Blangpidie sebagai kota dagang. Walaupun juga bercampur, tetapi pasarnya harus di tata dengan bagus. Kita bisa mencontoh negara-negara maju dalam penataan pasar tradisional seperti negara Jepang. Pasar di sana dibangun sudah sangat modern. Tempatnya sangat bersih dan tertata dengan rapi. Tersedianya infrastruktur memadai, seperti trotoar bagi pejalan kaki, jalan yang bagus dan moda transportasi yang layak. Keadaan pasar tradisional di negara tersebut, tidak becek dan kumuh seperti hal nya pasar di Indonesia pada umumnya. Negeri Sakura tersebut sangat menjaga rasa nyaman yang menjadi syarat mempertahankan pembeli dalam mengelola pasar. Apalagi zaman sudah memasuki era serba digitalisasi. Sulit sekali menjaga pembeli jika kondisi pasarnya masih kita pertahankan seperti sekarang.

 

Suatu saat jika kondisi pasar sudah semakin parah dengan permasalahan klasiknya itu, bukan tidak mungkin pembeli akan meninggalkan pasar dan lebih memilih pasar digital. Tentu ini akan menjadi tantangan ke depan. Menghidupkan geliat pasar tradisional perlu dilakukan untuk mempertahankan ekonomi kerakyatan yang selama ini kita lihat di pasar. Di satu sisi tuntutan revitalisasi pasar tradisional ke arah yang lebih modern juga harus dilakukan tanpa meninggalkan kearifan lokal pasar tradisional. Inilah langkah jangka panjang yang mesti dipikirkan oleh pemerintah Aceh Barat Daya dalam melihat dinamika perkembangan zaman yang semakin pesat.

Penataan kota Blangpidie harus di rekontruksi kembali untuk mendukung kemajuan di masa akan datang. Persoalan pasar modern harus selaras dengan pembangunan di masa depan. Pemerintah juga perlu menegaskan kembali fungsi pasar modern yang akan dibangun. Apakah sebagai pusat grosir atau sebagai peluasan pasar Blangpidie. Jika sebagai pusat grosir, pemerintah juga harus memikirkan pelabuhan sebagai tempat pengiriman barang ke pasar modern. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya pengeluaran yang lebih rendah dibandingkan dengan jalur darat. Sehingga tempat tersebut benar-benar menjadi haluan pedagang yang selama ini mengambil barang ke sumatera utara. Tetapi jika pasar modern dijadikan sebagai pusat grosir ini belum menjawab persoalan perluasan dan penataan pasar Blangpidie yang semakin padat. Maka pemerintah juga tidak bisa melupakan persolan kepadatan pasar Blangpidie.

Namun jika perluasan pasar Blangpidie solusinya pembangunan pasar modern. Pertanyaannya siapa yang akan menempati pasar tersebut? Apakah pedagang baju? Buah? Sayur? Atau siapa pun itu pemerintah harus menentukannya untuk menciptakan kondisi pasar yang rapi, teratur, bersih dan tidak semrawut. Lalu pemerintah juga harus memikirkan nasib pasar sekarang ketika pedagang di relokasi ke pasar modern. Mau di apakan pasar itu? Tetap dibiarkan atau ditata kembali. Akan tetapi yang pasti pemerintah harus mengetahui apakah mereka pedagang mau direlokasi ke tempat tersebut. Intinya pembangunan pasar modern baik sebagai tempat grosir atau perluasan dan perbaikan tata ruang pasar, masyarakat terkhusus pedagang harus diajak bermusyawarah mengenai rencana tersebut. Supaya ke depan bangunan pasar yang dibangun di Aceh Barat Daya tidak ada lagi yang kosong karena tidak dimanfaatkan. Pembangunan pasar perlu memperhatikan berbagai sudut pandang guna mengembalikan lagi kejayaan kota Blangpidie sebagai kota dagang dalam melihat perkembangan zaman. Sehingga kota dagang yang tersemat di Kota Blangpidie bukan hanya sekedar julukan tapi benar-benar nyata adanya.

Harapan kita ke depan, pembangunan Pasar Modern atau lebih tepatnya penataan kembali tata ruang kota Blangpidie segera diselesaikan. Apa lagi konon katanya, uang pembangunan Pasar Modern masih mengendap dan tidak bisa diperuntukan untuk hal lain selain digunakan untuk melanjutkan pembangunan. Kita berharap, issue penataan kota jangan dicampur adukkan dalam politik. Mengembalikan marwah nanggroe Sigupai menjadi kota dagang menjadi cita-cita besar untuk diwujudkan secara bersama.

Oleh Rahmat Fauzi

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi