Oleh: Danu Abian Latif
Penulis Buku Opini Nakal Untuk Indonesia
Fenomena obral gelar menjadi bukti nyata betapa bobroknya dunia pendidikan di Indonesia, perguruan tinggi yang seharusnya menjadi wadah untuk transfer of knowledge malah berubah menjadi transfer of money, hal ini jelas telah merusak nilai-nilai dasar yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi akademik meritokrasi, keadilan dan kejujuran.
Baru-baru ini Universitas Indonesia (UI) mengeluarkan sebuah pernyataan menangguhkan gelar doktor Menteri ESDM Bahlil Lahadalia setelah beredar luasnya dugaan plagiasi disertasi yang diusung Bahlil, Fenomena ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pendidikan tinggi, di mana standar dan prosedur yang seharusnya ketat dan transparan malah disalahgunakan demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Tentunya hal ini menjadi tanda tanya besar apakah para penerima gelar doktor merupakan orang-orang yang memiliki kompetensi dan kredibilitas atau hanya gelar yang dapat di beli dan melahirkan manusia tanpa integritas sebagai cendikiawan berdiri angkuh di menara gading.
Gelar doktor menjadi komoditas yang di perdagangkan, tentunya hal ini merusak esensi pendidikan, dengan mudahnya menukar pengetahuan dengan lembaran uang kertas demi pencapaian simbolis, praktik tidak etis ini sudah beredar luas di Indonesia maka tidak heran perguruan tinggi memang menjadi pasar obral gelar yang cukup menjanjikan.
Praktik jual beli layaknya di sebuah pasar ada tawar-menawar lalu membayar sejumlah uang yang telah di sepakati guna mendapatkan gelar-gelar akademik, sulit memang untuk mendeteksi tindakan transaksi ini seolah menjadi pasar gelap cara transaksinya bisa di balik pintu dengan beberapa orang saja.
Pandangan masyarakat terhadap gelar akademik memiliki kompetensi dan kredibilitas membuat pasar obral gelar menjadi banyak peminatnya, pasalnya banyak individu-individu memanfaatkan hal ini untuk mendapatkan pretise dan membuat gelar tersebut menjadi daya tarik mereka kepada masyarakat.
Tentunya hal ini menunjukkan betapa bobroknya para oknum yang menggunakan gelar palsu demi membangun citranya di tengah-tengah masyarakat, hasilnya akan melahirkan pemimpin yang tidak memiliki integritas moral dan kemampuan kepemimpinan yang baik.
Korupsi dalam koridor perguruan tinggi memperburuk masalah ini, lemahnya mekanisme akuntabilitas dan pengawasan yang tidak baik, membuka ruang praktik nakal di lakukan, melihat kesempatan inilah menjadi godaan untuk mengubah perguruan tinggi menjadi pasar obral gelar demi meraup keuntungan besar.
Target pasar dari obral gelar umumnya melibatkan pengusaha kaya, politikus, atau tokoh-tokoh berpengaruh yang, meskipun tidak memiliki latar belakang akademis memadai, memperoleh gelar kehormatan tersebut sebagai bentuk penghargaan atau pengakuan atas kontribusi di bidang lain.
Kasus di sebagian perguruan tinggi pada hari ini menjadi bukti nyata bahwa obral gelar akademik itu benar adanya dan dapat disalahgunakan guna menjadi alat pencitraan semata, tanpa diiringi dengan tanggung jawab moral, coba bayangkan apa jadinya apabila posisi strategis bangsa ini jika di isi oleh orang-orang yang memiliki gelar palsu.
Tentunya hal ini harus di bereskan secara tuntas hingga ke akar-akarnya guna mengembalikan esensi dan citra dari gelar akademik itu sendiri. Memang tidak mudah dalam memberantas gelar obral ini, mengingat tindakan tersebut seolah dilakukan sangat terorganisir dan rapi, tapi mengingat masa depan bangsa ini taruhanya mau bagaimanapun praktik obral gelar harus di musnakan.
Maka dari pada itu perlu adanya kerjasama antara pihak-pihak terkait terutama presiden untuk menggerakkan instrumen lembaga-lembaga di bawahnya dalam mengusut perguruan tinggi nakal yang mengobral gelar, beri peringatan dan sangsi setegas-tegasnya kepada perguruan tinggi yang ketahuan menyediakan jasa obral gelar, agar menjadi efek jerahan dan contoh kepada perguruan tinggi lainya yang melakukan praktik serupa.
Dengan begitu para oknum-oknum yang mencoba memanfaatkan gelar sebagai eksistensi dan mencari elektabilitas tidak memiliki ruang lagi untuk mendapatkan gelar tersebut, sehingga gelar kehormatan benar-benar di dapatkan oleh orang yang berusaha keras meraih gelar melalui cara sah, sehingga dapat melahirkan individu yang kompeten dan memiliki integritas.
Besar harapan saya praktik memalukan obral gelar ini dapat di musnakan, pendidikan merupakan arena transfer of knowledge bukan menjadi sarana tranfer of money, esensi dari pendidikan memperkaya pengetahuan bukan memperkaya isi dompet, jangan sampai paradigma legitimasi lebih penting dari pada pengetahuan menjadi trend di dunia pendidikan Indonesia.
Leave a Review