Optimalisasi Proses Ber-HMI di Komisariat

Oleh: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan.

Selama dua dekade ini, banyak kalangan senior/alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ragu atas hasil perkaderan formal HMI, khususnya ditingkat dasar: Latihan Kader I (LK I) atau basic traning. Kondisi ini terjadi misalnya di HMI Cabang Medan sejak terjadi perubahan hari pelaksanaan dan pengurangan materi training di LKI. Sebelum adanya hasil Lokakarya perkaderan HMI Cabang Medan tahun 2005, training di HMI Cabang Medan dilaksanakan selama satu minggu dengan sistem camp. Akan tetapi sejak 2005 perubahan terjadi hingga saat ini selama 4 malam 3 hari dengan pemadatan materi training.

Sudah hampir puluhan kali terjadi dialog perkaderan di HMI Cabang Medan, dinamika yang terjadi terus pembahasan berapa waktu yang ideal dilaksanakannya LK I. Bahkan menjada bahan ejekan atau dianggap tidak berhasil trainingnya jika dilaksanakan kurang dari seminggu (training saat ini). Inilah dinamika perkaderan yang terus terjadi saat ini di HMI Cabang Medan.

Dalam dialog perkaderan tersebut, jarang sekali membahas materi muatannya. Bahkan materi muatan sistem training kurang dari satu minggu yang dilaksanakan saat ini dianggap tidak berbobot atau kurang sempurna. Para instruktur muda dan senior/tua terus berdebat soal berapa hari pelaksanaan, dan masing-masing memiliki pandangan yang berbeda. Inilah HMI Cabang Medan, selain dinamika struktural yang selalu “memanas” dinamika perkaderan juga tak kalah “panas”. Penulis tidak tahu apakah cabang-cabang lain juga seperti ini? Atau hanya sekadar menjalankan perkaderan tanpa ada dinamika, dan bahkan tidak ada yang mau membahas soal perkaderan di cabangnya masing-masing.

Menyusun Kembali Sistem Perkaderan HMI
Sistem perkaderan di HMI saat ini perlu untuk dievaluasi dan disusun kembali. Akan tetapi jangan berkutat pada berapa hari pelaksanaannya. Terkait waktu pelaksanaan, itu adalah hal terakhir setelah kita membahas ke mana arah dan landasan filosofis perkaderan di HMI. Setelah semuanya dikaji, waktu pelaksanaan tinggal menyesuaikan. Kita harus mengkaji materi-materi apa yang tetap dipertahankan dan materi apa saja yang harus ditambahi melihat perkembangan jaman zaman saat ini.

Menyusun kembali sistem perkaderan sangat penting, sebab sistem perkaderan HMI tidak dapat disamaratakan di seluruh Cabang HMI. HMI tingkat pusat harus merumuskan garis-garis besarnya sehingga cabang-cabang Menyusun sesuai kondisi daerahnya. Materi muatan mungkin dapat disamakan secara ke-HMI-am, Keislaman, dan ke-Indonesiaan, akan tetapi soal waktu pelaksanaan dikembalikan kepada cabang masing-masing.
Sebenarnya saya pribadi tidak terlalu mempermasalahkan sistem perkaderan formal hari ini, dan tidak menutup jika ada perubahan sesuai perkembangan zaman. Bagi saya perkaderan HMI tentunya memiliki tujuan yang baik, akan tetapi yang menjadi sorotan adalah pasca training harus bagaimana dan seperti apa kader-kader HMI.

Optimalisasi Proses di Komisariat
Saya bagian dari kader yang masih percaya bahwa proses terbaik dan paling berharga di HMI adalah proses di tingkat komisariat. Jujur tidak terlalu banyak yang didapatkan dari training formal LK I dan LK II. Akan tetapi saat di komisariat lah perubahan dan penambahan kemampuan bertambah. Sederhananya, saya mengerti soal surat menyurat itu setelah diajari oleh senior dan teman-teman pengurus komisariat. Kita mengerti bagaimana manajemen dan dinamika yang baik itu dari komisariat, bahkan nafsu intelektual saya terangsang di komisariat. Banyak kader-kader yang telah menyepakati hal-hal apa yang saya sebutkan tadi, karena mereka juga mengalami hal yang sama. Sebaliknya, proses yang tidak optimal sewaktu di komisariat, terlihat bagaimana kemampuan kader-kader yang lain.

Artinya kita harus mengoptimalkan di komisariat. Kader HMI itu baik dan berkualitas tergantung bagaimana pembinaannya di komisariat. Jika komisariat memiliki lingkungan yang baik, penuh dengan budaya akademik dan kekeluargaan, maka akan seperti itulah kader yang terbentuk. Tetapi apabila budaya komisariat itu penuh dengan kader-kader yang tidak memiliki visi dan misi yang jelas, maka akan lahirlah kader tanpa arah. Bahkan yang lebih parah adalah lahir kader-kader yang “tukang olah”, memanfaatkan HMI untuk kepentingan pribadinya, dan terpengaruh hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ke-HMI-an.

Sebenarnya kita tidak perlu bercabang atau sampai ke tingkat pusat, jika kita benar-benar berproses di HMI. Sampai ke tingkat struktural atas itu hanyalah seperti bonus. Tapi yakinlah ketika seorang kader telah terbentuk potensi dan kualitasnya di komisariat, maka di tingkat atas akan dapat membanggakan karena kemampuan dan potensi positifnya.

Hari ini mayoritas kader-kader lupa akan penguatan hal-hal yang dasar. Mayoritas terfokus pada struktural jabatan. Harus ditegaskan bahwa ber-HMI adalah untuk meningkatkan kualitas diri baik Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spritual Quotient (SQ). Ini yang seharusnya dipupuk oleh kader-kader HMI secara serius dari sejak dini (komisariat). Yang berproses dengan sungguh-sungguh lah yang akan memiliki kemampuan.

Penutup
Perkaderan di HMI jangan hanya dianggap hanya perkaderan formal seperti LK I, LK II, dan LK III. Banyak banyak perkaderan non formal lainnya yang dapat meningkatkan kemampuan yang konkret. Misalnya dilaksanakannya training atau pelatihan menunjang karir professional yang ingin dicapai kader-kader ke depan. Seperti melaksanakan training kewirausahaan, training jurnalistik, training menulis, training masak memasak, training busana dan tata rias, seribu macam training tergantung peminatan. Training-training seperti demikian yang jauh lebih berguna dibanding dinamika-dinamika konfercab, musda dan kongres.

Komisariat-komisariat yang ada di Indonesia ini, harus lebih fokus pada pengembangan minat bakat setiap kader. Agar HMI dapat berguna ke depan bagi ummat dan bangsa, serta mampu mengisi lini-lini kehidupan masyarakat. Tidak mungkin akan tercapai insan akademis, insan pencipta, dan insan pengabdi dari HMI jika hanya sibuk dalam dinamika struktural HMI. Mewujudkan pemimpin dari HMI yang adil hanyalah omong kosong jika belum mampu mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sebab pemimpin itu lahir dari masyarakat, bukan lahir dari pejabat. Cak Nur dalam kesempatan tulisannya menyebutkan masyarakat yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik.

Semoga kita semua sadar, dan fokus pada pengembangan minat serta bakat kader-kader HMI.*

 

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi