Menteri Luar Negeri Sugiono : Arah Diplomatik Indonesia Mengkhawatirkan?

Oleh : Danu Abian Latif
Founder Sekolah Kita Menulis Cabang Langsa/ Penulis Buku Opini Nakal Untuk Indonesia

Sugiono resmi di Lantik menjadi Menteri Luar Negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, namun pengangkatan Sugiono menjadi Menteri Luar Negeri memunculkan sebuah kekhawatiran di kalangan publik, pasalnya Sugiono yang berlatarbelakang militer dan memiliki peran penting di partai Gerinda di tunjuk menjadi Menteri Luar Negeri , apakah Sugiono di pilih menjadi Menteri karena memiliki kemampuan navigasi pada laskap global atau hanya hubungan emosional dan kepentingan semata?

Militer ke Diplomasi Kredibilitas dan Kompetensi Sugiono menjadi tanda tanya publik, sejauh ini Sugino tidak memiliki rekam jejak diplomatik yang solid, tidak seperti Menteri Luar Negeri sebelumnya Retno Marsudi yang memang benar-benar membangun karir  pada bidang diplomasi. Sugiono yang sebelumnya memegang posisi sebagai penasihat partai Gerindra dan  mantan Letnan Angkatan Darat, memang benar ada kabar Sugiono pernah menjadi pemain kuncidalam keterlibatan diplomatik dan negosiasi Internasional, namun hal itu belum cukup meyakinkan publik Sugiono menangani forum multiteral, G20, PBB, ASEAN yang memiliki negosiasi dengan permasalahan kompleks dan rumit.

Kemampuan melakukan manuver politik tingkat tinggi bukan satu-satunya yang harus di miliki oleh seorang Diplomatik Internasional, melainkan seorang seorang Diplomatik harus memiliki knowledge dalam melihat lanskap geopolitik, keamanan dan stabilitas negara, arah kebijakan ekonomi  dan posisi tata kelola global, Mengingat peran Indonesia baik dalam perjanjian iklim, perdagangan internasional dan lainya, apabila pejabat yang mengisi posisi Menteri Luar negeri tidak berpengalaman sebagai seorang Diplomatik ini akan menurunkan daya tawar Indonesia di mata Global

Sugiono Cermin Prabowo
Pengangkatan Sugiono menjadi Menteri Luar Negeri di bawah kepemimpinan Presiden, Prabowo Subianto memperlihatkan sebuah pola Memilih rekan kerja yang loyal pada dirinya sebelumnya dan latar belakang militer daripada pribadi yang memilikin keahlian spesifik di bidang tersebut. Pemilihan Sugiono sangat tepat. Sementara menteri luar negeri sebelumnya dipilih karena kemampuan mereka untuk mengelola hubungan internasional Indonesia yang kompleks, pengangkatan Sugiono menunjukkan perubahan penting menuju kebijakan luar negeri yang berpotensi lebih tegas dan reaksioner.

Hal ini menunjukkan bahwa alih-alih memupuk meritokrasi dan kebijakan luar negeri yang independen dan bernuansa strategis, ia mempersonalisasi pemerintahannya, menaruh kepercayaan pada tokoh-tokoh yang dekat dengannya secara pribadi dan sangat sejalan dengan visinya tentang nasionalisme yang tegas dan sikap militeristik. Tentunya ini menimbulkan kekhawatiran mengenai apakah pendekatan diplomatik Indonesia akan bergeser dari membina kemitraan menjadi memproyeksikan kekuatan.

Diplomasi Berubah Menjadi Kepentingan Politik? 
Sejak lama, Indonesia telah mempertahankan gagasan kebijakan luar negeri yang otonom dan proaktif, serta menyeimbangkan interaksinya dengan negara adidaya lainnya. Namun, pengalaman militer dan politik Sugiono menimbulkan kekhawatiran bahwa kebijakan luar negeri Indonesia mungkin mulai mengutamakan tujuan strategis jangka pendek dibandingkan pertimbangan politik dalam negeri. Sugiono akan segera diuji dalam menangani masalah keamanan regional mengingat meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan dan posisi Indonesia di ASEAN.

Selain itu, menghadapi pengaruh ekonomi besar-besaran Tiongkok yang meluas ke AsiaTenggara, seorang Diplomatik harus bisa mengambil sebuah perjanjian yang solid namun sangat strategis yang sangat diperlukan untuk melestarikan kedaulatan ekonomi Indonesia serta perjanjian hubungan internasional kerjasama dengan Beijing. Harus dapatmemposisikan Indonesia menghadapi ketegangan antara Amerika dan Tiongkok, atau konflik antara Israel-Palestina, dalam lingkup regional ASEAN dan Indo-Pasifik, apakah Sugiono bisa membawa Diplomasi Indonesia yang independen atau malah ikut arus kebijakan luar negeri syarat akan muatan politik?.

Tantangan Diplomasi Dengan Negara Barat
Hal yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana Indonesia mengelola hubungannya dengan Uni Eropa dan negara-negara barat. Berkaca dari Arif Havas Oegroseno, Duta Besar Indonesia untuk Berlin, dan Wakil Menteri Urusan Luar Negeri saat ini. Selama masa jabatannya, Oregasono mengambil sikap agresif, terutama mengkritik larangan minyak sawit oleh UE, dan menggambarkan UE sebagai diskriminatif dan imperialis. Berdasarkan arahan Sugiono, sikap konflik ini dapat terjadi, karena ini berisiko mengubah hubungan komersial dan mengurangi pengaruh Indonesia dalam diskusi politik.

Industri kelapa sawit di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat ekonomis, namun negosiasi diplomasi dengan UEmemberikan hak istimewa atas solusi yang tahan lama sehingga konfrontasi dapat terjadi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan peraturan lingkungan hidup seperti batasan-batasan yang diberlakukan oleh negara-negara Barat, sehingga Indonesia harus berusaha untuk memastikan keterlibatan dalam mendukung pembangunan yang tahan lama dan menjamin kesepakatan perdagangan yang adil. Keseimbangan ini menuntut pragmatisme dan  pemikiran jangka panjang.

Seorang menteri luar negeri yang kompeten tidak hanya harus mengelola hubungan internasional, tetapi juga menyusun kebijakan yang sejalan dengan tujuan jangka panjang Indonesia. Memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia untuk menarik investasi sambil menjaga kepentingan nasional. Mengelola hubungan dengan negara-negara tetangga, khususnya dalam menangani sengketa perbatasan dan klaim maritim.

Meningkatkan posisi global Indonesia di forum-forum multilateral, khususnya terkait kebijakan iklim, regulasi ekonomi digital, dan kerangka kerja keamanan global. Seorang menteri luar negeri tanpa keahlian yang tepat dapat berisiko mengasingkan sekutu-sekutu utama atau melemahkan pengaruh diplomatik Indonesia. Hal ini khususnya mengkhawatirkan karena Indonesia berupaya memperluas perannya di ASEAN dan memperkuat kemitraan di kawasan Indo-Pasifik.

Sebagai tokoh yang dipercaya di lingkaran internal Prabowo, pengaturan jarak jauh yang dilakukan Sugiono mungkin lebih mencerminkan motivasi politik presiden dibandingkan upaya perdamaian jangka panjang Indonesia. Di bawah pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo, sebuah gerakan menuju pengaturan nasionalis yang lebih tegas mungkin akan muncul. Meskipun kepentingan nasional harus terus diprioritaskan, strategi harus tetap menjadi jembatan bagi partisipasi dunia dan bukan sebagai alat untuk pembicaraan politik. Pelopor yang memiliki pendekatan yang tidak fleksibel atau siap tempur dapat membahayakan kemampuan Indonesia untuk bersama-sama membangun organisasi yang langgeng.

Masyarakat Mengawasi Demi Masa Depan Diplomasi Indonesia
Masyarakat harus lebih jeli menjadi penjaga publik yang telitidan meneliti apakah kebijakan luar negeri Indonesia yang di ambil oleh kementerian luar negeri memang berlandaskan kepentingan nasional secara menyeluruh atau hanya mengedepankan keuntungan politik pada jangka pendek. Mau bagaimanapun perkembangan lanskap global sangat pesat, baik itu perang dagang, tukar inovasi teknologi dan SDA, isu iklim yang memunculkan prioritas Diplomatik, dengan lemahnya pejabat Menteri Luar Negeri akan menjadi celah bagi Negara luar mengambil keuntungan.

Dengan adanya publik yang lebih kritis dengan melihat salahnya arah kebijakan diplomasi luar negeri pemerintah dapat mengevaluasi kembali , di harapkan Menteri Luar Negeri saat ini mampu menjaga Independen diplomasi dalam lingkungan global yang dinamis ini, mampu atau tidak Menteri Luar Negeri masih harus dilihat, kebijakan diplomasi merupakan kunci gambaran masa depan Indonesia, maka dari pada itu jangan sampai salah langkah dan masa depan Indonesia hancur.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi