Oleh : Indra
Volunteer Tabihita Project Indonesia
Sebagai penggiat organisasi yang telah merasakan pahit getirnya dunia kepemimpinan dan dinamika yang terjadi, saya ingin menyampaikan opini saya tentang pentingnya menjaga mentalitas yang kuat dan bebas dari baperan.
Bagi saya, baperan sebuah hambatan besar bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang mudah tersinggung, terluka, atau marah karena kritik atau komentar dari orang lain akan sulit untuk memimpin dengan efektif.
Kepemimpinan membutuhkan mentalitas yang kuat dan tangguh. Pemimpin harus mampu menerima kritik dengan lapang dada dan menggunakannya sebagai bahan evaluasi dan perbaikan diri. Pemimpin juga harus mampu mengendalikan emosinya dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang memanas.
Jika seorang pemimpin mudah baperan, maka dia akan lebih fokus pada mempertahankan ego dan citranya daripada fokus pada kepentingan organisasi dan anggotanya. Hal ini dapat berdampak negatif pada kinerja dan citra organisasi.
Di balik gemerlapnya dunia kepemimpinan, terkadang terselip kisah pahit tentang pemimpin yang mudah tersinggung, atau yang biasa disebut baperan. Sifat ini, bagaikan awan gelap yang menyelimuti organisasi, menciptakan atmosfer penuh ketegangan dan ketidakpastian.
Bayangkan saja, seorang pemimpin yang mudah tersinggung oleh kritik, bahkan komentar yang tak bermaksud menyinggung. Kritik konstruktif yang seharusnya menjadi bahan evaluasi diri, justru dibalas dengan amarah dan sikap impulsif.
Akibatnya, anggota tim tak berani menyampaikan pendapat, takut tersinggung oleh pemimpin. Komunikasi terhambat, ide-ide kreatif terkubur, dan organisasi pun bergerak tanpa arah yang jelas.
Lebih parah lagi, pemimpin yang baperan tak segan-segan mengeluarkan anggota tim sesuka hati. Sekecil apa pun kesalahan, dibesar-besarkan dan dijadikan alasan untuk mendepak mereka. Hal ini menimbulkan rasa tidak aman dan ketidakpercayaan di antara anggota tim.
Kepemimpinan tak hanya tentang kekuasaan, tapi juga tentang tanggung jawab dan kebijaksanaan. Pemimpin yang mudah tersinggung, atau baperan, adalah pemimpin yang gagal memahami esensi kepemimpinan.
Alih-alih menjadi panutan dan pembimbing, pemimpin baperan justru menciptakan atmosfer penuh ketakutan dan ketidakpastian. Kritik dianggap sebagai serangan pribadi, dan perbedaan pendapat dipandang sebagai ancaman.
Hal ini tak hanya menghambat komunikasi dan kreativitas, tapi juga merusak kepercayaan tim terhadap pemimpin. Rasa aman dan nyaman dalam bekerja terkikis, digantikan oleh rasa cemas dan kegelisahan.
Lebih parah lagi, pemimpin yang baperan seringkali bertindak impulsif dan gegabah. Keputusan diambil berdasarkan emosi sesaat, bukan pertimbangan matang dan analisis yang mendalam. Hal ini berakibat pada inkonsistensi dan ketidaktegasan dalam kepemimpinan.
Sebuah organisasi yang dipimpin oleh orang seperti ini tak ubahnya seperti kapal tanpa nakhoda, terombang-ambing di lautan badai. Masa depan organisasi terancam, dan kemajuan terhambat karena tak ada arah yang jelas. Organisasi yang dipimpin oleh orang seperti ini tak akan mampu mencapai kemajuan yang signifikan.
Pemimpin yang ideal adalah mereka yang mampu mengendalikan emosi, berpikir jernih, dan mengambil keputusan yang tepat. Mereka adalah pemimpin yang berlapang dada menerima kritik, terbuka terhadap perbedaan pendapat, dan mampu membimbing tim menuju tujuan bersama.
Kepemimpinan yang baik bukan tentang kekuasaan, tapi tentang kemampuannya untuk menginspirasi, memotivasi, dan membangun rasa percaya dalam tim. Hanya dengan kepemimpinan yang stabil dan bijaksana, organisasi dapat berkembang dan meraih kesuksesan yang gemilang.
Oleh karena itu, saya ingin menekankan bahwa menjadi pemimpin berarti harus siap menghadapi berbagai tantangan dan kritik. Pemimpin yang baperan tidak akan mampu menghadapi tantangan ini dengan baik.
Sebagai penggiat organisasi, saya selalu berusaha untuk menanamkan mentalitas yang kuat dan tangguh kepada para anggota organisasi. Saya ingin mereka menjadi pemimpin yang mampu memimpin dengan bijaksana dan tanpa baperan.
Mengapa pemimpin tidak boleh baperan? sebagai pengamat dari pengalaman dan rekan jejak oraganisasi, secara garis besar yang akan terjadi jika watak tersebut di pertahankan akan menghambat kemajuan, terciptannya konflik perpecahan, menurunkan kredibilitas, membuat keputusan yang terdistrek mengambil kesimpulan secara emosi.
Dibutuhkan pemimpin yang tegar, berlapang dada, dan mampu menerima kritik dengan terbuka. Pemimpin yang mampu mengendalikan emosi, berpikir jernih, dan mengambil keputusan yang tepat. Hanya dengan kepemimpinan yang stabil dan bijaksana, organisasi dapat berkembang dan meraih kesuksesan.
Ingatlah: Pemimpin yang baik bukan hanya tentang jabatan dan kekuasaan, tapi tentang kemampuannya untuk membimbing, menginspirasi, dan membawa tim menuju tujuan bersama.
Saya percaya bahwa dengan mentalitas yang kuat dan bebas dari baperan, para pemimpin akan mampu membawa organisasi menuju masa depan yang lebih cerah.
Leave a Review