Oleh : Eno Malaka
Sama saja hari ini, entah apa yang dilakukan manusia jelek di sini. Setiap kali bertemu denganku, selalu saja ingin memukulkan kayu di atasku. Kayu itu kemudian aku mengetahui namanya sebagai palu.
Aku sudah hidup sebagai pohon hampir ratusan tahun, hingga seorang manusia menebangku dengan benda terbuat dari besi yang dinamai manusia sebagai gergaji. Aku selalu ingat bagaimana aku dipotong-potong, lalu bagian-bagian tubuhku menjadi makhuk baru yang langsung saja menangis. Aku akhirnya berpisah dengan saudara-saudaraku, kami akan menjalani hidup yang berbeda-beda. Aku sangat dendam dengan manusia, aku ingin melompat setinggi empat meter dan meluncur menghantam tengkuk mereka, bagian itu katanya mudah rusak.
Setelah melewati banyak hal, akhirnya aku menjadi seperti yang sekarang. Meja dengan warna coklat jelek di ruangan yang jelek dan bersama manusia-manusia jelek dan berkumpul bersama kayu-kayu lain yang juga menjadi meja. Tidak banyak yang kami lakukan, kami sudah tidak bisa berfotosintesis kami juga sudah tidak bisa menumbuhkan daun dan akar. Tapi kami bukanlah meja yang bodoh dan tidak tahu apa-apa. Kami justru tahu segalanya, kami mendengar segalanya dan kami melihat segalanya.
Seringkali saat manusia-manusia jelek di sini mengadakan rapat, banyak saudara-saudaraku yang berseru. Aku sebut mereka manusia jelek karena perilaku mereka, yang menurut standar moral manusia adalah perilaku yang jelek. “Ketua dia lagi nonton bokep.” Ujar salah satu meja.“Ketua dia lagi main judi.” Ujar yang lainnya. “Ketua, dia lagi sayang-sayangan sama selingkuhannya. Seorang penyanyi dangdut.” “Ketua, manusia ini sedang transaksi narkoba.”“Ketua, manusia ini sedang membahas penyembunyian uang korupsinya.” Dan kabar-kabar buruk lainnya.
Aku dipanggil ketua karena posisiku berada di tengah-tengah, dan orang yang duduk di belakangku juga disebut ketua, jadi aku juga disebut ketua. Jangan tanya mengapa kami tahu segala istilah itu, karena kami mendengar segalanya, kami melihat segalanya dan kami tahu segalanya.
Aku bahkan bisa meniru emosi manusia, seperti marah dan sedih. Waktu itu manusia-manusia jelek ini, pernah membahas sesuatu yang menyakiti kami para kayu yang sudah menjadi kursi dan meja.
“Ketua saudara-saudara kita yang di hutan, katanya mau dibabat.” Ujar salah satu saudaraku.
Itu adalah kabar yang sangat buruk, aku tahu bagaimana sakitnya diperlakukan buruk oleh manusia. Ditebang, dipotong-potong, diamplas hingga kulitku tipis, disemprot dengan cairan yang katanya agar aku tidak dimakan rayap, padahal jika tujuannya agar aku tidak dimakan rayap harusnya biarkan saja aku tetap hidup sebagai pohon. Aku selau bisa meindungi diri dari para rayap. Jelaslah bahwa perangai manusia-manusia ini adalah munafik, satu istilah yang dimiliki manusia untuk menggambarkan sifat manusia yang berbeda ucapan dan tindakan.
Namun hari ini berbeda, meskipun aku tahu segalanya. Tetap saja, apa yang dilakukan oleh manusia kali ini sangatlah buruk. Manusia-manusia jelek di sini, membahas tentang diperboehkannya prajurit manusia untuk mengatur kegiatan sipil. Aku kenal dengan yang disebut sebagai prajurit-prajurit manusia ini, dulu Ketika masih di hutan aku sering bertemu dengan mereka. Mereka adalah sekelompok manusia, berbadan kekar, tangguh, nafas seperti beruang dan harimau, lalu mereka juga ahli menggunakan benda yang disebut senjata, senjata itu dinamai belati dan pistol.
Senjata itu katanya untuk diarahkan ke manusia yang lain, kalo itu beneran terjadi maka buruklah nasib manusia. Selama ini aku sering bersentuhan dengan tubuh manusia, aku tahu kulit mereka sangat lembek, tipis, kenyal dan tidak mungkin bisa menahan senjata-senjata itu. Berbeda dengan kami, para kayu yang jelas kuat dan keras.
“Ketua, kenapa manusia-manusia jelek di sini mau membuat parjurit manusia menjadi musuh manusia yang lain?” Tanya salah satu saudaraku.
“Entahlah saudaraku, aku tidak mengerti tindakan manusia. Aku dulu menganggap mereka hanya kejam ke makhuk yang bukan manusia.” Aku menghela nafas panjang.Aku memanggil semua meja dan kursi itu dengan sebutan saudara, kita tidak perlu nama seperti nama manusia. Tapi kami punya satu nama pemberian manusia, kayu jati. Itulah nama kami semua.
Aku sudah banyak melihat apa yang dilakukan manusia, mereka seringkali memburu binatang, menebang pohon sembarangan, membabat hutan dan ditanami dengan tumbuhan yang tidak bisa merawat tanah, menggali tanah dalam-dalam agar mendapatkan emas dan minyak. Aku melihat segalanya, umurku sangat panjang sebagai kayu.
“Baik, para hadirin yang terhormat. Apakah kita bisa mulai pembahasan ini?” Ucap ketua manusia yang duduk di belakangku.
Semua manusia jelek yang hadir berseru, “Bisa ketua.”
Pembahasan berjalan dengan santai, tanpa perdebatan dan pertengkaran. Memang setiap rapat, mereka selalu seperti ini. Padahal aku tahu, yang mereka bahas adalah hal yang penting dan mendesak. Namun seolah-olah mereka menganggap ini hanya mainan biasa. Oh ya aku lupa, semua yang bukan bagian dari manusia-manusia jelek ini hanyalah mainan, tidak peduli itu makhluk lain ataupun manusia yang lain.
Rapat berjalan sangat sebentar, entah hal ini sudah dibahas sebelumnya atau tidak. Yang jelas aku baru tahu pembahasan ini hari ini, mungkin pembahasan aturan ini sebelumnya tidak diadakan di sini, makanya aku tidak tahu sama sekali.
“Baik, semuanya. Apakah aturan tentang parjurit manusia yang boleh menyengsarakan manusia lain ini, bisa kita sepakati.” Ucap ketua manusia jelek ini.
Jika dia sudah berbicara demikian, aku tahu maksudnya. Artinya rapat hampir selesai, dan aturan pasti akan disahkan. Aku selalu melihat. Tidak ada aturan yang tidak disahkan. Bahkan jika ada yang manusia jelek yang menolak. Mereka akan disuruh keluar, atau pengeras suara yang ada di atas sauadarku dimatikan.
Semua manusia jelek yang hadir, berseru “Sepakat.” Aturan pun ditetapkan.
Malang sekali nasib manusia, mereka akan dibiarkan menghadapi prajurit yang perkasa. Memang buruk betul perangai manusia jelek di sini. Membiarkan prajurit manusia, melawan manusia lainnya. Ingin rasanya aku berteriak, tidak setuju. Tapi percuma, sudah ribuan kali aku berseru demikian, namun mereka tidak pernah mendengarkanku. Mereka bahkan tidak mau memahami bahasaku, padahal aku adalah meja yang tahu segalanya.
Tidak lama kemudian, seorang manusia jelek berjenis kelamin laki-laki. Aku mengenali perawakan dan tindak tanduknya, dia sangat mirip dengan ciri-ciri prajurit manusia. Mungkin dia memang pernah jadi prajurit manusia. Dia berdiri, dan mulai berbicara.
“Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh manusia. Kalian sudah mendukung aturan ini. Saya juga ucapkan terima kasih, kepada semua kelompok perwakilan manusia yang hari ini mengesahkan aturan tentang prajurit ini. Kami akan terus berkomitmen, agar prajurit manusia bisa menjaga semua manusia.” Ucapnya dengan suara dan wajah gagah yang serasi dengan bentuk tubuhnya.
“Bohong, itu bohong. Manusia ga ada yang setuju dengan aturan ini.” Teriak salah satu saudaraku, dia sejak tadi melihat manusia jelek yang menonton video. Berisi demo para manusia yang menolak aturan tentang prajurit. “Dia berbohong, ketua. Kata manusia jelek ini, manusia yang sedang demo seperti babi dan dia katanya mau memenggal kepala manusia yang suka demo itu.” Saudaraku berbicara dengan terengah-engah, aku tahu dia sedang marah. “Betul ketua, manusia jelek yang di sini juga bilang, manusia yang suka demo itu seperti kumpulan tikus. Manusia jelek ini juga katanya mau memenggal kepala manusia-manusia yang suka demo itu.” Ucap saudaraku yang lain, dengan ekspresi yang sama. Namun percuma, tidak ada yang mendengar suara meja, meskipun kami tahu segalanya.
Sekarang semua nasib makhluk hidup akan lengkap, jika dulu yang selalu terancam dan disakiti adalah kami yang bukan manusia. Maka sekarang manusia-manusia juga akan mengalami hal yang sama, aku tidak tahu harus bagaimana menyambut berita ini. Apakah aku harus bahagia, karena akhirnya manusia juga akan mendapatkan kekejaman yang sama seperti yang kami rasakan. Atau justru sedih, karena kekejaman yang dialami manusia justru dilakukan manusia yang lain, harusnya akulah yang menyiksa dan bersikap kejam kepada manusia.
TAMAT
Leave a Review