Oleh : Danu Abian Latif
Founder Sekolah Kita Menulis (SKM) Cabang Langsa/Penulis Buku Opini Nakal Untuk Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bersama, berganti nya pemerintahan maka berganti pula sistem pendidikannya, Prof. Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) baru, di pemerintahan Prabowo menyampaikan rencana Ujian Nasional atau UN akan diadakan lagi pada tahun 2026 mendatang.
Tentunya kabar diselenggarakannya kembali Ujian Nasional (UN) membuat presepsi liat di kalangan publik tentang pendidikan di Indonesia. Dikembalikannya ujian nasional dapat di tafsirkan sebagai kemunduran pendidikan, pasalnya dugaan ini di dasari oleh jika tidak hati-hati dalam menyusun kurikulum pendukungnya, sebab apabila kurikulum terus berubah hal itu akan berpotensi menghilangkan aspek-aspek pendidikan lainnya yang justru lebih berharga.
Labilnya sistem pendidikan ini akan membuat bingung pihak sekolah dan pihak pengajar, sebab pihak sekolah akan kesusahan untuk memfokuskan sistem pembelajaran yang mementingkan tugas skor kemampuan versi penilaian PISA atau memokuskan untuk penilaian UN.
Prolem pendidikan di Indonesia sehingga menjadi negara dengan kualitas pendidikan terendah di dunia menurut penilaian PISA, yaitu di karenakan rendahnya kemampuan literasi, numerasi, dan sains. Maka dari permasalahan ini munculah kebijakan “Merdeka Belajar” dari mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
Tapi apakah UN memang benar di butuhkan kembali, jangan sampai ada ketidaksesuaian antara problem dan solusi yang di tawarkan. Setiap pemerintahan baru, pasti ada kurikulum baru. Apakah pemerintah memang benar-benar serius dalam menyelesaikan permasalah pendidikan di Indonesia? Jika gonta-ganti ini terus berlanjut, labilnya sistem pendidikan ini justru akan berakibat fatal pada generasi bangsa Indonesia.
Sejarah Ujian Nasional
Ujian nasional (UN) di perkenalkan pada tahun 2003, dengan harapan dapat menilai kompetensi siswa di tingkat akhir pendidikan dasar dan menengah. Sistem UN ini mencari gambaran objektif tentang pencapaian belajar siswa serta menjadi alat seleksi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sistem UN terus berlanjut sampai lebih dari satu dekade lamanya, Namun pemerintah mengapus UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan bagi siswa pada 2020 pemerintah Indonesia, keputusan ini diambil karena adanya pandemi COVID-19, yang menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan ujian secara tatap muka.
UN Menuntut Hasil Bukan Proses
Pengembalian UN bukanlah hal yang harus di lakukan, karena pada dasarnya UN hanya berorientasi pada hasil. Konsep UN jauh dari relevansi anatara mata pelajaran dengan kehidupan bermasyarakat, mementingkan nilai mata pelajaran dari pada kemampuan bersosialisasi, mematikan kreativitas sehingga dan inovatif, menghilangkan etika dan membuat siswa menjadi mesin oenghapal saja.
Ujian nasional akan mempersempit presepsi orangtua murid dan tenaga pengajar, melihat UN adalah indikator penentu siswa untuk menaiki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga fokusnya akan tertuju pada mata pelajaran yang keluar ketika UN saja, tanpa sadar hal ini telah membatasi kesuksesan seorang murid hanya dari mata pelajaran tertentu.
Pada dasarnya kurikulum harus merujuk pada aspekbermasyarakat, karena hal tersebut merupakan bekal bagi murid untuk memahami lingkungannya. Sekolah merupakan mesin pencetak generasi bangsa, layaknya mesin harus berpatok pada Standarisasi, apabila Standarisasi sekolah berpatokan pada hal yang kaku maka menghasilkan generasi yang kaku pula menjadi mesin penghapal, bukan menghasilkan generasi terdidik ingelektual yang dapat berkonsentrasi bagi masyarakat.
Terjebak oleh Hafalan
Apabila Ujian Nasional (UN) di kembalikan maka murid Indonesia terjebak pada banking model yang di mana murid hanya berperan sebagai wadah pasif yang hanya menerima informasi. Seharusnya pendidikan harus di lakukan secara komunikatif sehingga menghasilkan sebuah dialog bersarkan hal logis, saling tanya jawab, membantah, perkembangan kognitif ini akan merujuk pada proses pencarian oleh murid, bukan malah proses pemaksaan pemahaman oleh guru membuat matinya pemikiran visioner dari murid.
Membuat sistem belajar yang memberi peluang murid untuk partisipatif akan memberikan peluang lebar untuk menemukan minat dan bakat yang terpendam di dalam diri setiap murid. Pada dasarnya setiap individu murid memiliki kecenderungan dan karakteristik yang berbeda-beda, maka dari pada itu metode pembelajaran harus menimbang dari asas tersebut, dengan demikian tujuan dari sebuah pembelajaran dapat terwujud bukan hanya metode pemaksaan ilmu seperti yang di lakukan selama ini.
Kekhawatiran apabila Ujian Nasional (UN) di kembalikan membuat sistem pembelajaran lama dengan metode gafalan kembali. Tidak ada yang salah dengan menghafal, tapi hal yang harus di fahami bahwa sistem ini telah membuat murid jauh dari kemauan mencari informasi-informasi yang memiliki korelasi yang sama dengan hal di ajarkan oleh guru, presepsi Ujian Nasional akan melekat pada murid menghapal teks, maka aman untuk melewati tahap ujian, ini masih presepsi pengadaan UN dengan jujur, belum lagi ada beberapa sekolah yang dengan sengaja memberi kunci jawaban pada murid.
Sistem UN menggunakan model soal choice memperkeruh proses pendidikan, membuat murid hanya terjebak pada sebuah pilihan A,B,C dan D. Metode ini berpotensi mematikan pemikiran kritis dan kreatifitas murid, akhirnya hanya menghitung kancing dan melempar dadu apabila soal yang di hafal tidak keluar dalam ujian.
Melihat potensi buruk pada sistem pendidikan lama harus ada pembenahan segera walaupun untuk memperbaikinya bukan perkara yang mudah, belum lagi melihat kualitas guru dan kesejahteraan Indonesia yang terbilang masih memprihatinkan, kesetaraan pemahaman antara murid di kota dan di desa juga harus menjadi perhatian. Banyaknya masalah dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah hal yang harus menjadi program kerja prioritas serta harus di lakukan terlebih dahulu. Maka melihat problem ini, pengembalian ujian nasional bukan solusi tapi malah seperti dehumanisasi itu akan menimpa guru maupun murid.
Solusi yang di Tawarkan
Solusi dan hal yang dapat di lakukan untuk mentasi problem evalusi pendidikan di Indonesia adalah pemerintah harus lebih serius mengkaji perbaikan sistem evaluasi yang memang benar-benar di perlukan oleh murid, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut.
Pertama pemerintah harus membuat model evaluasi yang berbasis pada kompetisi murid, bisa di mulai dengan membuat sistem kompetensi dan portofolio murid, portofolio yang berisi pekerjaan siswa, proyek, dan evaluasi diri. Sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemampuan siswa. Diharapkan dengan evaluasi ini dapat melihat aspek perkembangan dan capaian siswa dalam menguasai keterampilan dan pengetahuan murid.
Kedua penyelenggaraan ujian berbasis sekolah (USB) evalusi ini dapat menjadi alternatif untuk mengetahui hasil belajar murid, dengan memakai sistem ini memungkinkan pengajaran dan evaluasi yang lebih sesuai dengan konteks sosial dan kebutuhan murid. Ujian berbasis sekolah (USB) memberikan peluang pada guru untuk menilai perkembangan murid lebih jauh dan lebih realistis dengan perkembangan kognitif akademisnya.
Yang terakhir berfokus pada pengembangan karakter murid, pendidikan yang membentuk pengembangan karakter dan kemampuan berpikir kritis murid, mengarahkan siswa untuk terus haus mencari tau dalam kehidupannya bukan hanya berfokus pada nilai ujian saja, melainkan harus mencari potensi-potensi yang dapat di kembangkan dan dapat berguna di kehidupan nyata.
Walaupun Ujian Nasional memiliki sejarah panjang di dalam pendidikan Indonesia dan pada dasarnya memiliki tujuan yang baik, tapi tanpa menutup mata melihat hasil PISA yang rendah menunjukkan bahwa ada yang salah pada sistem pendidikan kita sehingga perlu adanya pembaharuan dalam sistem evaluasi pembelajaran. Maka dari pada itu perlunya membuat sistem evaluasi pendidikan yang lebih komprehensif, dapat mengukur berbagai aspek kecerdasan siswa, dan memperhatikan konteks sosial serta budaya murid. Di harapkan dengan melakukan reformasi dalam sistem evaluasi pendidikan Indonesia untuk lebih baik lagi, menjadi langkah membentuk generasi bangsa yang berkualitas guna mewujudkan Indonesia emas 2045.
Leave a Review