Jam Indonesia dan FORDJA Kembali Menggelar Aksi Protes Jilid Lima di Depan BPK RI, Ini Tuntutanya

Katacyber.com | Jakarta – Jaringan Aksi Mahasiswa Indonesia (JAM INDONESIA) dan Forum Demokrasi Rakyat Jakarta (FORDJA) kembali menggelar aksi protes Jilid Lima (5) di depan kantor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK RI).

Aksi lanjutan yang dilaksanakan pada Senin, 8 Juli 2024 ini dipicu oleh dugaan suap kasus jual beli status WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) senilai 12 miliar rupiah di Kementerian Pertanian (Kementan).

Insiden Kekerasan Pada Aksi Sebelumnya
Pada aksi damai jilid 3 yang digelar sebelumnya, aksi damai tersebut berubah menjadi insiden kekerasan ketika sekelompok preman yang diduga bayaran dari anggota BPK RI berinisial ‘HS’, menghadang dan menyerang para demonstran. Insiden ini menunjukkan indikasi kuat adanya upaya sistematis untuk menghalangi suara kritis mahasiswa.

“Kami dihadang preman, teman kami dipukul hingga pecah bibir oleh preman bayaran anggota BPK inisial ‘HS’. Tindakan premanisme ini sangat mencoreng citra demokrasi kita saat ini,” ujar Iksan, koordinator lapangan aksi tersebut, kepada media.

Keterlibatan Anggota BPK dalam Kasus Korupsi
Rafi, Koordinator Lapangan Satu, dalam aksinya menyoroti dugaan keterlibatan anggota BPK RI berinisial ‘HS’ dalam kasus korupsi jual beli status WTP di Kementan RI.

Dugaan ini pertama kali diungkap oleh Hermanto, Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan.

Hermanto menyatakan bahwa auditor BPK meminta uang sebesar 12 miliar rupiah agar status WTP tetap diberikan, meskipun ada kejanggalan pada program Food Estate yang telah dikerjakan oleh Kementan.

Dalam persidangan, Hermanto mengungkap bahwa Kementan hanya mampu memberikan 5 miliar rupiah kepada auditor BPK. Uang tersebut diurus oleh Muhammad Hatta, Direktur Alat dan Mesin Pertanian, yang mendapatkan uang itu dari salah satu vendor proyek di Kementan.

Jaksa KPK juga mengungkap bahwa nama dua pejabat BPK, yaitu Haerul Saleh dan Victor, muncul sebagai pihak yang diduga meminta dan menerima suap tersebut.

Perkembangan Kasus
Syahrul Yasin Limpo (SYL), mantan Menteri Pertanian, telah diperiksa oleh KPK sebagai saksi dalam kasus ini. KPK juga menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh SYL yang terkait dengan kasus tersebut.

Dalam pengakuan di persidangan, Hermanto menyebut nama Haerul Saleh, Anggota IV BPK, dan Victor, auditor BPK, sebagai pihak yang meminta uang tersebut.

Komitmen BPK yang Dipertanyakan
BPK menyatakan komitmennya untuk menegakkan kode etik dan memberikan sanksi kepada anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran. Mereka menegaskan bahwa pelanggaran oleh auditor akan diproses sesuai aturan yang berlaku. Namun, komitmen ini dipertanyakan mengingat adanya dugaan intervensi dan kekerasan yang terjadi selama aksi protes berlangsung.

“Aksi mahasiswa ini tidak hanya menyoroti dugaan korupsi di BPK tetapi juga mengkritik tindakan premanisme yang mencederai nilai-nilai demokrasi,” jawab Iksan pada wartawan. Mereka menyerukan agar KPK segera memeriksa dan menetapkan tersangka terhadap anggota BPK RI yang terlibat dalam kasus suap ini.

Tuntutan Mahasiswa
Pada aksi yang keempat kali ini, ada beberapa tuntutan yang dilayangkan ke BPK RI yaitu:

  1. Meminta Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI segera mengevaluasi anggota BPK RI inisial ‘HS’ yang diduga kuat terlibat suap 12 miliar rupiah terkait pemberian WTP Kementan.
  2. Mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan dan penetapan tersangka terhadap anggota BPK RI inisial ‘HS’.
  3. Mendesak DPR RI segera menggelar hak angket untuk memeriksa secara menyeluruh kasus-kasus yang terjadi di tubuh BPK RI.

Dalam kesempatan itu, Mahasiswa berjanji akan terus melakukan aksi sampai tuntutan mereka terpenuhi demi terwujudnya pemerintahan yang bersih dari korupsi dan berintegritas.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi