Oleh: Syarifuddin Abe.
Bagi orang sufi, tertawa merupakan ciptaan Allah Swt., sebagaimana dalam surah an-Najm ayat 43, Allah-lah yang menciptakan tertawa dan menangis. Tertawa adalah salah satu anugerah dan rahmat dari Allah yang mesti dilaksanakan. Rasulullah juga orang yang humoris, tidak jarang ketika Rasulullah saw., sedang duduk-duduk dengan para sahabat juga sering bercanda dan berkelakar. Rasulullah saw., sering tertawa pada saat hatinya sedang gembira. Rasulullah saw., malah sering bergurau dengan cucunya. Jadi tidaklah mungkin kalau Rasulullah saw., merupakan pribadi yang tidak pernah tertawa, mungkin juga secara kebetulan yang menulis sejarah Rasulullah saw., merupakan orang yang jarang tertawa atau mungkin orang itu ada alasan lainnya.
Moh. Husril Mubariq (2015) dalam tulisannya menulis Menyelami Kedalaman Makna Humor Sufi, membicarakan tentang orang-orang sufi, tidak pernah lepas dari masalah humor. Orang sufi sangat gemar bercanda dengan membuat orang lain tertawa. Bagi orang sufi, tertawa dapat membuka hati, sehingga wawasan dengan mudah akan merasuk lebih dalam. Bagi orang sufi, humor merupakan salah satu jalan pengajaran sangat efektif bahkan ringan sehingga tidak terlalu banyak beban. Humor bagi kaum sufi jalan yang mudah untuk mengatasi hal-hal yang dianggat rumit dan sulit. Dengan humor pula, orang-orang sufi sangat mudah melupakan hal-hal yang menyusahkan hidup mereka, tertawa bagi mereka dapat memperpanjangkan umur dan memikirkan hal-hal yang rumit dan susah dapat memperpendek umur.
Jangan heran, membaca kisah-kisah orang sufi pasti lucu-lucu. Mungkin pernah mendengar dan membaca kisah-kisah perjalan hidup Abu Nawas, malah dianggap sebagai seorang guru sufi, hidup pada masa khalifah Harun ar-Rasyid, dari Bani Abbasiyah. Abu Nawas dalam kisah-kisahnya dikenal dengan kecerdikannya, ia selalu dapat menyelesaikan masalah-masalah yang hadir dalam hidupnya. Selain Abu Nawas, kita juga mengenal Mullah Nasruddin Hoja, merupakan seorang tokoh sufi yang lucu dan jenaka, kepopulerannya sampai ke Eropa dan Amerika, bahkan ia sangat populer di Tiongkok. Mulla Nasruddin Hoja adalah seorang sufi yang memiliki wawasan universal, bahkan dapat diterima oleh seluruh warga dunia.
Dengan humor, manusia harus selalu mawas diri, humor juga dapat memberikan suatu wawasan yang arif di samping dipandang sebagai penghibur. Melalui humor dapat juga menyampaikan sindiran-sindiran dan kritikan-kritikan dalam bentuk apa saja walau penuh gelak-tawa. Humor dapat menjadi jalan alternatif untuk mereda ketegangan serta menjernihkan emosi dalam mensejahterakan jiwa seseorang. Dengan sisipan humorlah, komunikasi dapat berjalan dengan lancar serta penuh keakraban, sehingga pesan yang disampaikan berjalan lancer dan nasehat-nasehat yang disisipkan akan sampai denga baik. Oleh karenanya, humor yang banyak mengandung nasehat serta penuh pesan moral merupakan humor yang memiliki latar ajaran agama, itulah humor sufi (Iwan Marwan, 2015).
Humor sufi adalah humor yang membuka wawasan bagi yang menyelaminya, bukan sekadar humor yang lepas, tapi memiliki kedalaman makna. Humor yang memiliki kebijaksanaan dan kebenaran. Humor yang tidak hanya sebatas untuk kita tertawa saja, melainkan kedalamannya sangat penting untuk dipahami. Humor sufi adalah humor yang penuh hikmah, memiliki kedalaman spiritual, yang ketika kita baca terkadang seperti menyindir diri kita sendiri atau seolah-olah kita sedang menjalani kehidupan sebagaimana cerita yang sedang kita baca itu. Kita menjadi hadir dalam cerita-cerita itu dan kita menjadi malu dan harus tahu diri. Humor sufi merupakan humor tentang diri kita sendiri. Mendengar humor sufi seperti kita sedang bercermin, lalu siapakah kita sebenarnya?
Manusia merupakan makhluk banyak keinginan, banyak sukanya, banyak senangnya. Di antara kesenangannya adalah tertawa. Tertawa bagi jalan sufi melupakan segala hal yang berbau sedih, gundah, susah, dan sebagainya. Oleh karenanya, sifat sedih, gundah, susah, derita, sakit, sengsara adalah sifat-sifat keduniaan. Kesucian sufi adalah jauh dari hal-hal itu semua. Oleh karenanya, jiwa sufi adalah jiwa keakhiratan. Di akhirat tidak ada lagi yang namanya, sedih, gundah, susah, sakit, derita, sengsara; pokoknya segala sesuatu yang bersifat dunia, di akhirat tidak mungkin ada. Makanya orang sufi suka tertawa, orang sufi suka bercanda. Makanya dalam humor, canda-tawa sufi, semuanya berdimensi akhirat, di dalam humor-humornya ada kehadiran Tuhan di sana. Tidak mungkin orang yang mampu melihat kehadiran Tuhan dalam segi-segi yang dilaluinya, termasuk tertawa, akan susah, gundah dan sedih. Bukankah Rasulullah pernah berpesan, apabila kita lagi sedih atau susah, Rasulullah menyuruh kita berwudhuk.
Humor sufi adalah humor yang mengandung ajaran tasawuf. Tasawuf adalah salah satu ilmu Islam yang menekankan aspek spiritual. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya. Dalam kaitan kehidupan, tasawuf lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang sifatnya fana. Dalam kaitannya terhadap pemahaman keagamaan, tasawuf menekankan aspek esoteric dibandingkan eksoterik; lebih menekankan penafsiran batini dibandingkan penafsiran lahiriyah. Oleh karenanya, orang sufi lebih mempercayai keutamaan spirit dibandingkan jasad. Lebih mempercayai dunia spiritual dibandingkan dunia material.
Secara ontologis, kaum sufi meyakini dunia spiritual lebih hakiki dan real dibandingkan dunia jasmani. Bagi sufi, realitas sejati bersifat spiritual, tidak seperti yang dipikirkan oleh kaum materialis, bahra yang real adalah segala sesuatu yang bersifat material. Demikian nyatanya status ontology Tuhan yang spiritual, sehingga oleh para sufi memiliki keyakinan bahwa; Dia-lah satu-satunya Realitas Sejati; Dia-lah ‘asal’ dan sekaligus ‘tempat kembali’, alfa dan omega. Hanya kepada-Nya para kaum sufi mengorientasikan jiwanya, karena Dia-lah buah segala kerinduan, dan kepada-Nya juga kaum sufi akan berpulang untuk selamanya (Mulyadhi Kartanegara, 2006).
Menurut Abdulrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur (2010), orang paling humoris dalam hidupnya adalah kaum sufi. Menurut Gus Dur, kaum sufi itu trahu tentang kelakuan manusia yang aneh-aneh. Oleh kaum sufi beranggapan, sesungguhnya manusia itu tidak ada; yang ada hanyalah berupa makhluk-makhluk yang tidak tahu akan kebesaran Tuhan. Seandainya manusia itu tahu, tentu manusia itu tidak akan berani melakukan sesuatu apa pun, pasti akan diam saja. Manusia akan menyadari dan merenung tentang kebesaran Tuhan. Maka humor sufi adalah humor tekstual yang tujuannya adalah mengajak orang untuk tertawa, serta mengajak orang untuk merenungkan isi dari kandungannya, hal ini dikarenakan dalam kandungan humor-humor sufi tercermin nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang universal sehingga dianggap perlu dan penting untuk memahami kisah-kisah yang ada dalam kandungannya.
Humor sufi itu tidak hanya menyuguhkan nilai hiburan, bahkan lebih jauh mengajak siapa saja untuk berpikir dan merenungkan, menyadari, serta sedapat mungkin untuk memahami ajaran dan nasihat kehidupan di dalamnya. Humor-humor sufi adalah humor yang mengandung hikmah serta memiliki nilai-nilai spiritual yang amat dalam. Membaca humor sufi bukan untuk sekadar ber-hahaha dan ber-hihihi, melainkan harus mampu merenungkan dan juga harus mampu untuk mengambil ikhtibarnya. Humor sufi banyak mengandung nilai-nilai kebaikan yang ber-amar ma’ruf dan ber-nahi munkar, hal ini dikarenakan di dalam humor-humor sufi memiliki kandungan mutiara hidup yang sangat bernilai dan bermanfaat. Humor sufi, bagi yang membacanya harus menjadi metivasi bagi yang membacanya dan leawat perenungannya harus mampu juga mewujudkan perbuatan-perbuatan yang baik serta bermanfaat. Setelah membaca dan memahami humor sufi, siapa saja harus semakin dekat dengan Tuhan serta dapat meningkatkan amal salehnya sebagai sebuah bekal di akhirat kelak (Iwan Marwan, 2015).
الله يبارك فيه..
Kata2 yang bisa dijadikan bahan perenungan dan juga bisa dijadikan bahan untuk mengingat sesama
penjelasannya sangat bagus dan mudah dipahami