Oleh: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan.
Saya pernah menanyakan pada beberapa kader terkait apakah HMI masih mampu eksis di dunia mahasiswa saat ini dan masa yang akan datang? Berbagai jawaban dan tanggapan muncul, yang pada intinya bernada pesimisme. Walaupun di antara jawaban teman-teman itu ada mengandung harapan optimisme HMI akan terus mampu eksis, tapi malu dan tidak percaya untuk mengungkapkannya.
Kejayaan HMI yang kita ketahui di tahun 70-an, 80-an, 90-an awal adalah perjalanan panjang dan “pahit” kader-kader HMI sejak berdirinya. Mereka lahir dari proses yang “keras” dan semangat keintelektualan yang gigih. Di saat Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas maka–meminjam perkataan Romo Franz Magnis-Suseno–organisasi HMI menjadi dapur intelektualnya. Tidak heran di tahun-tahun yang disebutkan tadi, kader-kader HMI yang telah berproses mengisi aspek-aspek kehidupan masyarakat. Tak sedikit yang menjadi teknokrat, cendekiawan/akademisi, budayawan, penulis, pemikir, wartawan, politisi handal yang peduli pada rakyat, aktivis kemanusiaan, tokoh agama,pendidik (guru) dan berbagai lini kehidupan lainnya.
Tapi kini apa yang kita lihat saat ini? Tak ada yang patut dibanggakan lagi proses di HMI. HMI tak lagi menjadi dapur intelektual seperti kata Romo Magnis-Suseno. Tak lagi melahirkan Muslim-Intelektual dan Intelektual-Muslim seperti yang disebutkan Nurcholish Madjid (Cak Nur). Hari ini, HMI hanya menghirup sisa-sisa nafas kehidupan, ibarat manusia yang sakit, ia sudah menjadi koma sehingga kehilangan kesadaran dan respons terhadap rangsangan eksternal maupun internal. HMI mengalami regresi yang disebabkan oleh kader-kader yang merusak independensi HMI, meninggalkan budaya intelektual, menjadikan HMI hanya tempat mencari pundi-pundi uang, dan hanya penambah curriculum vitae (cv).
Agussalim Sitompul juga pernah mengatakan dalam tulisannya, bahwa akan mengalami kematian. Jika tak mati secara permanen, maka mati suri. Bahkan Cak Nur sendiri pernah menyarankan HMI lebih baik membubarkan diri. Alasan mendasar kenapa Cak Nur mengatakan demikian karena ia melihat HMI telah lari dari khittahnya. Jika pun saat ini HMI masih ada, bahkan ada di mana-mana, sama hal ia telah seperti partai politik yang memiliki kepengurusan setiap daerah. HMI sebagai organisasi intelektual tapi jauh dari budaya intelektual.
Saat ini berbagai faktor membuat HMI mengalami koma, bahkan hampir mati. Berbagai faktor tersebut seperti lemahnya kader-kader HMI saat ini dalam pemahaman aturan main organisasi (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI) sebagaimana diatur dalam Hasil-Hasil Kongres HMI yang sering disebut Konstitusi HMI. Selain lemahnya pemahaman, penegakan dan menegakkan secara sadar aturan main tersebut juga sangat rendah. Berbagai macam perilaku kader menabrak aturan main organisasi apabila tidak sesuai dengan kepentingannya. Seharusnya kader-kader HMI harus patuh pada AD/ART HMI dan pedoman organisasi lainnya daripada patuh kepada senior/pejabat di HMI. Yang menjadi pemimpin dan membimbing jalannya organisasi ini adalah aturan main, bukan senior ataupun pejabat HMI di tingkat atas.
Adakah kader-kader HMI saat ini yang masih giat untuk mengkaji dan menghayati aturan-aturan organisasi HMI? Yang lebih parah lagi, ketika dilaksanakan Kongres HMI yang salah satu kewenangannya dapat merubah AD/ART HMI tidak dilaksanakan secara serius untuk perbaikan organisasi HMI ke depannya. Dapat diketahui tidak adanya kajian yang mendalam, penelitian yang akurat terkait HMI saat ini untuk dimasukkan ke dalam AD/ART HMI, ya semacam naskah akademik sebelum membuat sebuah peraturan perundang-undangan. Sehingga tidak heran di HMI, pembegalan terhadap konsitusi HMI sering terjadi.
Selanjutnya, faktor lain yang membuat HMI koma adalah dinamika struktural yang melelahkan dan tidak konstruktif sehingga membuat kader-kader mengalami kelelahan dan kebosanan. Tidak sedikit komisariat mengalami kemandekan diakibatkan dinamika konfercab/muscab terlalu panjang. Anehnya, ada yang merasa bangga ketika bisa memperlama konfercab/muscab. Hal ini mengakibatkan kemandekan proses perkaderan di HMI. Harus kita hayati bahwa jantung HMI adalah perkaderan. Jika jantung HMI telah berhenti berdetak, maka HMI mengalami kematian. Hanya tinggal menunggu waktu, dan itu bukan sesuatu yang mustahil, apabila kita menyadarinya dari sekarang.
Leave a Review