Gadis Peramal

Oleh : Eno Malaka

Alya kamu bisa meramal yah?” Dalam perjalanan membeli makanan aku berusaha memecah kesunyian. “Engga sih, Cuma memang aku masih kerabatan sama Harry Potter hahaaha” jawabnya dengan suara cempreng khas gadis pantura. “Hahahaa ngeri dong, pamannya harry  atau sepupunya yang nyasar ke pantura?.” Aku mulai terbawa suasana dengan candaannya. “engga lah, emangnya kenapa Mas Yudi tanya kegitu?” dia menjulurkan kepalanya ke depan dan kurang 0.5 centimeter lagi dagunya tepat menyentuh bahuku, aku sudah siap menerima dagu lancip itu tapi dagu itu tidak pernah mendarat di bahuku hanya nafas hangatnya yang sesekali menempel di bahu. “sebenarnya tuh tadi di kos aku bingung mau makan apa gitu, udah laper banget tapi terlalu banyak pilihan terus tiba-tiba kamu WA mau makan mie goreng Belanda ngga?.” Aku menjelaskan. “Hemm yaudah aku emang peramalko, aku ramal nih ya. Mas pasti nanti kesedak kopi wkwkwwk.Ketawanya tidak karuan, padahal ga lucu. “Yah itumah nyumpahin.”

Sesampainya di warung makan dan setelah memarkirkan motor vespa modifan Thailand, kami  memesan makanan “Bu pesan mie Belanda enjoy” “Hih cemen” langsung ditanggapi Alya dengan muka judes yang terlalu ketara, kebiasaan dia kalo mengejek orang lain. “Bu pesan mie Belanda edyan.” Warung mie Belanda yang baru berdiri 5 tahun lalu itu tepatnya di tahun 2018 memang punya daya tarik pada menu-menu pedasnya mulai dari level enjoy dengan satu sendok makan sambal sampai level edyan dengan 8 sendok makan sambal. Setelah memesan kami mencari tempat duduk. “Oh ya setelah wisuda kamu mau kemana?” tanya Alya memulai percakapan. “kemana yah, pulang paling.” Aku menanggapi dengan gaya santai yang ternyata tidak terlalu disukai Alya, terbukti dengan dia yang memasang muka sebal, menggelembungkan pipinya dan menyipitkan kedua matanya. “Serius atuh, ga semua harus ditanggapi dengan bercanda!”

Selama delapan belas bulan berkenalan, momen inilah pertama kalinya Alya terlihat serius. Kami bertemu bulan Januari tahun lalu tepatnya saat penerimaan mahasiswa baru pascasarjana S2 di salah satu kampus Pendidikan di Semarang. Kesan pertama aku melihatnya, Alya adalah gadis yang menyebalkan. “salam kenal nama saya Alya Safira Amanda, artinya perempuan cantik, yang paling pantas dicintai. Terkesan sombong untuk ukuran gadis muda, walaupun dari penampilan bisa digambarkan dia seperti peserta putri Indonesia Jawa Tengah yang tembus sepuluh besar tapi tidak lolos lima besar . CANTIK NANGGUNG.

“Ya paling nanti nyari kerjaan dulu di Semarang sambil nunggu informasi pendaftaran CPNS.” Jawabku. Setelah lima belas menit menunggu makanan kami akhirnya datang, “makasih Mas.Ucap Alya ramah ke pelayan tempat makan. “Mari makan” ajak Alya dengan ekspresi sumringah seperti anak kecil, walaupun sebenarnya kita bedaa empat tahun tapi unik saja gadis di usianya punya ekspresi ceria seperti itu. “Emangnya kamu mau ngapain?” aku bertanya “habis wisuda maksdunya?” Alya mencoba memastikan pertanyyan “iya lah” aku menjawab. “Paling aku juga di semarang nanti huah huah huah.” Alya berusaha menjawab dengan mulut yang terbakar karena mie Belanda yang terlalu pedas, dilihat dari ekspresi wajahnya aku yakin dia butuh air minum. Aku langsung menuju tempat persediaan minuman, di tempat makan itu. Semua minuman di tempat itu sudah dalam bentuk kemasan dan kita tinggal mengambil di tempat yang mirip dengan kulkas transparan dua pintu di ujung ruangan.

“Nih es matcha” aku menyodorkan minuman yang sudah kuambil kepada Alya. “Makasih banyak.” Senyum manis susah banget pergi dari wajah Alya, meski sekarang dia masih tersiksa pedas. “Maka nya jangan sok kuat, pesen level tertinggi.” Aku mencoba sok bijak di depannya. “hurshh hurshhh hurshhhh” Alya menyeka ingus di hidungnya, memang kadang-kadang dia jorok. “heyy ini tempat umum loh, pelan-pelan lah. Aku mencoba menegurnya, setidaknya aku tidak dianggap acuh sama pengunjung sekeliling atau barangkali dianggap jorok juga jika tidak menegurnya . “Hehehe maaf” senyum ceria yang sama masih Alya gunakan, seolah-olah kita harus memaklumi dia yang jorok karena dia manis. Aku melanjutkan minum.

“Mas, aku cinta sama kamu.” Tiba-tiba Alya menodong dengan kalimat yang siapaun mendengarnya pasti kaget. “ukhhh” aku tersedak es kopi yang baru aku minum, aku semburkannya ke samping. Sekarang aku juga sama joroknyaa dengan dia. “Hah ngomong apa tadi?” aku mencoba memastikan. “Mas inget ngga, kenapa aku selalu ada buat Mas, aku yang selalu membantu Mas juga aku yang selalu mencobamembuat Mas tertwa walaupun kadang Mas jadi jengkel? Itu semua bukan karena sekedar Alya orangnya baik tapi karena ketika Alya bersama Mas, Alya selalu nyaman. Makanya selama 5 bulan kita berjauhan aku merasakan kehilangan yang sangatberat.” Penjelasan yang cukup Panjang dari orang yang sebenarnya aku anggap sangat menyebalkan. Aku masih mengalami shock, otakku menjadi beku karena pengakuan Alya itu. Aku mencoba meminum es kopiku, setidaknya kafein bisa membantu memompa hormon ketenangan di kepalaku. Setelah menguk es kopi dan mengatur pernafasan aku mulai melanjutkan pertanyaan.

“Tapi kenapa baru sekarang kamu ungkapin, tiga bulan lagi kita wisuda. Kita pasti akan berpisah setelah itu. Aku mencoba membawa percakapan ini kearah serius dengan menguatkan aspek kebijaksanaan. “Ngga papa Mas, Alya cuma mau menyatakan perasaan aja. Aku ngga mau menyesal karena ngga jujur sama kamu Mas. Alya menjelaskan namun kali ini suaranya tekesan datar, cukup aneh pribadi eksentrik seperti dia memasang ekspresi yang datar. Sangat berlawanan. “Terus setelah kamu ungkapin perasaanmu, kamu ingin dapat tanggapan seperti apa dariku?” aku bertanya. “Ngga ada Mas, karena aku tau orang sepertimu ga mungkin suka sama aku, berisik, nakal, suka ganggu. Dan…..” aku potong sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. “Aku juga.” Aku tidak tau kenapaa aku bisa reflek mengucapkan kalimat itu ketika dia bahkan belum selesai berbicara. “Aku juga mempunyai perasaan yang sama Alya, tapi beda umur kita lumayan jauh. Aku juga sudah tidak bisa bercanda dalam urusan perasaan.

“Aku tau Mas, makanya aku cuma menyampaiakn aja. Ga ada harapan apapun darimu aku hanya mencoba mengungkapkan perasaanku saja.” Aku mulai cukup terganggu dengan kata-kata Alya tersebut Antara salting dan bingung harus bagaimana menanggapinya, aku mencoba menenagkan diri dengan memakan mie Belandaku yang sudah mulai mengeras. Anehnya mie Belanda level satu tersebut rasanya bertambah pedas, entahlah mungkin karena jantungku memompa darah dengan cepat yang membuat saraf-sarafku menjadi peka terhadap zat capsaicin dalam cabai. “Aku sebenarnya cukup bigung Alya. Aku mencoba menanggapi dengan serius kali ini. “Awalnya aku anggap kamu adalah orang yang paling harus aku hindari jika ingin kuliahku lancar, tapi di lain sisi beberapa minggu bertemu, kamu orang yang paling bisa aku andalkan ” Walaupun kita berkuliah di kampus yang sama aku dan Alya punya latar belakang Pendidikan S1 yang berbeda, aku berasal dari salah satu kampus unggulan di semarang. Sedangkan Alya adalah alumni kampus yang sedang kita jalani menlanjutkan Pendidikan S2, sehingga aku cukup asing dengan wilayah sekitar. Aku banyak dibantu Alya, dia sering menemaniku menemukan tempat-tempat yang aku butuhkan Alya sangat hafal dengan daerah sekitar. “Bagiku kamu seperti bisa meramal semua kebutuhanku, saat aku bingung mencari toko buah kamu tiba-tiba mengirim WA ngajak cari buah, saat aku jenuh dan butuh kopi kamu tiba-tiba ngirim WA ngajak ke café. Sejak saat itu kamu mulai menarik di mataku. Aku melanjutkan dengan sedikit gugup namun tidak terlihat pada ekspresiku, aku cukup mempunyai poker face yang baik. Alya masih memakan mie Belandanya yang terlalu pedas sambil sesekali minum es matchanya, lidahnya memang kuat, sekarang dia sudah beradaptasi dengan rasa pedasnya. “Terus tanggapan Mas gimana?” Alya bertanya dengan ekspresi yang canggung, lucu sekali kulit kuningnya mulai menunjukan warna merah aku tidak tahu warna itu berasal dari rasa pedas atau karena tersipu malu.

“Katanya tidak mengharapkan apa-apa?” Aku mencoba mengarahkan pembicaraan kearah yang lebih santai, wajah Alya mengkhawatirkan seperti mau meledak aku takut sehingga aku mencoba membuat keadaan menjadi rileks. “Ahhh hahhhh ahhhh. Mas Sukanya gitu deh, serius ini Mas. Aku udah nahan malu buat ungkapin perasaan loh.” Alya merajuk karena tanggapan santaiku, rajukannya terlihat cocok dengan wajah manisnya. Lucunya dia cemberut sambil melanjutkan makanan pedasnya, karena dalam kondisi yang sedang tantrum bumbu makanan pun meleber di sekitar bibirnya. “Ahhku penghhen sehhrius Mahsss’ Alya melanjutkan bicara namun karena dalam kondisi mulut penuh mie kata-katanya jadi tidak terdengar jelas. “Ditelen dulu aja makananya.” Aku kesulitan mendengar kata-katanya jadi aku sarankan seperti itu. “Telinganya lah dipake Mas.” Sekarang malah aku yang salah, padahal dia yang tidak jelas dalam berbicara. Walaupun Alya pintar aku lupa dia tetaplah seorang perempuan salah jika aku menyalahkannya.

“Yaudah kita bicarakan sambil pulang yah. Aku mencoba menunda pembahasan karena toko mie Belanda itu tutup pukul 22.00 WIB. Kami keluar terlalu malam, dan warung mie Belanda itu tiba-tiba memutar lagu Slank-Kamu Harus Pulang, sangat jelas itu isyarat pengusiran, ditambah liriknya ngga kuat aku dengar dengan kondisi seperti ini. Setelah membayar makanan dan tukang parkir kami akhirnya pulang, aku mengantar Alya ke kosnya sebelum pulang ke kosku. Jarak antara warung mie dan kos Alya sekitar sepuluh menit tapi Alya mengajak menempuh jarak yang memerlukan waktu 50 menit untuk sampai kosnya. “Mas sebenarnya perasan Mas yang sebenarnya gimana?.” Alya memulai percakapan dan kali ini dagu lancipnya nempel di bahuku. “Kan tadi aku bilang, aku juga suka sama kamu tapi aku masih bingung sih sama perasaanku.” Aku menjelaskan dengan sedikit mengarahkan wajah ke samping kiri tempat Alya menaruh dagunya. “Bingung kenapa Mas, Alya siap menerima apapun dari Mas. Alya mulai melirihkan suaranya dan Kembali ke setelan perempuan manja terbukti dengan dia berganti menempelkan pipi kanannya di punggungku. “Emangnya kamu siap kita bertengkar terus, kita loh ga pernah cocok untuk banyak hal. Bahas jadwal jogging aja kita berantem, setiap debat kamu ga pernah ngalah berargumen tapi pas aku berargumen kamu selalu jawab “YO YO” “ Memang benar kita selalu berdebat di banyak hal, dia gadis yang pintar tapi cukup blak-blakan. Aku menebak pas psikotes pasti hasilnya tidak punya empati dan anti sosial.

Gini deh, enam bulan setelah wisuda kita akan bertemu lagi di Semarang di warung mie Belanda itu. Kita akan bercerita semua pengalaman kita selama enam bulan dan jika perasaanmu tidak berubah dan jika kita masih suka berdebat saat bertemu nanti. Aku janji melamarmu dan segera minta izin menikahimu.” Angin malam pada waktu itu cukup menyenangkan, sedikit dingin dengan hembusan angin yang cukup pelan seperti belaian yang menyentuh pipi. “Janji loh Mas.” Suara manja Alya menjadikan suasana malam itu menjadi lengkap, kondisi ramainya jalan menjadi tidak berarti setelah itu. “Oh ya kamu tau ngga. Dulu pas jaman Nabi Nuh jalan kariadi ini isinya air loh.” Aku mencoba mengatakan kalimat yang paling sering dikatakan Alya setiap keluar bersamanya, dia suka menyebutkan itu kepada siapapun dan di tempat manapun. Entahlah selera humor dia lumayan unik, cukup berbeda dengan gaya candaan teman-temanku. “IYO.” Jawab singkat Alya. “Nyebelin banget sih, ga pernah ilang yang sifat itu darimu.” Aku mengungkapkan kekesalanku. “Sadar kan sekarang tanggapan IYO itu menyebalkan, Mas loh sering kegitu pas Alya coba bercanda.” Alya mulai mengungkapkan kekesalannya, aku memang sering memberikan tanggapan seperti itu. Aku cukup introvert dan lebih suka ketenangan menurutku diam dalam perjalanan itu menyenangkan hingga tiba-tiba aku sering bertemu dengan orang yang selalu bicara sepanjang perjalanan, jadinya aku bingung memberikan tanggapan. “Iya maaf.” Jawabku singkat. Kita akhirnya sampai di kos Alya dan setelah mengantar Alya aku melanjutkan perjalanan pulang.

Hari wisuda akhirnya tiba, pada momen sacral itu Alya ditunjuk menjadi perwakilan wisudawan untuk memberikan pidato kelulusan. Dia memang gadis yang pintar, social butterfly, pintar memotivasi dan pintar memulai percakapan dengan siapapun. Dia punya kharisma yang membuat siapapun menjadi nyaman menceritakan semua hal kepadanya daya tairk unik ini membuat lingkup pertemanannya sangat luas. “Acara berikutnya, pidato perpisahan yang akan disampaikan oleh perwakilan mahasiswa Alya Safira Amanda. MC memanggil Alya. “Hadirin yang berbahagia, saudari Alya adalah mahasiswa aktif yang berprestasi dan mempunyai peran besar dalam menemukan metode pembelajaran bahasa dengan teknologi digital. MC memperkenalkan Alya terhadap semua hadirin yang hadir.

“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.” Alya mulai berpidato, aku selalu kagum dengan publik speaking Alya. Dia selalu bilang public speakingnya terinspirasi dari Barack Obama mantan Presiden Amerika Serikat. Dalam pidato selama sepuluh menit itu ada kalimat yang sangat aku sukai dari pidatonya Alya, mengingat dia tidak mau membaca teks pidato atau dibuatkan teks pidato jadi pidato itu adalah asli buatannya. “Beberapa hal dalam hidup tidak diciptakan untuk dilalui sendirian, manusia adalah makhluk yang saling membutuhkan. Semoga kita selalu bersama wahai orang-orang baik. Kalimat itu Alya lantangkan dengan heroic dan penuh semangat, aku jadi sedikit bingung dia selalu bilang kalo dalam public speaking dia meniru Barack Obama tapi dalam pidatonya itu dia malah lebih mirip Alodf Hitler, Soekarno dan Marthin Luther King Jr. Tapi yasudahlah aku bangga dengannya hari ini, aku akan menikmati semua yang Alya sampaikan. Setelah acara sacral wisuda, kami berfoto bersama.

Setelah wisuda aku tetap di semarang seperti rencanaku, aku bekerja di kedai kopi selama dua bulan sambil menunggu pendaftaran PNS dibuka dan setelah mendaftar PNS akhirnya aku bisa dianggkat menjadi PNS di bawah Kemendikbudristek RI. Dengan keahlian dan pengalamanku, hanya dalam waktu empat bulan aku segera menapaki posisi PNS golongan IIId Penata Tingkat I. aku mulai dibanjiri banyak kesibukan dan urusan yang mengharuskanku duduk lama di depan laptop. Kecanduanku akan kopi semakin meningkat sejak saat itu, sedikitnya limas gelas kopi setiap hari aku teguk agar aku selalu fresh. Untuk mengimbangi kebiasaan buruk itu, aku mulai rajin berolahraga dengan selalu pergi ke gym tiga kali seminggu, lari setiap pagi dan skipping setiap sore. Hari-hari berlalu dengan cepat, aku mulai teratur dalam hidup dan mulai melupakan banyak hal yang tidak penting. Mungkin itu efek ketika aku mulai focus membangun diri, hal-hal yang tidak penting tidak aku berikan tempat di kepalaku. Aku sangat ambisius sejak menjadi PNS.

Tapi aku masih mengingat janji dengan Alya, kebetulan tanggal janjiannya sama dengan tanggal pengangkatan jabatanku. Aku memang melupakan banyak hal, tapi tidak dengan Alya, dia sangat Istimewa. Setelah lima bulan lebih tidak ada kabar aku sangat merindukannya, sekarang aku siap untuk menjadi yang terbaik bagi Alya. Aku tidak akan basa-basi jika bertemu dengannya lagi aku akan langsung melamarnya dan segera menikahinya, aku tidak tertarik lagi dengan perempuan lain aku hanya mau Alya Safira Amanda gadis cantik yang paling pantas dicintai. Minggu-minggu mulai berlalu dengan aku yang masih dengan kesibukan yang sama hingga jadwal pertemuan itu akhirnya tiba, namun aku banyak kerjaan pada hari itu hingga aku baru bisa keluar kantor pukul 20.30 WIB. Aku terburu-buru menuju warung Mie Belanda, aku yakin aku terlambat sekitar empat puluh menit. Aku harus siap menghadapi cerewetnya Alya. Aku berharap dia tidak lupa dengan janji ini. Aku sampai di warung mie Belanda, aku segera memarkirkan motorku bukan vespa tentunya tapi motor Yamaha XSR 155, aku anggap motor itu cukup gagah.

Setelah memasuki warung mie Belanda yang tentu saja belum banyak perubahan, aku langsung menuju ke meja yang sama enam bulan yang lalu. Di sana aku melihat seorang gadis yang langsung berdiri ketika aku menghampiri meja itu, jelas itu Alya dia sangat cantik hari itu. Alya memang awalya sudahcantik tapi mungkin karena dulu aku hanya mencintainya setengah hati, sisanya aku sebal dengan sikap kekanak-kanakananya dan sikap berisik dan sok pinternya yang menggangguku, sehingga kecantikannya sedikit tertutupi tapi sekarang aku mencintaiya dengan sepenuh hati dan siap menerima segalanya tentang Alya. Dia mengenakan sweater berwarna ungu, celana kargo coklat muda, sepatu nike warna putih hijau dan kerudung warna coklat susu. Tapi ada yang aneh dengan Alya, perutnya terlihat membesar sekarang. Dia tersenyum padaku dan berkata. “Mas Yudi Alya minta maaf yah.”

Tamat

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi