Oleh: Reza Takwadi
Mahasiswa Universitas Syiah Kuala
Tak tertebak, layaknya bidak kuda dalam permainan catur, tak pernah lurus dan bermanuver kesana kemari, melompat-lompat kadang berirama seringkali teramat acak. Alhudri mengorbankan banyak orang dalam memenuhi sahwat politiknya. Asal sampai tujuan, meloncati aturan etika-etika politik adalah keniscayaan dan hal biasa, meninggalkan simpatisan yang begitu bergelora adalah hal kecil yang tak terlalu menggangu pikiran dan hati nurani nya.
Mengutip kalimat populer dari mantan presiden negara francis era 1959-1969, Charles de Gaulle, presiden francis ke-18 tersebut, juga merupakan seorang tokoh militer, negarawan sekaligus penulis. Le General de Gaulle julukan yang melekat pada dirinya, ia pernah mengucapkan kalimat penting yang seharusnya menjadi panduan kita dalam menyikapi para politisi terutama apa yang hari ini terjadi di Kabupaten Aceh Tengah.
“Politisi tidak pernah percaya atas ucapannya sendiri, mereka justru terkejut bila rakyat mempercayainya”. Kemarin hari Alhudri berucap siap bertarung pada kontestasi pilkada Aceh Tengah, lalu ternyata ia menyimpan langkah tersembunyi yang banyak orang tidak menduga-duga, ia politisi sejati, begitu lihai memainkan skenario bahkan hingga waktu-waktu terakhir dan banyak rakyat bahkan yang telah disematkan gelar politisi juga terkecoh-tertipu, terbukti Alhudri adalah sosok yang berada di kelas yang berbeda.
Dukungan besar dan gemuruh suara rakyat Gayo yang tempo hari mengantar dirinya mendaftar sebagai calon Bupati ke Kantor KIP Aceh Tengah nyatanya tidak sama sekali menggangu strategi jitu Alhudri, jumlah kerumunan besar, antusiasme warga dan kerelaan masyarakat Gayo untuk berdesak-desakan di sepanjang jalan Belang Bebangka. Peristiwa itu mungkin hanya dianggap kumpulan kecil rakyat yang fanatik yang tak cukup bernilai dan penting untuk menjadi bahan pertimbangannya untuk menghentikan strategi politik nya.
Nama-nama politisi lokal kabupaten berhawa dingin yang cukup populer dan terkenal pun terseret mengerikannya skenario yang direncanakan Alhudri, ada nama Ketua partai Pdip Aceh Tengah, Arwin Mega, ada nama Tarmina sang srikandi demokrat, Abadi Ayus yang seorang anggota Dprk, terpilih dua kali secara beruntun dari partai Hanura, dan masih banyak nama-nama lain yang juga tertakluk kan begitu saja.
Apakah ini terjadi secara kebetulan dan tanpa direncanakan oleh Alhudri?, benarkah negara membutuhkannya?, atau memang diakah satu-satunya orang yang mampu memenuhi tugas negara seperti yang dijadikannya alasan kemundurannya sebagai calon Bupati tersebut?
Kami rasa tidak, ini tidak terjadi secara kebetulan, ini telah direncanakan dan di skenario-kan oleh Alhudri dan mungkin beberapa orang dekat dan para rekan-rekan politik kepercayaannya. Kalau kata Franklin Roosevelt presiden Amerika Serikat ke-40 yang dikutip Karni Ilyas dalam salah satu episode acara talkshow politik terkenal (Indonesia Lawyers Club). “Dalam politik, tidak ada yang namanya kebetulan atau kecelakaan. Bila terlihat seperti kecelakaan, maka anda bisa bertaruh, itupun sengaja dibuat seperti kecelakaan”.
Bermain rapi dan cantik hingga last minute adalah skill tinggi yang hanya dimiliki oleh seorang politisi unggulan, Alhudri dalam kasus ini telah membuktikan bahwa ia adalah seorang pemain sejati. “Kalau ada laut luas yang ikan-ikannya bisa sebesar kapal, kenapa harus bertarung untuk berebut ikan-ikan cilik yang terkurung dalam kolam kecil”. Mungkin kalimat bermajas diatas dapat menggambarkan apa motif manuver politik Alhudri.
Pada akhirnya inilah realitas politik yang harus dihadapi masyarakat Aceh Tengah terutama simpatisan Alhudri, bahwa baginya, dukungan yang terus mengalir secara natural kepada dirinya adalah hiasan-hiasan kehidupan politik yang bernilai biasa saja, dapat ia kesampingkan secara mudah. Sekali lagi politik membuktikan bahwa rakyat sering kali adalah objek yang dimanfaatkan, sekali lagi kepentingan berada diatas segala-galanya melebihi apapun, sekali lagi politik itu dinamis sering nya kejam.
Sejak awal, mungkin memperbaiki Gayo lewat cara menjadi Bupati bukanlah jalan yang ingin ditempuh Alhudri, ia masuk ke arena pencalonan, mungkin hanya ingin menyenangkan sementara orang-orang yang begitu berhasrat menjadikannya bupati Aceh Tengah, sekaligus mungkin ia ingin mengukur-ukur ombak dan kemampuan dirinya berselancar dalam ombak. Sialnya para simpatisan kadung berharap besar, yang akhirnya merekalah yang terseret ombak karena keluguaan dan kepolosan mereka.
Satu hal yang Alhudri tak boleh lupa, pengkhianatan akan berbuah pengkhianatan, setiap tindakan mengandung resiko didalamnya, dalam hal ini resiko terbesar Alhudri yang mengkhianati banyak orang adalah kehilangan kenyamanan untuk kembali ke tanah kelahiran alias tembuni nya. Setiap orang berpotensi untuk menjadi musuh politiknya sepanjang hari-hari kedepan dan akan terus menghantui karir nya bahkan mungkin sepanjang hidupnya.
Pilihannya mengambil langkah untuk membatalkan diri adalah pilihan politik yang cukup beresiko, juga merupakan pelecehan bagi para partai politik pengusung dan para simpatisan nya. Perilakunya mungkin tergolong pada perilaku JIS dalam tata perilaku suku bangsa Gayo, karena dalam kehidupan orang Gayo pengkhianatan yang berujung menyebabkan malu, lawannya adalah kematian (lewen ni kemel mate).
Leave a Review