AHY dan Demokrasi Banting Setir

Oleh Zulfata, Chief Executive Officer (CEO) Media Katacyber.com

Turbulensi politik Partai Demokrat di jilid dua pemerintahan Presiden Jokowi secara tidak langsung membuat cara main politik Partai Demokray diubah, gamblangnya, daari oposisi ke ke pendukung. Puncak ketidaksanggupan menjadi oposisi terjadi saat Anies Baswedan gagal menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Anies, padahal secara personal Anies telah menandatangani semacam memo untuk memilih AHY, namun demikian, koalisi pendukung Anies memilih pendampig lain (Cak Imin). Akibat merasa ditipu, selain AHY, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga angkat bicara dan beralih mendukung koalisi pemerintahan.

Di penghujung masa kepemimpinan Jokowi sebagai presiden, beberapa hari sebelum pilpres 2024  berlangsung,  AHY dilantik menjadi menteri di kabinet Jokowi. Padahal, di awal pemerintahan Jokowi, Partai Demokrat telah diberikan ruang untuk mendapat posisi menteri seiring Prabowo legowo masuk kabinet Jokowi. Sejak itu, turbulensi politik mulai bersarang kuat di tubuh Partai Demokrat, mulai dari kudeta partai Demokrat oleh kubu Moeldoko yang disinyalir sebagai perintah presiden Jokowi. Keterlibatan Jokowi dalam hal kudeta Partai Demokrat tersebut masih bersifat kontrovesi, dan akhir kisah kudeta Partai Demokrat tersebut Moeldoko gagal merebut Partai Demokrat.

Sejak peristiwa kudeta Partai Demokrat tersebut, AHY dan SBY semakin gencar menyerang kebijakan pemerintahan Jokowi. Hal ini dipandang wajar karena  Partai Demokrat masih berada di posisi oposisi pemerintah. Berbagai lontaran gagasan mengkritisi pemerintah Jokowi semakin keras saat AHY masih mesra dengan Anies Baswedan dengan harapan merka berdua dapat menjadi pasangan ideal dalam melawan Prabowo-Gibran, melawan Ganjar-Mahfud. Berbagai cara dilakukan Partai Demokrat terkait itu, ibarat kata, AHY dan Anies waktu itu ibarat perangko, ibarat pinang dibelah dua. Kemana Anies di situ ada AHY, demikia sebaliknya.

Singkat kisah, apa hendak dikata, kalau bukan jodoh hendak bagaimana lagi, begitulah nasib AHY dengan Anies menuju pilpres 2024. AHY batal menjadi pendamping Anies di pilpres 2024, berbagai wilayah di seluruh Indonesia menggelar aksi serentak mencopot alat peraga (kampanye sebelum waktunya), segala hal yang bergampar Anies dirobek, gambar dukungan pasangan AHY dan Anies diturunkan oleh seluruh kader partai Demokrat. Semua itu atas perintah DPP Partai Demokrat secara tertulis.

Sejak peristiwa tersebut, SBY tampak seperti mengambil kendali Partai Demokrat. Peran AHY tidak terlalu dominan saat ini, SBY kembali ke sahabat lamanya yang pada tahapa awal pilpres 2024 gencar mengajak Partai Demokrat untuk mendukung Prabowo sebagai capres. Sama seperti di masa pilpres sebelumnya. Namun demikian, keadaan turbulensi politik yang menimpa Partai Demokrat membuat SBY menciptakan langkah kuda terhadap Prabowo. Pada suatu waktu, SBY mengatakan kepada Prabowo “for you (Prabowo) saya turun gunung”. Sejak inilah kisah awal Partai Demokrat berjuang bersama koalisi pendukung pemerintah Jokowi.

Berbagai gagasan dan pernyataan kritik AHY terhadap pemerintahan Jokowi seakan sirna, diralat. Dulunya AHY mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi hanya “potong pita” setelah kepemimpin presiden SBY, demikian juga kritkan AYH terhadap Ibu Kota Nusantara (IKN). Kini, setelah bergabung mendukung pasangan Prabowo-Gibran, AHY dilantik Jokowi sebagai menteri. Berbagai apresiasi AHY terhadap Jokowi mengalir deras, mulai dari mengapresiasi pembangunan IKN hingga mengapresiasi kepemimpian Jokowi. Fakta ini seolah-olah SBY lupa bahwa sebelum mendukung Prabowo sebagai capres 2024, ia telah menulis buku kritikan terhadap Jokowi yang berada di belakang Prabowo. Buku tersebut berjudul “Pilpres 2024 dan Cawe-Cawe Presiden Jokowi”.

Semakin menarik, ketika pilpres 2024 usai, Prabowo-Gibran memenangii pilpres 2024. Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh mengucap selamat atas kemenangan pilpres terhadap Prabowo-Gibran, dan berujung pertemuan Prabowo dengan Surya Paloh di markas besar Nasdem (Nasdem Tower). Dalam konteks ini, para elite koalisi pendukung Prabowo-Gibran menangkap sinyal bahwa Nasdem akan bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran yang di dalamnya juga ada Partai Demokrat yang sebelumnya Nasdem turut menjadi faktor penghalang bagi Anies saat hendak meminang AHY sebagai cawapresnya. Dalam maksud sinyal Nasdem ingin berkoalisi dalam kabinet Prabowo-Gibran itu pula, AHY menyatakan rasa syukurnya karena telah bergabung denga koalisi Prabowo-Gibran. AHY berpandangan jika masih berada di kubu yang lama (pendukung Anies), maka hancur lebur.

Pilihan politik Partai Demokrat sedemikian adalah hak politik petinggi Partai Demokrat. Dengan simbol kepemimpinan yang kini berada di pundak AHY telah membuat langkah politik Partai Demokrat berubah drastis. Turbulensi politik yang terjadi benar-benar membuat Partai Demokrat berbalik arah dari pendakian yang bernama jalan oposisi. Mau tidak mau, kondisi kekusaan di republik ini membuat AHY dan di belangkangnya ada SBY mesti banting setir dari pada hancur lebur di masa depan. Dengan pilihan politik sedemikian, tampaknya Partai Demokrat masih bisa menarik nafas segar di masa kepemimpinan Prabowo-Gibran.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi